Langsung ke konten utama

bahasa sangiang



Pengertian Sangiang
Dalam agama Hindu Kaharingan kita mengenal yang namanya Sangiang atau kalau menurut ajaran agama Hindu dikenal dengan istilah Dewa dan menurut agama lainnya dikenal dengan Malaikat.
Jadi yang dimaksud dengan Sangiang adalah zat suci Ranying Hatalla yang bertugas membimbing manusia dalam mengarungi bahtera kehidupan duniawi yang tidak kekal ini.
Sangaing jika dikaitkan dengan satu rangkaian upacara Manyangiang adalah satu upacara yang tulus iklas untuk memohon petunjuk arahan beserta bimbingan Tuhan, Sahur Parapah yang merupakan manifestasi atau juga disebut Zat suci Ranying Hatalla dimana dalam upacara ini para Sangiang atau Dewa yang akan turun ke bumi untuk memenuhi permintaan Basir yang melaksanakan suatu upacara tersebut.
Upacara Manyangiang ini salah satu upacara yang sangat diyakini umat Hindu Kaharingan dan mempunyai pengertian yaitu menjaga keseimbangan atau di dalam ajaran agama Hindu Tri Hita Karana yaitu perilaku hubungan yang selaras, serasi dan seimbang manusia terhadap sesama manusia, manusia dengan Tuhan dan manusia dengan alam semesta beserta isinya atau yang disebut dengan Panaturan yaitu Penyang Hinje Simpei Panturung Humba Tamburak.

2.2. Tujuan Upacara Manyangiang
Tujuan upacara Manyangiang ini memang sangat luas dilihat dari segi pelaksanaannya, namun pada intinya yaitu :
Ø  Menjaga hubungan dengan Tuhan, agar selalu diberikan petunjuk atau arahan.
Ø  Menjaga keharmonisan dalam kehidupan, dimana didalam kehidupan tidak mengalami suatu yang tidak kita inginkan.
Ø  Menjaga keseimbangan manusia dengan alam semesta.
2.3. Basir Munduk Manawur Behas / Beras
Untuk mengawali upacar ini, umat Hindu Kaharingan meyakini bahwa telah ditugaskan orangnya (Bawi Ayah) turun ke dunia atau ke bumi untuk mengajarkan manusia dari berbagai kebiasaan masyarakat Hindu Kaharingan salah satunya upacara yang penting diutamakan adalah upacara tawur behas atau manarinjet behas untuk meberitahukan kepada Ranying Hatalla Langit beserta manifestasi-Nya bahwa pelaksanaan upacara akan dimulai dan memohon perlindungan dan bimbingan selama kegiatan atau selama upacara berlangsung.
2.4. Upacara Manyangiang
“Menurut para tokoh masyarakat didesa tewang manyangen kabupaten katingan”
Upacara Manyangiang adalah suatu upacara memohon petunjuk kepada Tuhan beserta manifestasi-Nya untuk memohon kepada para Dewa  atau Sangiang turun ke pantai danum kalunen (ke dunia) untuk memasuki Basir yang melaksanakan suatu upacara yang telah dilaksanakan.
Didalam upacara Manyangiang ini mempunyai beberapa jenis upacara yakni :
a.       Upacara Manyangiang nolak sial atau Tolak Bala
b.      Upacara Manyangiang Manyandah / Pengobatan.
c.       Upacara Manyangiang pakanan Sahur Parapah.


v  Upacara Manyangiang Manulak Bala / Tulak Bala

Upacara ini adalah suatu upacara yang tulus ikhlas untuk memohon bantuan atau perlindungan kepada para Dewa atau Sangiang agar menolak sial dan menjauhinya dari berbagai marabahaya penyakit yang ada di suatu lingkungan setempat kita berada dimana acara Manyangiang ini bersifat sangat sakral, dan berfungsi untuk menjauhkan segala penyakit yang disebabkan oleh roh-roh jahat yang tidak dapat dilihat oleh manusia.

Didalam upacara Manyangiang ini biasanya sarana dan prasarana yang digunakan yaitu Beras yang diisi didalam Sangku, dan diisi dandang Tingang  beserta bunga-bungaan dan beberapa sesajen yang disiapakn berupa babi satu ekor, ayam tiga ekor, amak purun tempat Sangiang duduk, dan sesajen lainnya diletakkan di atas meja yang beralaskan dengan kain yang berwarna-warni dan penduduk (sangku diisi dengan beras dan diletakan kelapa yang sudah dikupas) dan korsi yang beralaskan kain / bahalai tempat Sangiang duduk / Lasang Sangiang, pusun pinang dibuat dan dihias seperti banama, lalu digantung dengan kain bersama sumpit / Ranying Kapandereh Bunu dan berfungsi tempat Sampan Banama namuei. Karena menurut kepercayaan umat Hindu Kaharingan bahwa Sumpit / Ranying Kapandereh Bunu diturunkan di Pantai Danum Kalunen (ke Dunia) yang sekarang ini sangat berguna sebagai sarana upacara.
v  Lanting Bala
Lanting Bala ini biasanya terbuat dari pohon kayu (jalutung) dan lantainya terbuat dari bamban dan sebagian dibuat dari pohon pisang beserta atap terbuat dari kain hitam, salah satu didalamnya ada sebuah patung laki-laki dan perempuan dan patung inilah yang menjadi simbolis sebagai pengemudi lanting tersebut dan membawa segala penyakit, sial yang akan ditolak agar tidak lagi menggaganggu kehidupan manusia.

