Langsung ke konten utama

PENDIDIKAN



Sistem Pendidikan Nasional
Sesungguhnya semenjak jaman perjuangan kemerdekaan dahulu, para pejuang serta perintis kemerdekaan telah menyadari bahwa pendidikan meru-pakan faktor yang sangat vital dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta membebaskannya dari belenggu penjajahan. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa disamping melalui organisasi po1itik, perjuangan ke arah kemerdekaan per1u dilakukan melalui jalur pendidikan.
                Mengingat bahwa sistem pendidikan  pemerintah kolonial pada masa itu tidak demokratis karena bersifat elit, diskriminatif dan diorientasikan pada ke-pentingan pemerintah penjajahan, maka sistem pendidikan rakyat yang sudah ada perlu dibina dan dikembangkan untuk menjangkau kepentingan rakyat secara lebih luas. Disamping mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan rakyat tradisional yang pada umumnya berorientasi keagamaan, maka pada masa itu didirikan pula lembaga-lembaga pendidikan umum nasional seperti Muhamma-diyah, Taman Siswa dan lembaga-lembaga pendidikan swasta lainnya.
            Pada masa sesudah proklamasi kemerdekaan, arah pendidikan    kita men-jadi lebih jelas, meskipun hakikat dan tujuannya pada dasarnya tetap sama, yaitu mencerdaskan serta meningkatkan kua1itas kemampuan bangsa. Namun demi-kian, upaya pendidikan pada masa sesudah  prok1amasi kemerdekaan barangkali memiliki dimensi yang 1ebih 1uas dan lebih komplek, karena menyangkut ke-mampuan survival bangsa dalam mepertahankan dan mengisi kemerdekaan. Proses dan hasi1 pendidikan harus mampu menjawab tantangan-tantangan dan kebutuhan bangsa akan sumberdaya manusia yang trampil dalam berbagai jenjang pendidikan serta dalam berbagai jenis keterampilan yang bervariasi.
            Kita semua menyadari bahwa pada masa-masa yang akan datang kema-juan dan kejayaan suatu negara tidak lagi semata-mata ditentukan oleh kekayaan sumberdaya alam, melainkan lebih banyak ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki oleh negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan sebagai  upaya untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya insani merupakan suatu usaha besar dan vital yang sela1u diupayakan serta menjadi pusat perhatian se-tiap negara yang  ingin memajukan bangsanya. Usaha dan perjuangan suatu ne-gara dalam meningkatkan kecerdasan serta kemampuan bangsanya  dapat dilihat dalam  sistem pendidikannya.
            Maka1ah ini dimaksudkan untuk membahas sistem pendidikan nasional sebagai upaya untuk membangun struktur dan strategi pendidikan dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia, terutama dilihat dari segi konsepsi serta tujuan yang ingin dikejar, prinsip-prinsip yang melandasinya, serta strategi atau upaya-upaya nyata yang dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.  Di samping itu, realisasi serta praktek pelaksanaannya di lapangan juga dibahas serta persoalan-persoalannya di identifikasikan da1am usaha untuk menemu kan kemungkinan-kemungkinan pemecahannya .

2.2.  Konsep   Sistem  Pendidikan   Nasional
a.      Definisi
            Tidak begitu mudah untuk memberikan suatu definisi yang memadai mengenai sistem pendidikan nasional. Konsep sistem pendidikan nasional akan tergantung pada konsep tentang sistem, konsep tentang pendidikan dan konsep tentang  pendidikan nasional. Perlu pula disadari bahwa konsep me-ngenai pendidikan dan sistem pendidikan nasional tidak bisa semata-mata disimpulkan dari praktek pelaksanaan pendidikan yang terjadi sehari-hari di lapangan, melainkan harus dilihat dari segi konsepsi atau ide dasar yang me-landasinya seperti yang biasanya tersurat dan juga tersirat dalam ketetapan-ketetapan Undang-undang Dasar, Undang-undang Pendidikan dan peraturan-peraturan lain mengenai pendidikan dan pengajaran.
            Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 yang merupakan produk perta-ma undang-undang pendidikan dan pengajaran sesudah masa kemerdekaan tidak memberikan definisi tentang konsep pendidikan, konsep pendidikan na-sional, maupun konsep sistem pendidikan nasional. Hanya saja, dalam kata pembukanya yang ditulis oleh Mr. Muhd. Yamin, Menteri Pendidikan, Penga-jaran dan Kebudayaan pada waktu itu, dikemukakan bahwa pendidikan nasi-onal merupakan landasan pembangunan masyarakat nasional, yaitu masya-rakat yang berkesusilaan nasional. Oleh karena itu, sistem pendidikan dan pe-ngajaran lama secara berangsur-angsur harus digantikan dengan sistem pendi-dikan dan pengajaran nasional yang demokratis. Memang dapat dimak1umi, bahwa pada masa-masa itu konsep dan gagasan pendidikan nasional meru-pakan reaksi dari sistim pendidikan kolonial yang bersifat diskriminatif dan elitis.
