Langsung ke konten utama

ASTA



ASTA BRATHA (AJARAN KEPEMIMPINAN MENURUT HINDU)
oleh ; i gede darmawan
A. PENGANTAR
Kepemimpinan adalah proses memimpin, memanage, mengatur, menggerakkan dan menjalankan suatu organisasi, lembaga, birokrasi, dan sebagainya. Kepemimpinan juga bermakna suatu values atau nilai yang sulit diukur karena berhubungan dengan  proses kejiwaan, hal ini berhubungan dengan kepemimpinan sebagai kewibawaan. Dalam kepemimpinan selalu ada pembagian kekuatan yang tidak seimbang antara pemimpin dengan yang dipimpin. Oleh karena itu seorang pemimpin harus memiliki sesuatu yang lebih daripada yang dipimpin, pemimpin adalah teladan, panutan, yang pantas dicontoh oleh anggotanya.
Hindu mengajarkan dalam Kautilya Arthasastra tentang tujuan proses kepemimpinan sebagai berikut. “apa yang membuat Raja senang  bukanlah kesejahteraan, tetapi yang membuat rakyat sejahtera itulah kesenangan seorang Raja”. Implikasi dari pernyataan ini bahwa tujuan dan makna kesuksesan sebuah proses kepemimpinan adalah apabila tercipta kesejahteraan bagi seluruh anggota organisasi, bahkan lebih luas adalah kebahagiaan dunia (sukanikang rat).
Sejarah kepemimpinan Hindu selalu menampilkan sosok seorang pemimpin sebagai keturunan dari Dewa. Hal ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin selayaknya memiliki sifat-sifat kedewataan. Sifat-sifat kedewataan adalah menerangi (dev = sinar), melindungi (bhatara: pelindung), pemelihara (visnu: pemelihara). Oleh sebab itu tidak mengherankan jika para Raja terdahulu di Jawa misalnya, Sri Airlangga digambarkan sebagai perwujudan Wisnu yang menaiki burung Garuda (Garuda Wisnu Kencana). Garuda adalah simbol pembebasan, simbol kemerdekaan, bahwa seorang pemimpin harus dapat membebaskan rakyatnya dari segala ke-papa-an dan ke-duka-anWisnu adalah simbol pelindung, pemelihara Maha Agung, yang mampu melindungi seluruh rakyat dari segala ancaman dan gangguan, menciptakan rasa aman dan tenteram bagi masyarakat. Sementara itu, Kencana adalah simbol kewibawaan, kemegahan, kekayaan, inilah kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang Raja, yaitu bala (kekuatan), kosa (kekayaan) dan wahana (fasilitas), jika seorang pemimpin tidak memiliki ini semua maka dia akan ditinggalkan oleh rakyatnya. Untuk itu dalam makalah singkat ini akan dibahas sifat-sifat dewa, Asta Brata yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin sebagai etika kepemimpinan ( Pande Juliana Mei 24, 2012 ).
ASTA BRATHA
Kepemimpinan menurut Hindu sangat banyak dibahas dalam cerita-cerita Hindu salah satunya dalam Manawadharmasastra dijelaskan bahwa seorang pemimpin harus menanamkan delapan sifat dewa di dalam dirinya yang disebut Asta Brata. Di samping itu ajaran Asta Brata juga terdapat dalam Itihasa Ramayana, yaitu pelajaran Sri Rama kepada Wibhisana pasca kekalahan Alengka dalam perang Rama-Rahwana. Kedelapan sifat Dewa dapat dijelaskan sebagai berikut:
A.      Indra Brata
Dewa Indra adalah Raja dari para dewa, yang tinggal di Kahyangan Kaendran dimana di sana adalah simbol kekayaan (harta), simbol kekuasaan (tahta) dan simbol kesenangan seksual, semua bidadari tercantik ada di Kaendran (wanita). Ketiga-tiganya harus dimiliki oleh seorang pemimpin besar dan rupanya hal ini diterapkan dalam kerajaan-kerajaan Hindu di India, Jawa, dan Bali pada masa lalu. Dengan kewibawaanlah seorang pemimpin disegani oleh lawan maupun kawan. Dalam Kesusasteraan Veda, Dewa Indra dipuja dalam dua aspek, yaitu sebagai Dewa Hujan dan Dewa Perang. Hujan adalah air yang sangat diharapkan bagi petani untuk memulai bercocok tanam, dari bercocok tanamlah