Langsung ke konten utama

kedudukan bhakti


Kedudukan Bhakti di Dalam Kerangka Dasar Agama Hindu 

Print
E-mail


Umat Sedharma yang berbahagia, Kata Bhakti berasal dari urat kata BAJ berasal dari bahasa sanskerta yang berarti terikat pada Tuhan, dari urat kata ini terbentuklah kata Bhakti yang artinya kasih sayang.
Kedudukan Bhakti di dalam konsepsi kerangka dasar agama Hindu yaitu : Karma, Bhakti, Jnana, yang hampir pararel dengan konsepsi Tatwa atau filsafat, Etika atau Susila, Upacara atau Yadnya.
Ketiga krangka dasar ini diyakini sebagai jalan atau marga dalam usaha menghubungkan diri dengan Tuhan, sehingga sering ditambah atau digabungkan dengan marga atau yoga, dengan penambahan ini maka terbentuklah istilah :
1. Karma marga atau karma yoga
2. Bhakti marga atau bhakti yoga
3. Jnana marga ataujnana yoga
Umat Se-dharma yang saya hormati, beberapa ahli sering menyatakan bahwa: kerangka dasar agama Hindu itu dibedakan menjadi empat bagian yaitu:
1. Karma marga
2. Bhakti marga
3. Jnana marga
4. Rajayoga
Pada bagian yang keempat ini yaitu raja yoga merupakan puncak jnana marga sehingga dimasukkan pada jnana marga. Dasar pertimbangannya adalah :
1. Raja yoga yang identik dengan semadhi merupakan puncak realisasi dari Jnana marga.
2. Klasifikasi tiga bukan empat, merupakan klasifikasi yang paling umum, paling disenangi, dan paling dominan dalam konsep-konsep pemikiran agama Hindu.
3. Klasifikasi tiga merupakan kesatuan yang bulat dan sulit dipisahkan, tetapi hanya dapat dibedakan secara teoritis
Umat Se-dharma yang saya hormati, kedudukan bhakti sebenarnya merupakan bagian yang integral dengan karma dan jnana. Artinya seseorang yang melaksanakan karma marga tanpa disertai dengan rasa bhakti, maka akan kehilangan kehalusan rasa, dan etika sehingga menimbulkan perbuatan yang kasar dan memungkinkan akan melanggar tatakrama ditinjau secara sosiokultural. Demikian pula bila seseorang melaksanakan jnana tanpa disertai dengan rasa bhakti kehadapan Tuhan maka akan terasa kering tanpa rasa.
Oleh karena itu kedudukan bhakti dalam tiga kerangka dasar konsepsi itu mempunyai peranan yang sangat penting, karena tanpa rasa bhakti seseorang akan menjadi sombong, angkuh, egois dan kehilangan keseimbangan dalam melaksanakan stabilitas kehidupan.
Bila kedudukan rasa bhakti itu dikaitkan dengan Tri Marga atau organ tubuh manusia dalam kehidupan dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Jnana adalah proses kegiatan yang lebih menonjolkan aktivitas berpikir sehingga kedudukannya terletak di kepala.
2. Bhakti adalaha proses kegiatan rasa yang lebih menonjolkan aktivitas intuisi perasaan yang berkedudukan dalam hati manusia.
3. Karma adalah proses kegiatan, tindakan, atau perbuatan yang lebih menonjolkan aktivitas gerak anggota badan sehingga kedudukannya terletak pada kaki dan tangan.
Ketiga konsepsi itu sebenarnya tri tunggal yang merupakan suatu kesatuan yang lebih banyak berpangkal pada jnana, karena berpusat pada pikiran manusia, tanpa pikiran seseorang akan sulit melakukan kegiatan apapun, dari pikiran direalisasikan dalam perkataan, dari perkataan diwujudkan dalam suatu perbuatan.
Ketiga konsepsi ini sering diberi kode "tiga H" :
1. Head : Kepala; tempat pusat pikiran (jnana)
2. Heart : Hati; tempat perasaan atau rasa bhakti pada setiap individu.
3. Hand : Tangan; tempat pusat semua aktivitas fisik.
Umat Se-Dharma yang saya hormati demikianlah dharma wacana yang saya sampaikan semoga ada manfaatnya. Kurang lebih saya mohon maaf, dan atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=362&Itemid=2