            Pengertian yang 1ebih jelas mengenai pendidikan, pendidikan na-siona1 dan sistem pendidikan nasiona1 dapat dijumpai dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem  Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang ini    pendidikan    didefinisikan sebagai "Usaha sadar dan terencana un-tuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” ( Pasal 1, ayat 1 ). Pendidikan nasional didefinisikan sebagai "pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. (pasal 1 ayat 2 ). Sedangkan yang dimaksud dengan sistem pendidikan nasional adalah "keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional” (pasal 1 ayat  3 ). Jadi dengan demikian, sistem (pendi-dikan nasiona1 dapat dianggap sebagai jaringan satuan-satuan pendidikan yang dihimpun secara terpadu dan dikerahkan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b. Unsur-unsur Pokok Sistem Pendidikan nasional
            Kazik (1969:1) mendefinisikan sistem sebagai "organisme yang diran-cang dan dibangun strukturnya secara sengaja, yang terdiri dari komponen-kumponen yang berhubungan dan berinteraksi satu sama lain yang harus berfungsi sebagai suatu kesatuan yang utuh untuk mencapai tujuan khusus yang telah ditetapkan sebelumnya". Suatu sistem memiliki tiga unsur pokok: (1) tujuan, (2) isi atau  komponen, dan (3) proses. Kalau pendidikan nasional kita benar-benar merupakan suatu sistem, maka ia setidak-tidaknya memiliki tiga unsur pokok tersebut. Di samping itu, komponen-komponen sistem tersebut harus berhubungan dan berinteraksi secara terpadu. Suatu sistem (termasuk sistem pendidikan) dibangun dengan maksud untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu. Sistem dibangun dari komponen-komponen dan kom-ponen-komponen bagian yang semuanya itu membentuk isi suatu sistem sebagai piranti untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Mekanisme dan prosedur beroperasinya serta berfungsinya komponen-komponen suatu sistem dalam upaya mewujudkan tujuan sistem merupakan proses sistem tersebut.
1)      Tujuan Pendidikan Nasional
          Apa tujuan yang ingin diwujudkan oleh pendidikan nasional?. Kalau  pendidikan  nasional  didefinisikan sebagai pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional, maka pendidikan nasional dan sistem pendidikan nasional akan terbatas pengertiannya pada pendidikan dan sistem pendidikan pada masa sesudah proklamasi kemerdekaan, karena pendidikan pada masa penjajahan secara formal tidak berakar pada kebudayaan nasional dan tidak berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. Sebagai konsekuensinya, rumusan-rumusan mengenai tujuan pendidikan nasional harus dicari dari dokumen-dokumen pada masa sesudah proklamasi kemerdekaan.
          Sejak proklamasi kemerdekaan, tujuan pendidikan telah mengalami beberapa kali perubahan, mengikuti perubahan situasi politik yang terjadi pada masa-masa tersebut misalnya, pada masa permulaan kemerdekaan, tujuan pendidikan terutama berorientasi pada usaha "menanamkan jiwa patriotisme" (S.K. Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No. 104/Bhg. 0, tanggal 1 Maret 1946}, karena pada masa itu negara ingin menghasilkan patriot bangsa yang rela berkorban untuk negara dan bangsa. Dengan semangat tersebut diharapkan kemerdekaan bisa dipertahankan dan dengan semangat itu pula kemerdekaan akan diisi.
          Dengan keluarnya Undang-undang No. 4 Tahun 1950, rumusan tujuan pendidikan dan pengajaran mengalami perubahan. Pasal 3 undang-undang tersebut menetapkan bahwa "tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air". Tekanan tampaknya diletakkan pada pembentukan warga negara yang demokratis dan warga negara yang bertanggung jawab sebagai antitesa warga masyarakat terjajah. Tujuan pendidikan ini tidak mengalami perubahan sampai pada saat undanq-undang No. 4 Tahun 1950 diberla-kukan untuk seluruh wilayah Republik Indonesia sebagai Undang-undang no. 12 tahun 1954.
          Pada tahun 1965, pada saat Indonesia berada di bawah gelora Manipol/Usdek, rumusan pendidikan nasional disesuaikan dengan situasi politik pada masa itu. Melalui Keputusan Presiden Repu1ik  Indonesia No. 145 tahun 1965 tujuan pendidikan nasional dirumuskan sebagai berikut :
“Tujuan Pendidikan Nasional kita baik yang dise1enggarakan oleh pihak Pemerintah maupun Swasta, dari Pendidikan Prasekolah sampai Pendidikan Tinggi, supaya melahirkan warga negara Sosialis Indonesia yang susila, yang bertanggung jawab atas terse1eng-garanya masyarakat Sosialis Indonesia, adi1 dan makmur baik spirituil dan materiil dan yang berjiwa Pancasila, yaitu: (a) Ke-Tuhanan yang Maha Esa, (b) Prikemanusiaan yang adil dan beradab, (c) Kebangsaan, (d) Kerakyatan, (e) Keadilan Sosial seperti dijelas-kan dalam Manipol/Usdek".
          Sesudah terjadinya peristiwa G30S/PKI, kembali rumusan tujuan pendidikan mengalami perubahan. Berdasarkan ketetapan Majelis Permu-syawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No. XXVII/MPRS /1966, tujuan pendidikan dirumuskan sebagai berikut: "Membentuk manusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dan isi Undang-undang Dasar 1945". Pada  masa  ini  tujuan  pendidikan  tampaknya  diti-tikberatkan pada pembentukan manusia Pancasilais sejati, karena pada masa itu  barangkali  banyak  ditemukan  manusia  Pancasilais  palsu yung tidak sepenuhnya berpegang pada Pancasila dan UUD 1945 yang murni.
