Langsung ke konten utama

FILSAFAT BARAT



(Perspektif Filsafat Barat Modern Dan Kontemporer)
oleh I GEDE DARMAWAN
2.1  Sekilas Tentang Kerohanian Sapta Darma
Kerokhanian Sapta Darma merupakan salah satu aliran dari kepercayaan kejawen berasal dari jawa dan lahir dari jawa asli tepatnya turun di Pare Kediri pada tanggal 27 Desember 1952 yang wahyu tersebut diterima oleh Bp Hardjopoero (seorang tukang cukur) berupa wahyu ajaran sujud (cara manembah(suatu cara atau jalan melakukan doa) kepada Yang Maha Esa) sekarang disebut Bapa Panuntun Agung Sri Gutama. Sejak tahun 1952 sampai sekarang Kerokhanian Sapta Darma ajarannya sudah tersebar luas di berbagai wilayah Indonesia bahkan sampai keluar negeri dan sekarang pusat di Surakarsan Yogyakarta. Tempat ibadah untuk  Kerokhanian Sapta Darma namanya sanggar berbentuk persegi yang biasanya panjangnya 7×7 meter untuk yang ukuran kecil yang ukuran besar 9x9m ataupun  11×11 m, disetiap sangar ada pemimpinnya dengan istilah tuntutan yang secara strukturalnya disebutkan sebagai berikut tuntunan pusat sebagai tuntunan seluruh penghayat Kerokhanian Sapta Darma, tuntunan wilayah I sebagai tuntunan se-karisidenan, tuntunan wilayah II sebagai tuntunan se-kabupaten dan tuntunan wilayah III sebagai tuntunan se-kecamatan.
Dengan turunnya wahyu sujud sebagai dasar untuk penghayat Kerokhanian Sapta Darma ini, sujud dilakukan sedikitnya satu kali dalam sehari dapat dilakukan sendiri dan juga dapat dilakukan secara bersama oleh beberapa penghayat. Tata cara sujud yang dilakukan sebagai berikut Bersila diatas kain putih berukuran 1 m belah ketupat (istilah kain putih disebut mori), kaki kanan didepan, badan tegap, tangan sedakep tangan kanan didepan kemudian mata menatap pucuk mori tersebut bersama memperhatikan masuk dan keluarnya nafas sampai mata tertutup sendiri lalu sujud tidak boleh konsentrasi tetapi harus semeleh dan pasrah menerima apa adanya kemudian dari ketenangannya kepala sampai terjatuh ke tanah istilahnya penyebutannya bungkukan lalu pengucapan doa dan seterusnya sampai 3x. dan untuk doa yang di ucapkan sebagai berikut Allah Yang Maha Agung, Rohkim, Adil, untuk bungkukan pertama: Yang Maha Suci Sujud Yang Maha Kuasa 3x, bungkukan yang kedua: Yang Maha Suci Nyuwun Ngapuro Yang Maha Kuasa 3x, bungkukan yang ketiga: Yang Maha Suci  Martobat Yang Maha Kuasa 3x dan untuk yang terakhir Yang Maha Suci Ngaturaken Agung panuwun Yng Maha Kwasa. Dan untuk lamanya dalam sujud biasanya Tergantung dari penghayat, tetapi biasanya setengah jam paling sedikit, Ada yang sampai 2 jam dan Lama dan tidaknya sujud tergantung rasa dari penghayat tetapi pada umumnya semalam sujud 2 sampai 3 kali sujud, untuk sujud bersama yang pertama dimulai jam 07.00 selesai kurang dari jam 09.00 kemudian istirahat sekitar setengah jam lalu sujud yang kedua jam 10.00 sampai kurang dari jam 12.00 malam.
Sebelum melakukan sujud biasanya salah satu orang menembangkan salah satu tembang macapat (biasanya lima bait salah satu tembang macapat) sebagai pengantar. Teks tembang macapat diambil dari  serat Wedha Darma merupakan rangkaian petikan-petikan serat yaitu serat Wedha Tama, Wulang Reh, Kalatidha, dan sekar pengiring doa karya-karya penghayat.
Di Sragen, penghayat dalam sujudnya dilakukan disanggar yang setiap harinya ada orang berkumpul untuk sujud bersama kurang lebih ada sekitar lima sampai sepuluh orang yang kebanyakan laki-laki. Pada umumnya untuk sujud bersama permulaannya ditembangkan tembang macapat oleh salah satu penghayat dan terdapat uniknya lagi disela-sela istirahat disitu terdapat dialog interaktif membahas tentang teks tembang macapat yang ditembangkan, kehidupan seharian, ajaran-ajaran kerokhanian sapta darma dan masalah-masalah dalam melakukan sujud. Ajaran-ajaran yang berupa wejangan dari Bp Hardjasapoera sebagai berikut:
Sapda panuntun agung sri gutama: Galilah rasa yang meliputi seluruh tubuhmu(kepribadianmu yang asli).
Dengan itu marilah semuanya bersama menggali dengan teliti sampai menemukan dan mengerti  adanya saya