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HEGEMONI

TEORI HEGEMONI MENURUT GRAMSCI 1.      A.           Pengertian Hegemoni Istilah hegemoni berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ‘ eugemonia’. Sebagaimana yang dikemukakan   encylclopedia Britanica  dalam prakteknya di Yunani, diterapkan untuk menunjukkan dominasi posisi yang diklaim oleh negara-negara kota ( polism  atau   citystates ) secaara individual misalnya yang dilakukan opleh negara Athena dan Sparta terhadap negara-negara lain yang sejajar (Hendarto, 1993:73). Jika dikaitkan pada masa kini, pengertian hegemoni menunjukkan sebuah kepemimpinan dari suatu negara tertentu yang bukan hanya sebuah negara kota terhadap negara-negara lain yang berhubungan secara longgar maupun secara ketat terintegrasi dalam negara “pemimpin”. Dalam politik internasional dapat dilihat ketika adanya perang pengaruh pada perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Sovyet yang biasanya disebut s...

DEWATA NAWA SANGA

Dewata Nawa Sanga, 9 Dewa Peguasa Mata Angin 1. Definisi Dewata Nawasanga adalah sembilan dewa atau manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang menjaga atau menguasai sembilan penjuru mata angin. Sembilan dewa itu adalah Dewa Wisnu, Sambhu, Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, dan Siwa. 2. Penjelasan Tentang Atribut Dewata Nawasanga a. Dewa Wisnu Arah : Utara/Uttara Pura : Batur Aksara : Ang Senjata : Cakra Warna : Hitam Urip : 4 Panca Wara : Wage Sapta Wara : Soma Sakti : Dewi Sri Wahana : Garuda Fungsi : Pemelihara b. Dewa Sambhu Arah : Timur Laut/Airsanya Pura : Besakih Aksara : Wang Senjata : Trisula Warna : Biru/Abu-Abu Urip : 6 Panca Wara : Sapta Wara : Sukra Sakti : Dewi Mahadewi Wahana : Wilmana c. Dewa Iswara Arah : Timur/Purwa Pura : Lempuyang Aksara : Sang Senjata : Bajra Warna : Putih Urip : 5 Panca Wara : Umanis Sapta Wara : Redite Sakti : Dewi Uma Wahana : Gajah Putih d. Dewa ...

REJANG TARIAN SAKRAL UNTUK PERSEMBAHAN PARA DEWA

Musik dan tari adalah bagian yang tidak terpisahkan dari agama di desa Terusan. Tarian-tarian Bali diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu tarian pertujukan dan tarian sakral. Tari pertunjukan (bebalihan) adalah tarian yang umumnya dimainkan/dipentaskan untuk hiburan, sementara tari sakral (wali) merupakan tarian yang hanya dapat dimainkan untuk mengiringi upacara keagamaan tertentu. Ada beragam jenis tari pertunjukan seperti: tari lebah, tari perang, tari untuk mencari pasangan, tari penyambutan tamu, dan lain sebagainya; sementara, tari sakral seperti: tari pendet, rejang dewa, Sanghyang, topeng, dan lain sebagainya. Pada zaman Bali Kuno bisa dikategorikan menjadi dua transformasi: (1) lewat guru-guru tua yang memberikan pelajaran secara personal; (2) kateori yang berbau gaib, yakni transformasi ketika seorang penari hanya bertindak sebagai medium. Kategori ini sering ditemu pada penari-penari suci atau yang belum akil balik. Mereka mengalami proses kerawuhan – suatu ecstay, ...