          Pada tahun 1973, MPR hasil pemilihan umum menge1uarkan ketetapan No. IV/MPH/1973 yang dikenal dengan nama Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam ketetapan tersebut dirumuskan pula tujuan nasional pendidikan yang baru berbunyi sebagai berikut :
·         Pendidikan pada hakikatnya ada1ah usaha sadar untuk mengem-bangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. 0leh karenanya, agar pendidikan dapat dimiliki o1eh se1uruh rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, maka pendidikan ada1ah tanggung jawab keluarga, masyarakat dan Pemerintah. Pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas Falsafah Negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang berPancasila dan untuk membentuk Manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memi1iki pengetahuan dan keterampilan, dapat me-ngembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, men-cintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang temaktub dalam dalam Undang-undang Dasar 1945".
Rumusan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang No. 2 Tahun 1989.   Pasal 4 undang-undang tersebut  menyatakan  bahwa :
·         Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan yang berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampi1an , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
     Sementara itu, rumusan tujuan pendidikan nasional yang terbaru dapat dibaca dalam UU No. 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 yang menegaskan bahwa : “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
          Mempelajari rumusan-rumusan tujuan pendidikan yang dikemukakan di atas beberapa kesimpulan dapat ditarik:
a) Tujuan pendidikan nasional cukup sering berubah mengikuti perubahan situasi politik yang terjadi pada suatu masa.
b) Tujuan pendidikan yang  dirumuskan pada umumnya sangat idea1istis, dan tampaknya kurang memperhatikan kemungkinan-kemungkinan kesulitan dalam pelaksanaannya di1apangan.
c) Perubahan tujuan tampaknya tidak secara maksimal diikuti dengan perubahan strategi dan piranti yang memungkinkan tujuan tersebut dapat diwujudkan.
2) Komponen-Komponen Sistem Pendidikan Nasional
          Lepas dari sega1a variasi rumusan tujuan pendidikan yang telah dike-mukakan di atas, pendidikan nasional merupakan suatu proses yang di-maksudkan untuk membentuk sejumlah kemampuan manusia Indonesia dari berbagai tingkat usia dan golongan yang meliputi: kemampaun kepribadian dan moralitas, kemam-puan inte1ektua1, kemampuan sosial  kemasyarakatan,  kemampuan vokasional, kemampuan jasmani dan kemampuan-kemampuan lainnya. Untuk mewujudkan tujuan yang beraneka ragam tersebut diperlukan satuan-satuan dan jalur-jalur pen-didikan yang merupakan komponen-komponen sistem pendidikan nasional. Komponen-komponen sistem pendidikan nasional tersebut dapat dibagi dalam dua go1ongan besar yaitu: (1) Satuan Pendidikan Sekolah dan (2) Satuan Pendidikan Luar Sekolah.
             Satuan Pendidikan Sekolah merupakan bagian dari  sistem pendi-dikan yang bersifat formal, berjenjang dan berkesinambungan, Dilihat dari jenjangnya, pendidikan sekolah dapat dibagi menjadi Pendidikan Prasekolah, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi. Dilihat dari sifatnya, pendidikan sekolah dapat diklasifikasikan lagi menjadi pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendjdikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
          Satuan pendidikan luar sekolah meliputi:  pendidikan dalam keluar-ga, pendidikan melalui kelompok-kelompok belajar, kursus-kursus, dan satuan-satuan pendidikan lain yang sejenis. Pendidikan pada satuan pendidikan ini bisa bersifat informal, formal, maupun formal.         
          Sebenarnya masih ada lagi jenis pendidikan lain yang mempunyai potensi untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia. Jenis pendidikan tersebut adalah pendidikan oleh dan untuk diri sendiri atau pendidikan yang diperoleh secara otodidak melalui membaca, memper-hatikan, bertanya, mencari tahu serta bentuk-bentuk pendidikan informal lain yang dipero1eh  dari  berbagai media  massa  dan  sumber belajar 1ainnya.
          Dalam usaha untuk menyediakan kesempatan belajar yang se1uas-1uasnya bagi setiap warga negara serta mendorong terwujudnya masya-rakat belajar melalui proses belajar yang berlangsung seumur hidup, maka semua komponen atau satuan pendidikan harus tersedia dan terbuka bagi semua warganegara yang memerlukan dan siap memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Begitu juga, semua satuan pendidikan harus bekerja secara seimbang dan berinteraksi satu sama lain dalam suatu kesatuan sistenm yang merupakan suatu kebulatan. Misalnya, di negara kita pendidikan dalam keluarga belum memainkan peranan yang berarti. Padaha1 Iandasan yang ditanamkan dalam keluarga sangat besar penga-ruhnya bagi proses pendidikan anak se1anjutnya. 0leh karena itu partisipasi keluarga dalam proses pendidikan per1u ditingkatkan .
          Keberhasilan komponen-komponen sistem pendidikan dalam menunaikan fungsinya juga tergantung pada adanya beberapa sarana penunjang yang ikut membantu berfungsinya komponen-kornponen atau satuan-satuan pendidikan tersebut. Beberapa di antara sarana penunjang dalam sistem pendidikan kita ada1ah: kurikulum, tenaga kependidikan, sumberdaya pendidikan dan pengelolaan .
          Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu ( UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 19 ). Kurikulum disusun sebagai alat untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasiona1. Kuriku1um pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi, potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan : peningkatan iman dan taqwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi,kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika perkembangan global; persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. (UU No. 20 thn 2003 pasal 36).
