Langsung ke konten utama

GALUNGAN


GALUNGAN DAN KUNINGAN
 OLEH I GEDE DARMAWAN

A.    Latar Belakang
Setiap agama di dunia ini mempunyai hari suci keagamaan. Demikian juga agama Hindu sebagai salah satu agama yang ada di Indonesia juga mempunyai hari suci yang sering juga disebut sebagai rerainan. Hari suci atau rerainan adalah hari-hari tertentu yang istimewa karena diyakini hari tersebut adalah hari yang sangat baik untuk persembahan (Yajna) serta sujud bakti kepada Sang Hyang Widhi beserta manifestasi beliau. Kata rerainan berasal dari bahasa Sanskerta dan dari kata “rai” yang berarti puncak-puncaknya hari dari semua hari yang ada.
Bagi umat Hindu hari raya merupakan hari yang sangat istimewa. Hari suci hakekatnya merupakan hari payogan Sang Hyang Widhi dengan segala manifestasinya. Oleh karena itu hari-hari tersebut merupakan hari-hari yang sangat baik untuk melaksanakan Yajna. Mengadakan persembahan kepada Sang Hyang Widhi, Dewa dan Batara pada hari tertentu nilainya sangat tinggi dan mulia dan berbeda pada hari-hari biasanya. Hal ini diuraikan dengan jelas di dalam Kitab Slokantara sebagai berikut:
Kalinganya yan purnama tilem, kala sang
Sadhujana manghanaken, punya dana tunggal
Mulih sapuluh ika bathara kunang yan
Chandra grhana surya grhana kala yan
Kanya galataka sang sadhu mananghanaken
Punya dana tunggal mulih satus ika de
Bhatara kunang yan kanya galataka
Sang sadhu mananghanaken punya dana
Tunggal ika tunggal mulih tan pahyangan
Ika de bhatara kengetakene da sang
Mangusir kapradhanan ika (Slokantara 2)   
Artinya:
Demikianlah jika diwaktu bulan purnama dan
Mati itu para darmawan mengadakan dana
Punia (pemberian sedekah) akan diterima
Kembali balasannya satu lawan oleh sepuluh
oleh Bhatara (Tuhan). Kalau waktu gerhana
bulan dan matahari orang saleh memberikan
dana punia yang satu akan dikembalikan
seratus oleh Bhatara. Jika pengorbanan
dilakukan pada hari-hari pemujaan arwah
leluhur maka balasan yang satu akan
dikembalikan seribu oleh Bhatara. Kalau
diakhir jaman Kaliyuga orang saleh
mengadakan dana (Persembahan) akan
dikembalikan tidak terhingga oleh Bhatara.
Hal inilah yang harus diingat oleh
orang-orang yang ingin mencapai ketinggian itu.

Dari uraian diatas dapat diketahui dengan jelas bahwa hari-hari tertentu untuk mengadakan Yajna akan memberikan manfaat yang besar nilainya, jika dipilih adalah waktu atau hari-hari yang baik.
Hari-hari suci bagi umat Hindu cukup banyak jumlahnya dan maknanyapun bermacam-macam. Ada hari raya suci yang dirayakan bersama oleh seluruh umat, hari raya semacam ini disebut hari raya rerainan jagat. Ada pula hari raya suci yang dirayakan oleh beberapa keluarga pada hari-hari tertentu. Diantara sekian banyak hari raya yang dimaksud, ada beberapa hari raya yang terpenting dan menonjol. Demikian pula perayaannya dilakukan oleh umat bersama-sama dan serentak dengan segala tata cara upacara yang disesuaikan dengan desa-kala-patra. Perayaan ini dilakukan dengan penuh kehikmatan dan kesungguhan sikap batin sebagai landasan dan perwujudan sembah bhakti terhadap Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasinya.
Perayaan Galungan dan Kuningan misalnya, bahwa umat Hindu dalam melaksanakannya tentu dengan dasar kesucian, ketulusan, keikhlasan, kepercayaan dan rasa bhakti agar dapat mencapai Santa Jagadhita, sukerta, memperoleh rahayu serta mendapatkan anugrah dirgha ayu dan dirgha janma manusia. Dalam perayaan galungan juga memiliki beberapa rangkaian pelaksanaan, seperti misalnya perayaan Pemaridan Guru, Ulihan dan Pemacekan Agung. Rangkaian Galungan tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan Sraddha dan bhakti umat Hindu pada Ida Sang Hyang Widhi.
  
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu sebagai berikut:
1.      Apakah Pengertian dan Tujuan Pelaksanaan Galungan?
2.      Bagaimanakah Rangkaian Pelaksanaan hari Raya Suci Galungan?
3.      Apakah Makna Filosofis Hari Raya Suci Galungan?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui Pengertian Galungan.
2.      Untuk dapat mengetahui dan memahami urutan rangkaian pelaksanaan hari raya suci Galungan.
3.      Untuk memahami makna filosofis yang terkandung dalam pelaksanaan hari raya Galungan.