a.             Saya dapat disebut orang baik jika saya juga tabah seandainya disebut orang yang jahat, kalau mau dikatakan orang baik jangan takut disebut orang jahat
b.            Sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti
c.             Wani ngalah luhur wekasane (ngalah iku kasihane Allah)
d.            Jangan berebut benar lebih baiknya belajar berebut salah.
e.             Belajar memaafkan kesalahan orang lain, karena itu saya sendiri juga dapat salah (watak dari satriya).
f.             Menyesal dengan kejadian yang sudah berlangsung, atau kuwatir dengan kejadian yang akan datang itu tidak ada gunanya “was sumelang” (sifat itu merupakan wujud dari kesetiaan manusia kepada Yang Maha Kuasa)
Dari ketuju wejangan itu adalah merupakan sebagian dari ajaran kerokhanian sapta darma, dari itu akan dilihat dari Filsafat Barat Modern dan Kontemporer,   apakah terdapat keselarasan maupun hubungan yang dilihat Dari Filsafat Barat Modern dan Kontemporer dengan ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya.
2.2  Agama dan Filsafat di Barat
Agama memang tidak mudah diberi definisi, karena agama mengambil berbagai bentuk sesuai dengan pengalaman pribadi masing-masing. Meskipun tidak terdapat definisi yang universal, namun dapat disimpulkan bahwa sepanjang sejarah manusia telah menunjukkan rasa “suci”, dan agama termasuk dalam kategori “hal yang suci”. Kemajuan spiritual manusia dapat diukur dengan tingginya nilai yang tidak terbatas yang diberikan kepada obyek yang disembah. Hubungan manusia dengan “yang suci” menimbulkan kewajiban, baik untuk melaksanakan maupun meninggalkan sesuatu. Di dalam setiap agama, paling tidak ditemukan empat ciri khas. Pertama, adanya sikap percaya kepada Yang Suci. Kedua, adanya ritualitas yang menunjukkan hubungan dengan Yang Suci. Ketiga, adanya doktrin tentang Yang Suci dan tentang hubungan tersebut. Keempat, adanya sikap yang ditimbulkan oleh ketiga hal tersebut. Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di muka bumi, sesuai dengan asalnya, dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, agama samawi (agama langit), yaitu agama yang dibangun berdasarkan wahyu Allah. Kedua, agama ardli (agama bumi), yaitu agama yang dibangun berdasarkan kreasi manusia(budiyanto,2000). Dari situ terdapat perbedaan dengan agama universial dibarat yang merupakan agama yang kepercayaannya disajikan untuk semua umat manusia. Agama ini menganggap dirinya punya kebenaran penuh tentang realitas, pengetahuan, dan nilai, sehingga pemeluknya merasa berkewajiban menyampaikan kepada semua umat manusia. Agama universal yang dimaksud di Indonesia adalah agama Kristen, Islam, Hindu, Budha, Konghucu.
a.      Filsafat Barat Modern
Di abad pertengahan, filsafat mencurahkan perhatian terhadap masalah metafisik. Saat itu sulit membedakan mana yang filsafat dan mana yang gereja. Sedangkan periode sejarah yang umumnya disebut modern memiliki sudut pandang mental yang berbeda dalam banyak hal, terutama kewibawaan gereja semakin memudar, sementara otoritas ilmu pengetahuan semakin kuat. Masa filsafat modern diawali dengan munculnya renaissance sekitar abad XV dan XVI M, yang bermaksud melahirkan kembali kebudayaan klasik Yunani-Romawi. Problem utama masa renaissance, sebagaimana periode skolastik, adalah sintesa agama dan filsafat dengan arah yang berbeda. Era renaissance ditandai dengan tercurahnya perhatian pada berbagai bidang kemanusiaan, baik sebagai individu maupun sosial.
Di antara filosof masa renaissance adalah Francis Bacon (1561-1626). Ia berpendapat bahwa filsafat harus dipisahkan dari teologi. Meskipun ia meyakini bahwa penalaran dapat menunjukkan Tuhan, tetapi ia menganggap bahwa segala sesuatu yang bercirikan lain dalam teologi hanya dapat diketahui dengan wahyu, sedangkan wahyu sepenuhnya bergantung pada penalaran. Hal ini menunjukkan bahwa Bacon termasuk orang yang membenarkan konsep kebenaran ganda (double truth), yaitu kebenaran akal dan wahyu. Puncak masa renaissance muncul pada era Rene Descartes (1596-1650) yang dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern dan pelopor aliran Rasionalisme. Argumentasi yang dimajukan bertujuan untuk melepaskan diri dari kungkungan gereja. Hal ini tampak dalam semboyannya “cogito ergo sum” yang artinya saya berpikir maka saya ada (budiyana,2000).Pernyataan ini sangat terkenal dalam perkembangan pemikiran modern, karena mengangkat kembali derajat rasio dan pemikiran sebagai indikasi eksistensi setiap individu. Dalam hal ini, filsafat kembali mendapatkan kejayaannya dan mengalahkan peran agama, karena dengan rasio manusia dapat memperoleh kebenaran.