          Tenaga kependidikan merupakan ujung tombak usaha perwujudan tujuan pendidikan. Tugas pokok mereka adalah menyelenggarakan ke-giatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pe1ayanan teknis dalam bidang pendidikan. Mereka terdiri dari tenaga-tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, penga-was, peneliti dan pengembang dalam bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar. Mereka seharusnya merupakan orang-orang yang profesional yang menguasai tugasnya dan memiliki dedikasi dalam melaksanakan tugasnya.
          Berhasilnya suatu satuan pendidikan dalam menunaikan fungsinya perlu ditunjang dengan penyediaan sumberdaya pendidikan yang meliputi: gedung dan perlengkapannya, sumber belajar seperti buku-buku dan alat-alat bantu mengajar dan dana yang memadai.
          Meskipun pengelolaan pendidikan nasional berada di bawah tang-gung jawab Menteri Pendidikan Nasional, sebagian tanggung jawab pengelolaan perlu diserahkan kepada pejabat yang langsung berhadapan dengan penyelenggaraan proses pendidikan.
3)  Proses Sistem Pendidikan Nasional
          Yang dimaksud proses dalam sistem pendidikan nasional adalah mekanisme kerja dalam bentuk berbagai ketentuan, aturan, maupun prosedur yang memungkinkan seluruh komponen sistem pendidikan (pendidikan luar sekolah dan pendidikan. sekolah untuk berbagai jenis dan jenjang) bekerja dan menunaikan fungsi untuk mencapai tujuan yang te1ah ditetapkan. Aturan-aturan tersebut meliputi aturan-aturan mengenai persyaratan masuk ke dalam suatu jenjang dan/atau jenis pendidikan, mata ajaran yang dipelajari dan untuk berapa lama dipelajari, buku-buku yang dipergunakan, prosedur dan tata cara penyelenggaraan pengajaran termasuk metode mengajar dan sistem evaluasi yang dipergunakan, banyaknya pertemuan dalam satu minggu, serta sejumlah aturan lain yang menyangkut pelaksanaan proses pendidikan dan pengajaran.
          Sebagian dari aturan-aturan ini ditetapkan dalam bentuk Undang-undang, Peraturan-peraturan Pemerintah, instruksi dari pejabat pendidikan pada berbagai tingkatan dan ketentuan-ketentuan yang dikembangkan sendiri oleh suatu satuan pendidikan baik yang dinyatakan secara tertulis maupun tidak tertulis. Kerapkali komponen-komponen sistem pendidikan yang ada tidak mampu menunaikan fungsinya dengan baik karena tidak ada aturan yang menuntun proses kerjanya, atau karena aturan-aturan yang ada kurang memadai atau seringkali berubah-ubah. Oleh karena itu, aturan-aturan yang bersifat fundamental perlu ditetapkan dalam bentuk ketetapan yang lebih permanen sifatnya seperti undang-undang atau peraturun-peraturan pemerintah.
          Tidak   semua   aturan   yang   menuntun   proses penyelenggaraan pendidikan harus diatur melalui undang-undang atau peraturan pemerintah. Aturan-aturan yang bersifat lebih dinamis dan mudah berubah sebaiknya ditetapkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang dapat diubah dengan cepat.

2.3.  Realisasi Sistem Pendidikan Nasional dan Permasalahannya
a. Realisasi Sistem Pendidikan Nasional
            Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang kita anggap sebagai sumber utama gagasan sistem pendidikan nasional belum genap berusia 1 tahun. Oleh karena itu, mungkin masih terlalu dini untuk menilai realisasi serta pelaksanaannya di lapangan. Peraturan-peraturan pemerintah yang membe-rikan pedoman pelaksanaannya belum disusun. Setelah ketentuan-ketentuan dalam peraturan-peraturan pemerintah itu disusun barulah dapat dirancang kegiatan-kegiatan pelaksanaannya. Berdasarkan gambaran di atas, dapat diperkirakan bahwa realisasi pelaksanaan undang-undang mengenai sistem pendidikan nasional secara utuh akan masih memerlukan waktu.
            Masyarakat mungkin menaruh harapan yang besar akan kemampuan undang-undang ini dalam menangani masalah-masalah pendidikan. Ada kesan bahwa semua persoalan pendidikan akan bisa diselesaikan - setidak-tidaknya akan lebih mudah diselesaikan - setelah undang-undang ini diberlakukan. Harapan semacam itu mungkin agak berlebihan, karena fungsi utama undang-undang ini pada dasarnya adalah sebagai sumber acuan untuk memulai langkah-langkah pembenahan dalam upaya pendidikan. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk membuat hal-hal yang diatur dalam undang ini menjadi suatu kenyataan.
            Perlu disadari bahwa UU No. 20 Tahun 2003 tidak mungkin dapat mengatur semua kegiatan pendidikan yang terjadi di lapangan. Undang-undang pendidikan nasional hanya mampu memberikan arah, dan mem-berikan prinsip-prinsip dasar untuk menuju arah tersebut, serta mengatur prosedurnya secara umum. Realitas pe1aksanan pendidikan di lapangan akan banyak ditentukan oleh petugas yang berada di barisan paling depan, yaitu guru, kepala sekolah dan tenaga-tenaga kependidikan lainnya.
b.  Masalah-Masalah Pendidikan  Yang  Ada Sekarang
            Pendidikan kita sekarang ini setidak-tidaknya sedang dihadapkan pada empat masalah besar: masalah mutu, masalah pemerataan, masalah motivasi, dan masalah keterbatasan sumberdaya dan sumberdana pendidikan.
