Langsung ke konten utama

basarah



Tata Cara Basarah Umat Hindu Kaharingan
Hindu mempercayai bahwa manusia terlahir berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Tubuh hanya merupakan wadah dari Atman yaitu percikan terkecil Tuhan Yang Maha Esa yang menghidupi manusia. Tuhan adalah awal dari segala kejadian alam semesta ini beserta isinya. Jelas disebutkan dalam kitab panaturan pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “ jaman dahulu kala, permulaan segala masa, yang ada IA adalah awal kejadian, Ia Yang Maha Sempurna diliputi kekuatan dan kekuasaanNYA, menyatu didalam keagungan dan kemuliaanNya. Dengan menyadari hakekat hidup ini manusia senantiasa selalu ingat kepada sang pencipta untuk mengucap syukur atas segala anugrah-Nya, mengagungkan kemuliaan dan kekuasaan-Nya. Manusia membutuhkan suatu kesempatan dan suasana khusus untuk berhubungan dengan sang pencipta, salah satunya adalah suasana sakral dalam basarah. Basarah memiliki makna yaitu bersatunya umat hindu kaharingan di tempat yang suci untuk melakukan pemujaan kepada Tuhan dengan melantunkan nyanyian-nyanyian suci kepada Tuhan. Semua umat memusatkan pikiran pada satu tujuan yaitu Tuhan Yang Maha Esa Ranying Hatalla. Untuk mengantarkan doa umat diperlukan sarana-sarana sebagai mediasi penghubung umat Hindu kaharingan kepada Ranying Hatalla. Sarana tersebut meliputi:
a.       Sangku tambak Raja, dalam bahasa Sangiang disebut dengan sangku tambak raja, saparanggun dalam kangatil bawak Lamiang yang berarti sangku ini telah dilengkapi dengan alat-alat upacara basarah.
b.      Sangku di isi dengan beras yang merupakan simbol kasihsayang Ranying Hatalla kepada keturunan Raja Bunu agar dapat hidup didunia sebab Raja Bunu berbeda dari saudaranya Raja Sangiang dan raja Sangen yang bisa hidup dengan memakan pantar pinang. Beras diyakini mengandung kemahakuasaan Ranying Hatalla sehingga mampu menghubungkan umat dengan Ranying hatalla.
c.       Bulu ekor tingang, yang dalam bahasa sangiang disebut Dandang Tingang yang merupakan salah satu penciptaan Ranying hatalla melalui perubahan wujud luhing pantung Tingang yang terlepas dan kejadian dengan keberadaan Nyalung Kaharingan Belum pada saat Raja Bunu menerimanya dari Ranying Hatalla yang kemudian berubah wujudnya menjadi seekor burung tingang. Bulu ekor tingan nampak berwarna putih dan hitam tetapi letak warna hitam berada ditengah yang memisahkan warna putih sehingga tampak warna putih, hitam dan putih lagi. Warna tersebut memiliki makna simbolis yaitu warna putih diatas melambangkan alam kekuasaan Ranying Hatalla, warna hitam adalah simbol dunia tempat tinggal bagi keturunan Raja Bunu yaitu umat manusia menjalani kehidupan yang diliputi dengan suka dan duka, bahagia serta menghadapi berbagai cobaan. Sedangkan warna putih dibagian bawah melambangkan alam yang suci yang dapat melalui usaha seperti mengamalkan ajaran-ajaran ranying Hatalla, selalu berbuat dharma dan juga melaksanakan Upacara Tiwah sebagai salah satu usaha kembali kepada ranying Hatalla. Dengan memahami makna simbolis dari Bulu Burung Tingang umat kaharingan biasanya selalu menggunakan bulu burung Tingang pada acara-acara tertentu bahkan dijadikan sebagai aksesoris bagi penari tradisional.
d.      Giling Pinang yang terbuat dari sirih yang diolesi kapur kemudian dilipat dan dibentuk menyerupai kerucut selanjutnya diisi pinang yang sudah dibelah beserta ampenan (tembakau) sedikit dan Rokok. Giling pinang dan Rokok biasanya dibuat sebanyak 7.
e.       Uang logam atau uang singgah hambaruan berfungsi sebagai pelengkap atas kekurangan-kekurangan sarana basarah.
f.       Bunga yang melambankan keindahan, hendaknya bunga yang dipersembahkan adalah bunga yang harum sehingga Ranying Hatalla berkenan menerima persembahan tersebut. Biasa bunga yang digunakan berwarna merah yang melambangkan Raja Tunggal Sangomang yaitu manifestasi Ranying Hatalla sebagai pencipta dan juga lambang keberanian dalam menegakkan kebenaran demi kedamaian umat manusia, bunga warna putih melambangkan kesucian dan ketulusan hati dimana persembahan akan diterima apabila dipersembahkan dengan hati yang tulus dan pikiran yang suci. Serta bunga warna kuning yang melambangkan kekuasaan Ranying Hatalla dalam memelihara alam semesta beserta isinya dan sebagai lambang keteguhan hati umat manusi dalam melaksanakan karma tanpa terikat pada hasilnya.
g.      Telur ayam kampung atau tanteluh manuk Darung tingang yang berfungsi menetralisir hal-hal buruk yang ada pada diri manusia. Cairan telur dioleskan pada dahi dengan harapan semoga Ranying Hatalla memberikan sinar sucinya kepada manusia melalui telur yang telah disucikan.
h.      Beras hambaruan yaitu beras yang dipilih karena baik dan bersih berjumlah sebanyak 7 biji dan dibungkus dengan kain. Beras hambaruan ini melambangkan tujuh kemahakuasaan Ranying Hatalla yaitu Raja Uju Hakanduang.
i.        Minyak kelapa yang dibuat dari kelapa yang diparut dan dibuat minyak. Menurut mithologi kaharingan pohon kelapa merupakan penjelmaan dan penyatuan dari kepala mangku Amat sangen dengan Nyai jaya Sangiang. Diharapkan setelah manyak kelapa tersebut dioleskan pada diri umat dapat meluruskan segala pikiran-pikiran yang tidak lurus dan mampu menghangatkan iman dari umat agar lebih berbhakti kepada Ranying Hatalla.
j.        Tampung Tawar yaitu dibuat dari daun kelapa yang dianyam sedemikian rupa sehingga dapat memercikan Nyalung Kaharingan Belum yaitu Air Suci kehidupan yang diperoleh melalui Upacara. Air suci kehidupan berfungsi mensucikan pikiran, perkataan dan perbuatan umat kaharingan sehingga bisa menjadi lebih baik dikemudian hari.
k.      Kain lapik sangku yaitu kain untuk alas Sangku tambak Raja yang melambangkan keindahan alam semesta dan kemahakuasaan Ranying Hatalla.
l.        Perapen atau dapat digunakan dupa, dupa dibakar dimana asap dupa berfungsi membakar energi negatif yang ada dialam sehingga tercipta suasana tenang dan proses persembahyangan dapat berjalan dengan Khidmat dan suci.