Tetapi dari pemikiran modern manusia dituntut dan dihadapkan kepada permasalahan yang sangat kompeks, indikasinya eksistensi setiap individu lebih dipentingkan daripada kepentingan umum  akibatnya banyak manusia yang lupa akan hidupnya. Salah satu penyebabnya adalah tuntutan jaman yang semakin lama semakin maju membuat manusia lebih mementingkan keduniawian “jasmani” daripada rohani. Sebagai contoh banyaknya penyimpangan-penyimpangan sosial seperti maraknya KKN “sudah menjadi kebiasaan”, maraknya peredaran narkoba, maraknya penipuan-penipuan, maraknya pencurian, dan juga maraknya pelecehan sexsual yang kesemua itu dapat diketahui di media massa setiap harinya. Cross cek pada diri kita masing-masing, bagaimana kita dalam menanggapi masalah tersebut, pengaruh-pengaruh seperti apa saja yang membuat banyak menusia berperilaku menyimpang dan apa yang hendaknya kita lakukan.
b.      Filsafat Barat Kontemporer.
Pada awal abad XX, di Inggris dan Amerika muncul aliran Pragmatisme yang dipelopori oleh William James (1842-1910). Sebenarnya, Pragmatisme awalnya diperkenalkan oleh C.S. Pierce (1839-1914). Menurutnya, kepercayaan menghasilkan kebiasaan, dan berbagai kepercayaan dapat dibedakan dengan membandingkan kebiasaan yang dihasilkan. Oleh karena itu, kepercayaan adalah aturan bertindak. William James berpendapat bahwa teori adalah alat untuk memecahkan masalah dalam pengalaman hidup manusia. Karena itu, teori dianggap benar, jika teori berfungsi bagi kehidupan manusia. Sedangkan agama, menurutnya, mempunyai arti sebagai perasaan (feelings), tindakan (acts) dan pengalaman individu manusia ketika mencoba memahami hubungan dan posisinya di hadapan apa yang mereka anggap suci. Dengan demikian, keagamaan bersifat unik dan membuat individu menyadari bahwa dunia merupakan bagian dari sistem spiritual yang dengan sendirinya memberi nilai bagi atau kepadanya. Agak berbeda dengan William James, tokoh Pragmatisme lainnya, John Dewey (1859-1952) menyatakan bahwa tugas filsafat yang terpenting adalah memberikan pengarahan pada perbuatan manusia dalam praktek hidup yang harus berpijak pada pengalaman. Pada saat yang bersamaan, juga berkembang aliran Fenomenologi di Jerman yang dipelopori oleh Edmund Husserl (1859-1938). Menurutnya, untuk mendapatkan pengetahuan yang benar ialah dengan menggunakan intuisi langsung, karena dapat dijadikan kriteria terakhir dalam filsafat. Baginya, Fenomenologi sebenarnya merupakan teori tentang fenomena; ia mempelajari apa yang tampak atau yang menampakkan diri. Pada abad tersebut juga lahir aliran Eksistensialisme yang dirintis oleh Soren Kierkegaard (1813-1855). Tokoh terpenting dalam aliran ini adalah Jean Paul Sartre (1905-1980) yang berpandangan atheistik. Menurutnya, Tuhan tidak ada, atau sekurang-kurangnya manusia bukan ciptaan Tuhan. Eksistensi manusia mendahului esensinya; manusia bebas menentukan semuanya untuk dirinya dan untuk seluruh manusia. (Budiyanto,2000).
Meskipun rasionalisme Eropa memperoleh kemenangan, ternyata menyimpan beberapa keretakan yang pada gilirannya menimbulkan reaksi, seperti lahirnya anti rasionalisme, humanisme, dan lain-lain. Periode kontemporer di Barat juga ditandai dengan adanya keinginan yang demikian kuat untuk kembali kepada ajaran agama dikarenakan mulai menyadari bahwa era modern telah melahirkan kehidupan yang kering dalam spiritual dan tidak bermakna.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEGIATAN PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS KPM, BUMDes, DESAIN DAN RAB