1) Secara umum pendidikan kita sekarang ini tampaknya lebih menekankan pada akumulasi pengetahuan yang bersifat verbal dari pada penguasaan keterampilan, internalisasi nilai-nilai dan sikap, serta pembentukan ke-pribadian. Di samping itu kuantitas tampaknya lebih diutamakan dari pada kualitas. Persentase atau banyaknya lulusan lebih diutamakan daripada apa yang dikuasai atau bisa dilakukan oleh lulusan tersebut.
2)  Pola motivasi sebagian besar peserta didik lebih bersifat maladaptif daripada adaptif. Pola motivasi maladaptif lebih berorientasi pada penampilan (performance) daripada pencapaian suatu prestasi (achie-vement) (Dweck, 1986), suatu bentuk motivasi yang lebih mengutamakan kulit luar daripada isi. Ijazah atau gelar lebih dipentingkan daripada substansi dalam bentuk sesuatu yang benar-benar dikuasai dan mampu dikerjakan.
3) Kualitas proses dan hasil pendidikan belum merata di seluruh tanah air. Masih ada kesenjangan yang cukup besar dalam proses dan hasil pendidikan di kota dan di luar kota, di Jawa dan di luar Jawa. Pendidikan kita sekarang ini masih belum berhasil meningkatkan kualitas hasil belajar sebagian besar peserta didik yang pada umumnya berkemampuan sedang atau kurang. Pendidikan kita mungkin baru berhasil meningkatkan kemam-puan peserta didik yang merupakan bibit unggul.
4) Pendidikan kita sekarang, juga masih dihadapkan pada berbagai kendala, khususnya kendala yang berkaitan dengan sarana/prasarana, sumberdana dan sumberdaya, di samping kendala administrasi dan pengelolaan. Admi-nistrasi serta sistem pengelolaan pendidikan kita pada hakikatnya masih bersifat sentra1istis yang sarat dengan beban birokrasi . O1eh karena itu persoa1an-persoa1an pendidikan masih sulit untuk ditangani secara cepat, efektif dan efisien. 
   Apabila    kondisi    pendidikan    seperti    ini    berlangsung terus dan tidak bisa diubah, disangsikan apakah bangsa kita dapat bersaing dengan bangsa lain pada masa-masa yang akan datang. Dalam menghadapi persaingan dalam mengejar keunggulan, khususnya keunggulan dalam bidang ekonomi, manusia Indonesia barus bisa ditingkatkan kualitasnya. Manusia yang berkualitas hendaknya tidak diartikan sebagai manusia yang sekedar     berpengetahuan luas, melainkan juga manusia yang terampil,  ulet,  kreatif,  efisien dan efektif, sanggup bekerja keras, terbuka, bertanggung jawab, punya kesadaran nilai dan moral, di samping tentu saja beriman dan taqwa. Di samping itu, haruslah diupayakan agar sebagian  besar manusia Indonesia dapat memiliki sifat-sifat tersebut. Sebagai suatu perbandingan,  keberhasilan pendidikan Jepang terletak pada kesanggupannya meningkatkan kemampuan sebagian besar anak didik mereka dengan cara mendorong dan mengajar mereka bekerja keras sejak aval untuk mencapai prestasi yang maksimal dan tidak semata-mata mengandalkankan pada bakat dan kemampuan alamiah. Sebaliknya, pendidikan Amerika lebih  mengandalkan hasil pendidikannya dari anak-anak yang memiliki kemampuan tinggi ( Gordon, 1987; Sidabalok, 1989).
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003  telah    meletakkan  landasan  bagi pembangunan sistem pendidikan nasional  yang dapat dijadikan sebagai titik acuan dalam pengembangan pendidikan 1ebih lanjut. Apabila kita percaya bahwa kemampuan survival bangsa kita dimasa-masa yang akan datang ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia yang dimilikinya, begitu juga apabila kita percaya bahwa pendidikan merupakan cara terbaik untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, maka sistem pendidikan nasional harus diupayakan agar dapat memecahkan masalah serta mengatasi kendala-kendala yang disebutkan di atas.
c.  Usaha-usaha ke arah pemecahan masalah
   Sesuai dengan masalah-masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tugas utama dalam pelaksahaan sistem pendidikan nasional kita adalah bagai-mana meningkatkan kualitas proses pendidikan sehingga dapat menghasilkan tenaga kerja berkualitas yang kompetitif untuk bersaing setidak-tidaknya dengan tenaga kerja lain di kawasan Asia Tenggara. Perjuangan dalam me-ningkatkan mutu pendidikan menuntut adanya kerja keras dari semua tenaga kependidikan serta kerjasama antara sesama satuan pendidikan.
    Undang-undang  No. 20 Tahun 2003 tentang  Sistem Pendidikan    Na-sional tidak secara eksplisit mengatur masalah mutu pendidikan,   melainkan    hanya    menyebutkan faktor-faktor yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi mutu pendidikan, seperti: tujuan pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan, sumberdaya pendidikan, kurikulum, evaluasi, penge-lolaan dan pengawasan.