petani memperoleh makanan, tercukupinya sandang dan perumahan, inilah kesejahteraan. Oleh sebab itu Dewa Indra adalah simbol kesejahteraan. Seorang pemimpin harus selalu berfikir, berkata, dan berbuat untuk mengusahakan kesejahteraan rakyatnya. Ketiga aspek Tri Kaya Parisudha dalam etika Hindu harus diterapkan oleh pemimpin dalam mengusahakan kesejahteraan rakyatnya. Dewa Indra juga dipuja sebagai Dewa perang, penakluk musuh yang utama. Dalam hal ini seorang pemimpin haruslah menjadi pelindung bagi rakyatnya, yang mampu memberikan keamanan dan kenyamanan bagi rakyat. Musuh bukan saja pengganggu dari luar atau pemberontak, melainkan musuh dalam diri. Ini bermakna bahwa seorang Raja haruslah mampu mengendalikan dirinya dari musuh-musuh yang ada dalam diri (sad ripu), sehingga pemimpin menjadi teladan bagi rakyatnya dalam hal pengendalian diri.
B.       Yama Brata
Dewa Yama atau di Bali dikenal dengan nama Yamadhipati adalah Dewa yang bertugas untuk mencabut nyawa manusia. Dalam bertugas Dewa Yama dibantu oleh seorang pencatat segala dosa manusia, yaitu Sang Suratma. Dewa Yama juga bertugas sebagai penghukum semua kesalahan manusia, penjaga neraka. Dalam cerita Lubdhaka misalnya, Dewa Yama berebut dengan Dewa Siwa untuk membawa Sang Lubdhaka ke  neraka karena menganggap Lubdhaka penuh dosa, walaupun akhirnya dibatalkan oleh Dewa Siwa karena Sang Lubdhaka adalah pemujanya.  Dewa Yama adalah seorang pengadil yang tidak pernah pilih kasih apalagi tebang pilih. Seorang hakim agung yang tidak pernah salah dalam mengambil keputusan. Demikianlah sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu memberikan keadilan kepada rakyatnya. Dalam manajemen modern sifat Dewa Yama dapat diterapkan dengan memberikan reward and punishment secara tepat kepada anggota yang berjasa bagi laju organisasi dan hukuman kepada yang bersalah.
C.      Surya Brata
Surya atau Matahari adalah sinar Mahaagung, daripadanya segala kehidupan mungkin bertahan dan berkelanjutan. Surya juga dikatakan sebagai Saksi Agung Tri Bhuwana, tidak ada satupun kejadian didunia ini yang tidak beliau ketahui. Itulah makna mantra Surya Raditya yang menyatakan bahwa Dewa Surya adalah saksi dari segala perbuatan manusia, baik perbuatan buruk maupuk baik, subha dan asubha karma. Surya adalah Sinar yang paling utama di dunia, menyinari seluruh jagadraya tanpa kecuali. Dalam kepemimpinan Hindu, sifat Dewa Surya yang harus diteladani adalah memberikan sinar kehidupan bagi seluruh rakyatnya tanpa kecuali. Kesejahteraan bagi seluruh rakyat adalah tugas seorang pemimpin. Sifat Dewa Surya yang lain adalah menghisap pajak dari rakyat, tetapi rakyat tidak merasa tersakiti. Demikian dicontohkan oleh Sinar Matahari yang menyinari/memanasi air laut, menyerap uap air ke udara, menjadi awan, awan menjadi hujan, dan air hujan yang jatuh dipegunungan kembali ke laut. Laut tidak merasa matahari memanasinya, semua berlaku seperti proses alam, simbiosis mutualisme. Demikian juga semestinya hubungan antara seorang pemimpin dengan yang dipimpin.
D.      Candra Brata
Candra atau Bulan adalah Dewa yang menyinari di kala malam hari. Malam adalah saat gelap, sisi gelap kehidupan manusia. Bulan adalah sinar, tetapi tidak pernah memberikan rasa panas bagi yang disinari berbeda dengan Matahari. Keduanya, antara sisi gelap dan bulan selalu berdampingan karena Bulan tidak pernah hadir saat siang, dia selalu hadir saat malam. Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa ada dua sifat bulan yang perlu diteladani oleh seorang pemimpin. Pertama, seorang pemimpin haruslah memberikan penerangan di saat kesusahan menimpa rakyatnya. Dalam skup yang lebih kecil misalnya dalam organisasi kelurahan, seorang lurah wajib mengerti kesusahan yang menimpa staff atau warga kelurahan dan mampu memberikan solusi bagi kesusahan mereka atau setidaknya memberikan penerangan dan kekuatan mental kepada yang sedang tertimpa kesusahan. Di samping itu, Bulan juga menyimbolkan sinar kesejukan. Seorang pemimpin harus memberikan kesejukan bagi rakyatnya. Tutur kata dan perbuatan seorang pemimpin haruslah menyejukkan bagi rakyatnya. Jadi, nilai etika Hindu dalam kepemimpinan Candra Brata adalah memberikan kesejukan bagi rakyatnya, menghilangkan kesesahan yang menimpa rakyat.
E.       Bayu Brata
Bayu atau angin selalu memenuhi ruang, tidak ada satupun ruang yang tidak terisi oleh angin. Dia memberikan kehidupan dalam wujud nafas, memenuhi ruang dan tidak menyisakan satupun ruang yang tidak terjamah olehnya. Demikian halnya dengan seorang pemimpin, layaknya berlaku seperti angin, yaitu mampu membaca seluruh pikiran dan kehendak rakyat tanpa kecuali. Seorang pemimpin haruslah memiliki kepekaan terhadap keinginan dan kehendak rakyat.
F.       Kuwera Brata
Kuwera dalah Dewa kekeyaaan. Dalam hal kepemimpinan, Kuwera Brata berarti seorang pemimpin haruslah selalu tampil elegan. Harga diri seorang pemimpin adalah dari penampilannya. Bukan berarti seorang pemimpin harus berpenampilan serba mewah yang justeru menimbulkan gap antara pemimpin dan yang dipimpin. Penampilan, tata cara berpakaian adalah hal yang juga diajarkan dalam etika Hindu yaitu berpenampilan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi di mana penampilan seperti itu harus hadir.
G.      Baruna Brata
Baruna adalah dewa laut, laut adalah simbol keluasan tanpa batas. Laut adalah penamping semua kekotoran yang dibawa oleh aliran sungai, tetapi laut tidak pernah terkotori malahan mampu menyucikan semua kotoran itu. Demikianlah pikiran seorang pemimpin, pemimpin haruslah berpikiran luas, mampu menampung semua kesalahan-kesalahan, kejahatan-kejahatan yang dilakukan atau ditimpakan kepada dirinya dan selanjutnya mensucikan semua kekotoran itu sehingga semua menjadi suci. Seorang pemimpin tidak layak memvonis bahwa rakyatnya yang berlaku tidak baik selamanya akan tidak baik, melainkan memberikan bimbingan terus menerus kepada mereka sehingga nantinya menjadi orang baik. Demikianlah sifat laut yang harus diteladani oleh seorang pemimpin.
H.      Agni Brata
Agni atau api bersifat membakar. Dalam hal kepemimpinan sifat api atau agni bermakna membakar semangat rakyat untuk maju dan menuju ke arah progresif, ke masa depan yang lebih baik. Perilaku seorang pemimpin haruslah senantiasa memberikan teladan-teladan kepada anggotanya agar selalu bekerja-bekerja dan bekerja demi kemajuan organisasi yang dipimpin. Dalam manajemen modern hal ini bisa dilakukan dengan membuat inovasi-inovasi gaya kepemimpinan, misalnya mengadakan role play, refreshing, dan sebagainya yang pada dasarnya melepaskan semua kejenuhan dan membangun semangat baru dan motivasi kerja menjadi lebih baik. Demikianlah kepemimpinan Astra Brata yang menjadi landasan kepemimpinan dan Etika Hindu. Selanjutnya dalam kakawin Ramayana dijelaskan  bahwa pemimpin yang sempurna adalah wruh ring weda (tahu akan sastra-sastra suci dan pengetahuan lainnya), bhakti ring dewa (beriman kepada Tuhan), tarmalupeng pitra puja (tidak melupakan leluhur, jasa-jasa pemimpin terdahulu), masih ring swagotra kabeh (welas asih pada sesama manusia).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEGIATAN PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS KPM, BUMDes, DESAIN DAN RAB