Setelah semua sarana tersebut disusun ditempatnya masing-masing akan terlihat sangat indah dan tidak hanya indah tetapi berfungsi tinggi yaitu dapat menghubungkan umat manusia kepada Ranying Hatalla. Bagi umat Hindu Kaharingan yaitu suku Dayak asli selalu menggunakan apa yang ada dialam semesta untuk sarana persembahyangan dengan tidak terlepas dari pemahaman makna dari simbol-simbol yang digunakan.
Dalam pelaksanaan Basarah ada urutan-urutan acara yaitu:
a.       Manggaru Sangku Tambak Raja.
b.      Do’a Tamparan Basarah.
c.       Mengandayu Kandayu Sangku Tambak raja.
d.      Membaca wahyu suci Ranying Hatalla yang tersurat dalam Kitab Panaturan.
e.       Mengandayu Kandayu Mantang Kayu Erang.
f.       Pandehen.
g.      Mengandayu Kandayu Parawei.
h.      Do’a Kahapus Basarah.
i.        Mambuwur hambaruan, mamantis undus dan manampung tawar, menyaki memalas dengan telur ayam kampung.
Menggaru sangku yaitu menyerahkan segala persembahan sebagai perwujudan jiwa raga kepada Ranying Hatalla dengan Mantra khusus yang pada intinya adalah bermaksut menyampaikan apa saja yang dipersembahkan dan menyampaikan harapan dan do’a kepada Ranying Hatalla. Dan apabila menggaru telah dilaksanakan berarti Basarah telah dimulai. Mantra yang disampaikan tidak harus terpaku pada do’a yang tertulis pada buku talatah basarah tapi harus didukung dengan memahami tujuan daripada apa yang dipersembahkan, jadi ketika menggaru yang harus diperhatikan adalah isi yang ada dalam sangku tambak raja serta tidak menyebut apa yang tidak ada didalam sangku.
Do’a tamparan basarah adalah do’a memohon agar pelaksanaan basarah dapa berlangsung lancar dan umat mendapat berkah serta karuna dari Ranying hatalla. Dan do’a kahapus basarah adalah do’a untuk mengakhiri basarah. Kandayu ialah kidung suci umat Hindu kaharingan yang dinyanyikan secara bersama pada saat melakukan upacara persembahyangan basarah.