            Mangieri (1985, hlm.1) menyebutkan 8  faktor  yang  paling sering disebut-sebut sebagai faktor yang mempengaruhi mutu   pendidikan. Kede-lapan faktor   tersebut adalah; kurikulum yang ketat, guru yang kompeten, ci-ri-ciri keefektifan, penilaian, keterlibatan orang tua dan dukungan masyarakat, pendanaan yang    memadai,  disiplin yang  kuat, dan keterikatan pada ni1ai-ni1ai tradisiona1. Komisi nasional mengenai keunggulan dalam bidang pen-didikan Amerika dalam laporannya yang terkenal berjudul  A Nation at risk merekomendasikan bahwa    keunggulan (exelence) dalam bidang  pendidikan   dapat diwujudkan me1a1ui cara-cara berikut: menambah banyaknya pekerjaan  rumah, mengajar siswa sejak  permu1aan keterampi1an belajar dan bekerja, melakukan pengelolaan kelas yang lebih baik, sehingga waktu sekolah bisa dimanfaatkan semaksima1 mungkin, menerapkan aturan yang tegas mengenai tingkah laku di sekolah dan mengurangi beban administrasi guru.
     Persoa1an kedua ada1ah bagaimana mendemokratiskan sistem pen-didikan dalam arti yang sesungguhnya. Semua pasal 4,5, dan 6  UU No. 20 Tahun 2003 mengatur agar sistem pendidikan nasiona1 kita memberikan ke-sempatan yang sama kepada semua warga negara untuk mempero1eh pen-didikan secara demokratis. Namun dalam praktek, kesempatan tersebut baru terbatas pada kesempatan yang sama dalam mempero1eh pendidikan - yang cukup banyak diantaranya masih berkua1itas rendah - be1um kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas tinggi. Pendidikan yang rendah kualitasnya tidak banyak artinya dalam kehidupan. Karena kualitas ditentukan oleh biaya, pendidikan yang berkualitas baru bisa diriikmati oleh sebahagian kecil warganegara yang memiliki kelebihan da1am kemampuan intelektua1 maupun kemampuan ekonomis.
 Usaha untuk mendemokratiskan serta memeratakan kesempatan mem-peroleh pendidikan yang berkualitas antara lain dapat dilakukan dengan menstandardisasikan fasilitas lembaga penyelenggara pendidikan dan menye-1enggarakan kewajiban belajar. Semua lembaga pendidikan yang sejenis, apakah lembaga pendidikan tersebut berada di Jawa atau di luar Jawa perlu diusahakan agar memiliki fasilitas pendidikan yang setara dan seimbang: antara lain dalam bentuk gedung yang memadai, perlengkapan serta peralatan belajar yang mencukupi, kualifikasi guru yang memenuhi syarat dengan sistem insentif yang mendorong kegairahan kerja, dan satuan pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata. Standarisasi fasilitas dan kondisi pendidikan diharapkan dapat menghasilkan standarisasi mutu. Dengan cara ini pada saatnya nanti , anak-anak yang berdomisili di luar Jawa tidak banyak lagi yang menginginkan bersekolah di Jawa, karena mutu pendidikan di daerah mereka setara atau malahan lebih tinggi dibandingkan dengan mutu pendidikan di Jawa.
Kewajiban belajar merupakan upaya lain untuk mendemokratiskan kesempatan memperoleh pendidikan. Melalui kewajiban belajar yang dise-lenggarakan dan dibiayai oleh negara, semua anak Indonesia akan mempe-roleh kesempatan untuk rnengikuti pendidikan sampai pada usia atau tingkat pendidikan tertentu. Melalui kewajiban belajar usaha untuk menaikkan tingkat pendidikan sebagian besar warga-negara dapat dilakukan secara lebih cepat. Pasal 34 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa setiap warganegara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar. Sementara itu ayat 2 menegaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Bahkan pada ayat 3 mengatakan bahwa wajib belajar itu merupakan tanggung jawab negara. Mengingat demikian vitalnya peranan kewajiban belajar dalam upaya peningkatan kemampuan warganegara, maka peraturan pemerintah yang akan mengatur pelaksanaanya perlu segera dikeluarkan, sebagaimana yang dicantumkan dalam pasal 4 pasal 34.
 Sulit diterima kalau ada orang yang mengatakan bahwa anak-anak yang hidup pada masa sekarang ini kurang cerdas bila dibandingkan dengan anak-anak dari generasi sebelumnya. Soalnya kondisi kehidupan pada masa sekarang ini jauh lebih baik dari masa sebelumnya. Namun demikian, ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa prestasi belajar anak-anak sekarang ini untuk beberapa bidang studi tertentu cukup memprihatinkan. Satu-satunya alasan yang bisa dipergunakan untuk menerangkan  gejala ini adalah  bahwa mereka kurang memiliki motivasi untuk belajar. Mereka pada umumnya kurang tekun, cepat menyerah kalau menghadapi kesulitan, dan lebih me-nyukai pelajaran yang mudah daripada pelajaran yang sukar. Oleh karena itu, adalah merupakan tanggung jawab semua lembaga pendidikan untuk mena-namkan kesadaran kepada peserta didiknya akan pentingnya usaha dan kerja keras dalam belajar
2.4. Program dan Pengelolaan Pendidikan
  a.  Jenis Program Pendidikan
            Jenis pendidkan adalah pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya(UU RI No. 2 Tahun 1989 Bab 1 Pasal 1 Ayat 4 No. 2 Tahun 1989)
            Program pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, dan pendidikan lainnya.