Kamis 7 Desember 2023 Pemerintah Desa Terusan Makmur dan Pemerintah Desa Terusan Mulya mengadakan kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB. Peserta Pelatihan terdiri dari Perangkat Desa, BUMDes, KPM dan Kader Posyandu. Jumlah Narasumber ada 6 diantaranya:  1. HENDRANO, S.P dan RIJALI RAHMAN, S.Pd.I Judul Materi Pemahaman Administrasi BUMDes  2. YUDIANTO,S.H dan ELISE, S.P Judul Materi Pelatihan KPM dan Posyandu  3. SUYONO, S.T dan TITI YULIANTI, S.Pd.I Judul Pelatihan materi Desain RAB kegiatan pelatihan ini dilaksanakan di Aula Kantor Desa Terusan Makmur.  harapan PLH. Kades Terusan Makmur Bapak Anang Amunddin, S.Pd terhadap seleruh pesesta pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB yaitu  1. dapat menambah pengetahuan dalam bidang masing-masing  2. dapat diterapkannya setelah mengikuti pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB ini.

DEWATA NAWA SANGA

Dewata Nawa Sanga, 9 Dewa Peguasa Mata Angin 1. Definisi Dewata Nawasanga adalah sembilan dewa atau manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang menjaga atau menguasai sembilan penjuru mata angin. Sembilan dewa itu adalah Dewa Wisnu, Sambhu, Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, dan Siwa. 2. Penjelasan Tentang Atribut Dewata Nawasanga a. Dewa Wisnu Arah : Utara/Uttara Pura : Batur Aksara : Ang Senjata : Cakra Warna : Hitam Urip : 4 Panca Wara : Wage Sapta Wara : Soma Sakti : Dewi Sri Wahana : Garuda Fungsi : Pemelihara b. Dewa Sambhu Arah : Timur Laut/Airsanya Pura : Besakih Aksara : Wang Senjata : Trisula Warna : Biru/Abu-Abu Urip : 6 Panca Wara : Sapta Wara : Sukra Sakti : Dewi Mahadewi Wahana : Wilmana c. Dewa Iswara Arah : Timur/Purwa Pura : Lempuyang Aksara : Sang Senjata : Bajra Warna : Putih Urip : 5 Panca Wara : Umanis Sapta Wara : Redite Sakti : Dewi Uma Wahana : Gajah Putih d. Dewa

LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN

  LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN 1.1     Latar belakang Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya. Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi , yaitu upaya memanusiakan manusia, maka para pendidik perlu memahami hakikat manusia sebagai salah satu landasannya. Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan berimplikasi terhadap konsep dan praktek pendidikannya. Ada dua alasan mengapa para pendidik perlu memiliki landasan filosofis pendidikan. Pertama, karena pendidikan bersifat normatif maka dalam rangka pendidikan diperlukan asumsi atau sesuatu titik tolak yang bersifat normatif pula. Asumsi-asumsi pendidikan yang bersifat normatif tersebut an