Langsung ke konten utama

upacara dan upakara, berdasarkan tiga kerangka agama hindu

Upakara dan Upacara, Berlandaskan Tiga Kerangka Agama Hindu

 

Beryadnya dengan mempersembahkan banten tiap hari atau pada hari-hari suci sudah mentradisi di Bali, merupakan pengejawantahan ajaran Weda serta dapat dilaksanakan semua umat.

Pengamalan ajaran agam Hindu dilandasi Tiga Kerangka Agama Hindu yaitu Tattwa, Tata Susila dan Upacara.

Dalam pelaksanaannya, ketiganya harus dilakukan secara bersama-sama. Pembuatan banten dan pelaksanaan upacara jika tidak dilandasi sastra agama, tidak diiringi tata susila maka upacara tidak akan sempurna.
“Upakara berarti bahan-bahan untuk membuat banten dan juga berarti banten sebagai sarana yadnya. Tata cara pelaksanaan yadnya disebut upacara dan dalam upacara dibutuhkan berbagai sarana dan prasarana,” ujarnya.

Secara konseptual, komponen upacara mendekatkan unsur-unsur seni dan budaya menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi. Pembagian banten sangat banyak mulai dari yang paling sederhana hingga banten yang terdiri dari beberapa bagian sehingga terlihat rumit dan kompleks.

Mulai dari bentuk paling sederhana yaitu canang, dibagi lagi menjadi beberapa jenis canang seperti canang genten, canang gantal, canang burat wangi, canang tubungan, canang pawitra, canang sari, canang nyahnyah gringsing, canang pangrawos, canang pasucian, canang yasa, canang rebong, canang oyodan, cane, canang meraka dan lainnya.

Dalam pembuatan canang, penggunaan porosan sangat penting dan tidak boleh dihilangkan porosan merupakan lamban Tri Murti. Sirih sebagai simbul Dewa Wisnu, kapur simbul Dewa Iswara atau Siwa dan pinang simbul Dewa Brahma.

Selain banten, juga dipergunakan kuangen dalam upacara yaitu pada persembahyangan. Kuangen merupakan simbul Ongkara, untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi sebagai Ista Dewata dalam wujud Ardanareswari.

Banten jotan atau saiban merupakan yadnya sehari-hari dengan perlengkapan nasi, garam, sambal serta lauk-pauk yang baru dimasak, dipersembahkan sebelum makan atau setelah memasak. Pelaksanaan saiban dalam Bhagawadgita, bahwa di dunia ini diciptakan Hyang Widhi berdasarkan yadnya maka itu untuk mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan umat hendaknya melaksanakan yadnya.

Untuk segehan, dikenal beberapa jenis segehan yang penggunaannya disesuaikan dengan keperluan dan juga tempat. Masing-masing segehan memiliki cara atau tata cara pembuatan atau pengaturan seperti segehan kepel, segehan mancawarna, segehan cacahan dan segehan agung.

Banten penyucian terdiri dari byakaon, durmanggala dan prayascita sakti. Byakaon dengan perlengkapan pembersihan, isuh-isuh, amel-amel, sasak mentah, sorohan alit, padma, lis pebyakalaan dan penyeneng.

Penyucian durmanggala dipergunakan bila ada kerusakan besar yang disebabkan Panca Maha Bhuta seperti rumah terbakar, banjir lumpu, gempa bumi, angin kencang, ada kelainan yang umbuh pada tempat tinggal, tempat suci, sawah atau lading. Banten ini juga digunakan pada tingkatan caru dan padudusan.

Prayascita sakti digunakan pada upacara pembersihan bangunan yang baru selesai, diperbaiki, piodalan setelah cuntaka kematian atau melahirkan.

Banten Pejati
Baten Penjati berfungsi sebagai sarana permakluman atau pernyataan akan suatu hal, misalnya akan melaksanakan suatu yadnya atau membuka suatu usaha. Banten Pejati ini terdiri dari daksina, peras, sodan atau ajuman, tipat kelanan, pesucian dilengkapi dengan canang dan segehan. Dilengkapi juga dengan penyeneng.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEMAKNAI HARI RAYA GALUNGAN DI DESA TERUSAN MAKMUR

MEMAKNAI HARI RAYA GALUNGAN DI DESA TERUSAN MAKMUR Gededarmawan5758.blogspot.coid , Terusan Makmur - Sambut hari Raya Galungan, umat Hindu Bali rayakan persembahyangan di Pura Banjar Sari , Terusan Makmu r pada Rabu (26/12/2018). Sejak pagi masyarakat Dusun Sumber Sari khususnya berdatangan dan berkumpul bersama keluarga untuk melaksanakan beribadahan di Pura Sumber Sari yang berada di Ray 5 Rt 003 Rw 001 Desa Terusan Makmur Kecamatan Bataguh Kabupaten Kapuas. Mereka secara bergantian melaksanakan peribadahan yang langsung dipimpin pemangku Pura Banjar Sari , Terusan Makmur . Pemangku Pura Sumber Sari mengatakan momen Galungan ini menjadi momentum penting untuk kita bersama karena dengan adanya hari raya Galungan mereka berkumpul dengan keluarganya yang berada jauh dari rumhanya . "Jadi kita tahu hari Raya Galungan itu merupakan hari kemenangan bagi darma, namun supaya darma itu betul-betul menang jadi ada tahapan-tahapan yang harus kita lakukan se...

HEGEMONI

TEORI HEGEMONI MENURUT GRAMSCI 1.      A.           Pengertian Hegemoni Istilah hegemoni berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ‘ eugemonia’. Sebagaimana yang dikemukakan   encylclopedia Britanica  dalam prakteknya di Yunani, diterapkan untuk menunjukkan dominasi posisi yang diklaim oleh negara-negara kota ( polism  atau   citystates ) secaara individual misalnya yang dilakukan opleh negara Athena dan Sparta terhadap negara-negara lain yang sejajar (Hendarto, 1993:73). Jika dikaitkan pada masa kini, pengertian hegemoni menunjukkan sebuah kepemimpinan dari suatu negara tertentu yang bukan hanya sebuah negara kota terhadap negara-negara lain yang berhubungan secara longgar maupun secara ketat terintegrasi dalam negara “pemimpin”. Dalam politik internasional dapat dilihat ketika adanya perang pengaruh pada perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Sovyet yang biasanya disebut s...

REJANG TARIAN SAKRAL UNTUK PERSEMBAHAN PARA DEWA

Musik dan tari adalah bagian yang tidak terpisahkan dari agama di desa Terusan. Tarian-tarian Bali diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu tarian pertujukan dan tarian sakral. Tari pertunjukan (bebalihan) adalah tarian yang umumnya dimainkan/dipentaskan untuk hiburan, sementara tari sakral (wali) merupakan tarian yang hanya dapat dimainkan untuk mengiringi upacara keagamaan tertentu. Ada beragam jenis tari pertunjukan seperti: tari lebah, tari perang, tari untuk mencari pasangan, tari penyambutan tamu, dan lain sebagainya; sementara, tari sakral seperti: tari pendet, rejang dewa, Sanghyang, topeng, dan lain sebagainya. Pada zaman Bali Kuno bisa dikategorikan menjadi dua transformasi: (1) lewat guru-guru tua yang memberikan pelajaran secara personal; (2) kateori yang berbau gaib, yakni transformasi ketika seorang penari hanya bertindak sebagai medium. Kategori ini sering ditemu pada penari-penari suci atau yang belum akil balik. Mereka mengalami proses kerawuhan – suatu ecstay, ...