1)      Pendidikan Umum
Pendidikan umum adalah pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan. Pendidikan umum berfungsi sebagai acuan umum bagi jenis pendidikan lainnya. Yang termasuk pendidikan umum adalah SD,SMP,SMA, dan universitas.
2)      Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada  bidang pekerjaan tertentu,seperti bidang teknik, jasa boga , dan busana, perhotelan,kerajinan,administrasi perkantoran, dan lain-lain. Lembaga pendidikannya seperti,STM,SMTK,SMIP,SMIK,SMEA.
Selain dua jenis program pendidikan yaitu pendidikan umum dan pendidikan  kejuruan tersebut masih ada jenis program pendidikan yang lain yaitu pendidikan luar biasa,pendidikan kedinasan ,dan pendidikan keagamaan.
3)      Pendidikan luar biasa
Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan khusus yang di selenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/ atau mental. Yang termasuk pendidikan luar biasa adalah SDLB(Sekolah Dasar Luar Biasa) untuk jenjang pendidikan menengah masing-masing memiliki program khusus yaitu program untuk anak tuna netra, tuna rungu,dan tuna daksa serta tunaagrahita. Untuk pengadaan gurunya di sediakan SGPLB ( Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa) setara dengan diploma III.
4)      Pendidikan kedinasan
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan khusus yang di selenggarakan untuk meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai atau calon pegawai suatu departemen pemerintah atau lembaga pemerintah non departemen .
Pendidikan kedinasan dapat terdiri dari pendidikan tingkat menengah dan pendidikan tingkat tinggi. Yang termasuk pendidikan tingkat menengah seperti SPK ( Sekolah Perawat Kesehatan), dan yang termasuk pendidikan tingkat tinggi seperti APDN ( Akademi Pemerintah Dalam Negeri).
5)      Pendidikan keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan khusus yang mempersiapkan peserta didik untuk melaksanakan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama . Pendidikan keagamaan dapat terdiri dari tingkat pendidikan dasar, tingkat pendidikan menengah, dan tingkat pendidikan tinggi . Yang termasuk tingkat pendidikan dasar misalnya Madrasah ibtidaiyah, tingkat pendidikan menengah seperti Tsanawiyah, PGAN     ( Pendidikan Guru Agama Negeri) dan yang tingkat pendidikan tinggi seperti sekolah theologia, IAIN (Institut Agama Islam Negeri) , dan IHD ( Institut Hindu Dharma).
Dilihat dari kecenderungannya,pendidikan keagamaan ada yang sepenuhnya memberikan pendidikan agama dan ada yang memberikan pendidikan atas dasar pendidikan agama dan pendidikan umum yang setara dengan pendidikan umum yang setingkat .
Untuk pengadaan gurunya disediakan lembaga pendidikan seperti PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri) untuk agama islam atau sekolah theologia untuk agama kristen.
b.     Kurikulum program pendidikan
Konsep sistem pendidikan nasional direalisir melalui kurikulum . Kurikulum memberi bekal pengetahuan, sikap,dan keterampilan kepada peserta  didik.
Makna tersebut tersirat didalam arti kata dan diskripsi kurikulum yang diberikan oleh para ahli. Istilah kurikulum asal mulanya dari dunia olah raga pada zaman yunani kunou. Curir dalam bahasa yunani kuno berarti pelari dan Curere artinya tempat berpacu. Kurikulum kemudian diartikan jarak yang harus ditempuh oleh pelari. ( Nana Sujana,1989: 4 ). Berdasarkan arti yang terkandung di dalam rumusan tersebut kurikulum dalam pendidikan dianalogikan sebagai arena tempat peserta didik  “berlari” untuk mencapai “finis”, berupa ijazah, diploma atau gelar ( Zais, 1976 yang dikutip oleh Mohammad Ansyar dan H.Nurtain, 1992: 7).

A.   Kurikulum Nasional
Tujuan pendidikan nasional di nyatakan di dalam UU RI No. 2 Tahun 1989  Pasal 3, yaitu:
(a)     Terwujudnya bangsa yang cerdas.
(b)     Manusia yang utuh,beriman,dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(c)      Berbudi pekerti luhur.
(d)     Terampil dan berpengetahuan .
(e)      Sehat jasmani dan rohani
(f)       Berkepribadian yang mantap dan mandiri.
(g)      Bertanggung jawab pada kemasyarakatan dan kebangsaan. Yang menjadi   pertanyaan ialah bagaimana tujuan nasional tersebut dapat dicapai melalui masing-masing satuan pendidikan.
B.   Kurikulum Muatan Lokal
a.       Latar belakang
Kenyataan menunjukkan bahwa setiap  daerah di wilayah tanah air Indonesia memiliki ciri khas adat istiadat, tata cara dan tata krama pergaulan, kesenian, bahasa, lisan maupun tulisan,kerajinan, dan nilai-nilai kehidupannya masing-masing. Bahkan karena keanekaragamannya itu bukann saja mengenai kebudayaannya, melainkan juga kondisi alam dan lingkungan sosialnya.