Keindahan Kandayu Menumbuhkan Suasana Suci Pada Saat Basarah
Manusia dicipatakan dengan dianugrahi suara yangkhas dan berbeda satu sama lain dan dengan suara yang indah itu hendaknya digunakan sebagaiman mestinya. Hendaknya manusia senantiasa mengeluarkan kata-kata yang baik bahkan bila bisa hendaknya suara tersebut digunakan untuk melantunkan kidung-kidung suci mengagungkan kemuliaan Tuhan yang Maha Esa. Salah satu nyanyian suci umat hindu kaharingan adalah kandayu. Kandayu dalam basarah ada empat macam yaitu:
a.       Kandayu sangk tambak raja yang berisikan tentang maksud dan tujuan basarah dengan maksud menyerahkan persembahan suci berupa sangku tambak raja beserta isinya kepada Ranying Hatalla serta memohon agar Ranying Hatalla memberikan sinar sucinya kepada umat manusia sehingga mampu menghadapi segala masalah dalam kehidupan ini. Kandayu ini terdiri dari 21 bait. Kandayu sangku Tambak Raja bait 10 berbunyi :
Sangku Inyarah Puna Bagulung, Behas Imintih Bangkusan Timpung.
Panyalumpuk Entang Penyang Hatampung, Sama Belum Tatau Manyambung.
b.      Kandayu Mantang kayu Erang yang berisi menceritakan tentang perjalanan Banama Tingang Mandulang Bulau Untung Aseng Panjang pada saat Balian Balaku Untung. Dengan mendengarkan kisah perjalanan Mantang Kayu Erang diharapkan agar manusia didalam kehidupannya selalu mendapatkan rejeki, umur panjang, sehat dan sejahtera. Kandayu Mantang kayu Erang terdiri dari 12 bait, adapun bait 1 berbunyi:
Atei Itah Harajur Mangenang, Maniruk Auh Te Sapanja-Panjang.
 Auh Lunas Jalan Malempang, Panamuei Randung Banama Tingang.
c.       Kandayu Parawei bermaksud mengungkapkan rasa syukur dan terimakasih atas anugerah Ranying Hatalla kepada umat kaharingan yang telah menciptakan alam semesta beserta isinya. Sehingga akan tumbuk kesadaran di hati umat untuk memelihara keseimbangan kehidupandengan alam semesta. Dengan cara mengamalkan ajaran Tri Hita Karana. Kandayu ini terdiri dari 114 bait, adapun bait 2 berbunyi:
Kilat Panjang Nyahu Batengkung, Nyahu Marawei Utus Bagulung.
Tegah I-Uap Je Gadung Untung, Dimpah Rahusan Tasik Malambung.
d.      Kandayu mambuwur behas Hambaruan yaitu berisi tentang harapan dan do’a yang telah dianugrahi oleh Ranying Hatalla dapat menyatu dan berguna bagi kehidupan umat manusia. Kandayu ini terdiri dari 7 bait disesuaikan dengan beras hambaruan yang berjumlah 7 biji yang melambangkan kemahakuasaan Ranying Hatalla dalam manifestasinya Raja Uju Hakanduang. Adapun bait ke-7 berbunyi :