Di dalam lanting Bala ini dibuat segala sesajen bermacam-macam, sejenis lemang, kue cucur dan lainnya beserta ayam atau tergantung pelaksanaannya, didalam lanting Bala tersebut juga diikat seekor ayam hidup yang berwarna hitam, lalu pada malam hari  upacara Manyangiang tetap berjalan sampai jam 01.00-02.00 WIB malam. Lanting tersebut dihanyutkan di sungai dan diadakan dengan upacara bakahem bersama sebuah perahu dan dipimpin oleh Sangiang guna untuk membersihkan diri agar mereka yang membuat acara terlepas dari sial penyakit, artinya bahwa sial mereka telah hanyut bersama lanting tersebut.
v  Upacara Manyangiang Manyandah / Pengobatan

Upacara ini adalah suatu upacara untuk mengobati orang yang sedang sakit, dimana para Sangiang atau orang Suci yang turun mengobati dan memberikan kesembuhan pada orang yang terkena penyakit. Upacara ini berfungsi untuk memberikan keselamatan atau menolong orang terkena korban dari berbagai macam penyakit.
Sarana yang digunakan dalam upacara ini berupa sesajen, ketupat, ayam dua ekor, Sangku Tambak, beras hambaruan, amak / purun tempat Lasang Sangiang duduk, parapen, garu / manyan.
Pantangan-pantangan bagi orang yang terkena korban tidak boleh keluar dari rumah selama tiga hari kecuali ia menutupi kepalanya.
v  Upacara Manyangiang Pakanan Sahur Parapah

Upacara ini adalah upacara persembahan kepada leluhur / Sahur Parapah, atau leluhur turun memasuki Lasang (Basir yang melaksanakannya) dalam arti ia sedang menerima persembahan yang telah diberikan oleh orang yang bersngkutan.
Sarana yang biasa digunakan Sangku Tambak, Beras Hambaruan, Amak / purun dan tergantung orang yang melaksanakannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEGIATAN PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS KPM, BUMDes, DESAIN DAN RAB

Kamis 7 Desember 2023 Pemerintah Desa Terusan Makmur dan Pemerintah Desa Terusan Mulya mengadakan kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB. Peserta Pelatihan terdiri dari Perangkat Desa, BUMDes, KPM dan Kader Posyandu. Jumlah Narasumber ada 6 diantaranya:  1. HENDRANO, S.P dan RIJALI RAHMAN, S.Pd.I Judul Materi Pemahaman Administrasi BUMDes  2. YUDIANTO,S.H dan ELISE, S.P Judul Materi Pelatihan KPM dan Posyandu  3. SUYONO, S.T dan TITI YULIANTI, S.Pd.I Judul Pelatihan materi Desain RAB kegiatan pelatihan ini dilaksanakan di Aula Kantor Desa Terusan Makmur.  harapan PLH. Kades Terusan Makmur Bapak Anang Amunddin, S.Pd terhadap seleruh pesesta pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB yaitu  1. dapat menambah pengetahuan dalam bidang masing-masing  2. dapat diterapkannya setelah mengikuti pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB ini.

DEWATA NAWA SANGA

Dewata Nawa Sanga, 9 Dewa Peguasa Mata Angin 1. Definisi Dewata Nawasanga adalah sembilan dewa atau manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang menjaga atau menguasai sembilan penjuru mata angin. Sembilan dewa itu adalah Dewa Wisnu, Sambhu, Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, dan Siwa. 2. Penjelasan Tentang Atribut Dewata Nawasanga a. Dewa Wisnu Arah : Utara/Uttara Pura : Batur Aksara : Ang Senjata : Cakra Warna : Hitam Urip : 4 Panca Wara : Wage Sapta Wara : Soma Sakti : Dewi Sri Wahana : Garuda Fungsi : Pemelihara b. Dewa Sambhu Arah : Timur Laut/Airsanya Pura : Besakih Aksara : Wang Senjata : Trisula Warna : Biru/Abu-Abu Urip : 6 Panca Wara : Sapta Wara : Sukra Sakti : Dewi Mahadewi Wahana : Wilmana c. Dewa Iswara Arah : Timur/Purwa Pura : Lempuyang Aksara : Sang Senjata : Bajra Warna : Putih Urip : 5 Panca Wara : Umanis Sapta Wara : Redite Sakti : Dewi Uma Wahana : Gajah Putih d. Dewa

LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN

  LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN 1.1     Latar belakang Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya. Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi , yaitu upaya memanusiakan manusia, maka para pendidik perlu memahami hakikat manusia sebagai salah satu landasannya. Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan berimplikasi terhadap konsep dan praktek pendidikannya. Ada dua alasan mengapa para pendidik perlu memiliki landasan filosofis pendidikan. Pertama, karena pendidikan bersifat normatif maka dalam rangka pendidikan diperlukan asumsi atau sesuatu titik tolak yang bersifat normatif pula. Asumsi-asumsi pendidikan yang bersifat normatif tersebut an