Kesungguhan pemerintah dalam merealisasikan pemikiran mengenai muatan lokal tersebut, yang dimulai pada sekolah dasar, diwujudkan dalam keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan RI No. O412/U/1987 Tanggal 11 Juli 1987 tentang penerapan muatan lokal sekolah dasar. Kemudian di susul dengan penjabaran pelaksanaan dalam keputusan direktur jendral pendidikan dasar dan menengah No. 173/C/Kep/M/87 Tanggal 7 Oktober 1987. Dalam kata sambutan menteri pendidikan dan kebudayaan pada buku petunjuk penerapan kurikulum sekolah dasar sebagai berikut: dalam hal ini harus diingat bahwa adanya muatan lokal dalam kurikulum bukan bertujuan agar anak terjerat dalam lingkungannya semata-mata.
b.      Penegrtian muatan lokal
Yang dimaksud dengan isi dalam penjelasan tersebut adalah materi pelajaran yang di pilih dari lingkungan dan di jadikan program untuk dipelajari oleh murid dibawah bimbingan guru guna mencapai tujuan muatan lokal. Dan yang dimaksud dengan media penyampaian ialah metode dan berbagai alat bantu pembelajaran yang digunakan dalam menyajikan isi muatan lokal. Jadi isi program dan media penyampaian muatan lokal di ambil dari dan menggunakan sumber lingkungan yang dekat dengan kehidupan peserta didik.
            Yang dimaksud lingkungan alam adalah lingkungan yang terdiri dari lingkungan hidup ( biotik) yang meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, dan lingkungan tak hidup ( abiotik) yang meliputi tanah 
(daratan), air (kolam,danau,sungai,waduk,laut),dan udara. Antara lingkungan biotik dengan lingkungan abiotik terjadi interaksi dan saling bergantung.
c.       Tujuan muatan lokal
Tujuan dilaksanakannya muatan lokal dalam kurikulum SD dapat dilihat dari segi kepentingan nasional dan kepentingan peserta didik. Dalam hubungannya dengan kepentingan nasional, muatan lokal dapat:
1.)    Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan yang khas daerah.
2.)    Mengubah nilai dan sikap masyarakat terhadap lingkungan kearah yang positif.
Dari sudut kepentingan peserta didik muatan lokal dapat:
1.)     Meningkatkan pemahaman peserta  didik terhadap lingkungannya (lingkungan     alam, sosial dan budaya)
2.)    Mengakrabkan peserta didik dengan lingkungannya sehingga mereka tidak asing dengan lingkungannya.
3.)    Menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari untuk memecahkan masalah yang ditemukan dilingkungan sekitarnya.
4.)    Memanfaatkan sumber belajar yang kaya yang terdapat di lingkungannya.
Mempermudah peserta didik menyerap mereka materi pelajaran 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEGIATAN PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS KPM, BUMDes, DESAIN DAN RAB

Kamis 7 Desember 2023 Pemerintah Desa Terusan Makmur dan Pemerintah Desa Terusan Mulya mengadakan kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB. Peserta Pelatihan terdiri dari Perangkat Desa, BUMDes, KPM dan Kader Posyandu. Jumlah Narasumber ada 6 diantaranya:  1. HENDRANO, S.P dan RIJALI RAHMAN, S.Pd.I Judul Materi Pemahaman Administrasi BUMDes  2. YUDIANTO,S.H dan ELISE, S.P Judul Materi Pelatihan KPM dan Posyandu  3. SUYONO, S.T dan TITI YULIANTI, S.Pd.I Judul Pelatihan materi Desain RAB kegiatan pelatihan ini dilaksanakan di Aula Kantor Desa Terusan Makmur.  harapan PLH. Kades Terusan Makmur Bapak Anang Amunddin, S.Pd terhadap seleruh pesesta pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB yaitu  1. dapat menambah pengetahuan dalam bidang masing-masing  2. dapat diterapkannya setelah mengikuti pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB ini.

DEWATA NAWA SANGA

Dewata Nawa Sanga, 9 Dewa Peguasa Mata Angin 1. Definisi Dewata Nawasanga adalah sembilan dewa atau manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang menjaga atau menguasai sembilan penjuru mata angin. Sembilan dewa itu adalah Dewa Wisnu, Sambhu, Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, dan Siwa. 2. Penjelasan Tentang Atribut Dewata Nawasanga a. Dewa Wisnu Arah : Utara/Uttara Pura : Batur Aksara : Ang Senjata : Cakra Warna : Hitam Urip : 4 Panca Wara : Wage Sapta Wara : Soma Sakti : Dewi Sri Wahana : Garuda Fungsi : Pemelihara b. Dewa Sambhu Arah : Timur Laut/Airsanya Pura : Besakih Aksara : Wang Senjata : Trisula Warna : Biru/Abu-Abu Urip : 6 Panca Wara : Sapta Wara : Sukra Sakti : Dewi Mahadewi Wahana : Wilmana c. Dewa Iswara Arah : Timur/Purwa Pura : Lempuyang Aksara : Sang Senjata : Bajra Warna : Putih Urip : 5 Panca Wara : Umanis Sapta Wara : Redite Sakti : Dewi Uma Wahana : Gajah Putih d. Dewa

LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN

  LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN 1.1     Latar belakang Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya. Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi , yaitu upaya memanusiakan manusia, maka para pendidik perlu memahami hakikat manusia sebagai salah satu landasannya. Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan berimplikasi terhadap konsep dan praktek pendidikannya. Ada dua alasan mengapa para pendidik perlu memiliki landasan filosofis pendidikan. Pertama, karena pendidikan bersifat normatif maka dalam rangka pendidikan diperlukan asumsi atau sesuatu titik tolak yang bersifat normatif pula. Asumsi-asumsi pendidikan yang bersifat normatif tersebut an