Nutuh Bulau Pungkal Raja, Hajamban Asin Ranying Hatalla.
Bawi Hatue Bakas Tabela, Kurik Hai Dia Imbeda.
Ketika semua umat mengandanyu menyatukan suara pada nada  yang seragam akan terdengar sangat merdu dan indah bahkan bila itu dilakukan dengan penuh penghayatan  membuat jiwa merinding dan suasana menjadi sangat suci. Pada saat inilah semua umat mencoba melupakan semua aktivitas keduniawian dan fokus pada satu tujuan yaitu menyatukan pikiran kepada Ranying Hatalla. Dalam Reg Weda (1.163.39) disebutkan:
Yang abadi, Nyanyian weda yang ada dialam suci tempat perwujudan semua yang bersinar, nyanyian weda tiada berfaedah bagi yang dungu, tetapi mereka yang memahami dan menghayati serta mempersembahkan kidung suci akan sempurna.
Dengan memahami dan sungguh-sungguh menghayati setiap kidung suci maka apa yang akan menjadi pengharapan pasti akan terkabulkan. Dalam Regweda VIII.69.8 disebutkan:
Nyanyikanlah, nyanyikanlah lagu pujaanmu, O Para bakti, nyanyikanlah, persembahkanlah kidungmu padaNya yang laksana istana yang kokoh.
RegWeda X.68.1 berbunyi:
Laksana air yang jernih keluar dari gunung, kidung suci dipersembahkan kepada Tuhan.
Demikianlah peranan kidung atau kandayu dalam upacara keagamaan sehingga kandayu atau kidung sangat penting untuk menjadi sebuah persembahan yang suci. Dengan kidung dan kandayu diharapkan dapat menjadi penghubung antara umat manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kidung atau kandayu tidak hanya terdengar indah dan syahdu tetapi juga memiliki nilai luhur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEGIATAN PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS KPM, BUMDes, DESAIN DAN RAB

Kamis 7 Desember 2023 Pemerintah Desa Terusan Makmur dan Pemerintah Desa Terusan Mulya mengadakan kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB. Peserta Pelatihan terdiri dari Perangkat Desa, BUMDes, KPM dan Kader Posyandu. Jumlah Narasumber ada 6 diantaranya:  1. HENDRANO, S.P dan RIJALI RAHMAN, S.Pd.I Judul Materi Pemahaman Administrasi BUMDes  2. YUDIANTO,S.H dan ELISE, S.P Judul Materi Pelatihan KPM dan Posyandu  3. SUYONO, S.T dan TITI YULIANTI, S.Pd.I Judul Pelatihan materi Desain RAB kegiatan pelatihan ini dilaksanakan di Aula Kantor Desa Terusan Makmur.  harapan PLH. Kades Terusan Makmur Bapak Anang Amunddin, S.Pd terhadap seleruh pesesta pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB yaitu  1. dapat menambah pengetahuan dalam bidang masing-masing  2. dapat diterapkannya setelah mengikuti pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB ini.

DEWATA NAWA SANGA

Dewata Nawa Sanga, 9 Dewa Peguasa Mata Angin 1. Definisi Dewata Nawasanga adalah sembilan dewa atau manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang menjaga atau menguasai sembilan penjuru mata angin. Sembilan dewa itu adalah Dewa Wisnu, Sambhu, Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, dan Siwa. 2. Penjelasan Tentang Atribut Dewata Nawasanga a. Dewa Wisnu Arah : Utara/Uttara Pura : Batur Aksara : Ang Senjata : Cakra Warna : Hitam Urip : 4 Panca Wara : Wage Sapta Wara : Soma Sakti : Dewi Sri Wahana : Garuda Fungsi : Pemelihara b. Dewa Sambhu Arah : Timur Laut/Airsanya Pura : Besakih Aksara : Wang Senjata : Trisula Warna : Biru/Abu-Abu Urip : 6 Panca Wara : Sapta Wara : Sukra Sakti : Dewi Mahadewi Wahana : Wilmana c. Dewa Iswara Arah : Timur/Purwa Pura : Lempuyang Aksara : Sang Senjata : Bajra Warna : Putih Urip : 5 Panca Wara : Umanis Sapta Wara : Redite Sakti : Dewi Uma Wahana : Gajah Putih d. Dewa

LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN

  LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN 1.1     Latar belakang Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya. Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi , yaitu upaya memanusiakan manusia, maka para pendidik perlu memahami hakikat manusia sebagai salah satu landasannya. Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan berimplikasi terhadap konsep dan praktek pendidikannya. Ada dua alasan mengapa para pendidik perlu memiliki landasan filosofis pendidikan. Pertama, karena pendidikan bersifat normatif maka dalam rangka pendidikan diperlukan asumsi atau sesuatu titik tolak yang bersifat normatif pula. Asumsi-asumsi pendidikan yang bersifat normatif tersebut an