Kamis 7 Desember 2023 Pemerintah Desa Terusan Makmur dan Pemerintah Desa Terusan Mulya mengadakan kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB. Peserta Pelatihan terdiri dari Perangkat Desa, BUMDes, KPM dan Kader Posyandu. Jumlah Narasumber ada 6 diantaranya:  1. HENDRANO, S.P dan RIJALI RAHMAN, S.Pd.I Judul Materi Pemahaman Administrasi BUMDes  2. YUDIANTO,S.H dan ELISE, S.P Judul Materi Pelatihan KPM dan Posyandu  3. SUYONO, S.T dan TITI YULIANTI, S.Pd.I Judul Pelatihan materi Desain RAB kegiatan pelatihan ini dilaksanakan di Aula Kantor Desa Terusan Makmur.  harapan PLH. Kades Terusan Makmur Bapak Anang Amunddin, S.Pd terhadap seleruh pesesta pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB yaitu  1. dapat menambah pengetahuan dalam bidang masing-masing  2. dapat diterapkannya setelah mengikuti pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB ini.

DEWATA NAWA SANGA

Dewata Nawa Sanga, 9 Dewa Peguasa Mata Angin 1. Definisi Dewata Nawasanga adalah sembilan dewa atau manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang menjaga atau menguasai sembilan penjuru mata angin. Sembilan dewa itu adalah Dewa Wisnu, Sambhu, Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, dan Siwa. 2. Penjelasan Tentang Atribut Dewata Nawasanga a. Dewa Wisnu Arah : Utara/Uttara Pura : Batur Aksara : Ang Senjata : Cakra Warna : Hitam Urip : 4 Panca Wara : Wage Sapta Wara : Soma Sakti : Dewi Sri Wahana : Garuda Fungsi : Pemelihara b. Dewa Sambhu Arah : Timur Laut/Airsanya Pura : Besakih Aksara : Wang Senjata : Trisula Warna : Biru/Abu-Abu Urip : 6 Panca Wara : Sapta Wara : Sukra Sakti : Dewi Mahadewi Wahana : Wilmana c. Dewa Iswara Arah : Timur/Purwa Pura : Lempuyang Aksara : Sang Senjata : Bajra Warna : Putih Urip : 5 Panca Wara : Umanis Sapta Wara : Redite Sakti : Dewi Uma Wahana : Gajah Putih d. Dewa

LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN

  LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN 1.1     Latar belakang Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya. Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi , yaitu upaya memanusiakan manusia, maka para pendidik perlu memahami hakikat manusia sebagai salah satu landasannya. Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan berimplikasi terhadap konsep dan praktek pendidikannya. Ada dua alasan mengapa para pendidik perlu memiliki landasan filosofis pendidikan. Pertama, karena pendidikan bersifat normatif maka dalam rangka pendidikan diperlukan asumsi atau sesuatu titik tolak yang bersifat normatif pula. Asumsi-asumsi pendidikan yang bersifat normatif tersebut an