D.    Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah kepustakaan yaitu suatu metode pengumpulan data melalui literatur-literatur.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan Tujuan Pelaksanaan Galungan
Galungan adalah hari raya keagamaan yang berdasarkan wuku, datangnya setiap 210 hari atau enam bulan sekalidan jatuh pada hari Rabu Wuku Dungulan. Hari raya Galungan ini juga disebut sebagai hari Pawedalan Jagat mengandung makna untuk pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena telah menciptakan dunia dengan segala isinya.
Seperti disebutkan dalam Bhagawadgita IX.18 sebagai berikut:
Gatir bharta prabhuh saksi
Nivasah saranam suhrt
Prabhavah pralayah sthanam
Nidhanam bijam avyayam
Artinya:
Aku adalah tujuan, pemelihara, pemilik, saksi,
Tempat kediaman, tempat perlindungan yang
Paling dekat. Aku menciptakan dan melebur,
Dasar dari segala-galanya, tempat berteduh
Dan bibit yang abadi. (Jelantik, 2009:182)  

Dalam sloka diatas dengan jelas dan rinci memperlihatkan betapa ke-Agungan dan Kemahakuasaan Sang Hyang Widhi. Semua alam, dari yang tak terhingga kecilnya sampai yang terhingga besarnya. Beliaulah yang mengadakan, memelihara dan mengembalikan ke asalnya, bila waktunya sudah tiba. Beliau juga menjadi sahabat, teman yang paling dekta, tempat perlindungan bagi semua yang ada.
Menurut Lontar Sundari Gama, ada disebutkan mengenai Galungan sebagai berikut:
”...Bu, Ka, Galungan nga patitis ikang ginana sandi, galang apadang
Maryakena sarwa byaparaning idep....” artinya Buda Keliwon Galungan adalah mengarahkan bersatunya kekacauan pemikiran agar menjadi terang dan berkesadaran tinggi, untuk melenyapkan penyebab kekacauan pemikiran (Midastra dkk, 2007:57)   
Hari Raya Galungan bertujuan untuk memperingati kemenangan dharma melawan adharma. Berhasilnya kemenangan dharma itu merupakan hari turunnya dharma untuk ditegakkan kembali.

B.     Rangkaian Pelaksanaan Hari Raya Suci Galungan
Ada beberapa rangkaian pelaksanaan hari raya suci Galungan adalah sebagai berikut:
1.      Tumpek Bubuh/Tumpek Wariga. Pada hari ini dipuja Dewa Sangkara sebagai dewanya tumbuh-tumbuhan. Tumpek Wariga dilaksanakan setiap Saniscara (sabtu) Kliwon wuku Wariga. Pada hari ini umat Hindu menghaturkan sesajen dengan upakara pokoknya adalah sajen yang berisi bubur sumsum sebagai lambang kesuburan.
2.      Sugi/Sugihan Jawa adalah hari pemrascitaning (pembersihan) Bhuana Agung (alam semesta). Sugihan Jawa dilaksanakan setiap Wraspati Wage wuku Sungsang. Upacara selamatan ditujukan kehadapan Sang Hyang Dharma untuk memohon kesucian alam semesta dan kesucian Bhuana Alit (umat manusia) agar terhindar dari kesengsaraan.
3.      Sugihan Bali
Sugihan Bali dilaksanakan setiap Sukra Kliwon wuku Sungsang. Pada hari ini umat Hindu melakukan upacara mohon tirtha pembersihan pada Sang Maha Murni (orang suci) untuk membersihkan segala papa pataka yang ada pada diri kita sendiri.
4.      Hari Penyekeban
Hari penyekeban dilaksanakan setiap Redite Paing wuku Dungulan. Umat Hindu pada hari ini nyekeb (proses membuat buah-buah yang belum masak menjadi masak) pisang atau tape untuk persiapan Hari Raya Galungan. Mulai hari ini Sang Bhuta Dungulan turun ke dunia untuk mengganggu ketentraman batin manusia. Oleh karena itu, kita harus waspada dengan cara mengendalikan diri, menguatkan batin agar tidak tergoda oleh kekuatan negatif dari Sang Bhuta Galungan tersebut. Hari penyekeban ini kenyataannya nyekeb buah-buahan sebagai simbolis pengekangan diri agar tidak tergoda oleh Sang Bhuta Galungan.  
5.      Hari Penyajaan
Hari penyajaan dilaksanakan setiap Soma Pon wuku Dungulan. Pada hari ini umat Hindu membuat jajan (kue). Kata jajan berarti secara simbolis adalah mengandung maksud sungguh-sungguh akan melaksanakan Hari Raya Galungan. Mulai hari ini turun lagi Sang Bhuta Kala yang disebut Sang Bhuta Dungulan. Oleh karena itu Sang Bhuta bertambah satu lagi maka godaannya semakin keras, oleh sebab itu kita sebagai umat harus lebih waspada lagi dengan gangguan-gangguan negatif dari Bhuta Galungan tersebut.
6.      Hari Penampahan Galungan
Hari penampahan galungan dilaksanakan setiap hari Anggara Wage Dungulan. Pada hari ini umat Hindu kenyataannya adalah menyembelih ternak seperti babi, ayam, itik, atau binatang lainnya untuk keperluan yajna dan keperluan pesta untuk menyambut Hari Raya Galungan. Pada hari ini turun lagi Sang Bhuta Kala Amangkurat dengan tujuan untuk menggoda umat manusia agar batal merayakan Hari Raya Galungan. Sampai hari Penampahan Galungan bhuta kala yang turun ke dunia ada tiga sehingga godaannya sangat berat. Oleh karena itu kita harus siap mental menghadapinya. Kita menghadapinya harus sungguh-sungguh berdasarkan dharma atau kebenaran. Kalau kita sudah menjunjung tinggi dharma niscaya kita akan menang melawan adharma. Penampahan berasal dari kata ”tampah” yang berarti junjung. Maksudnya adalah kalau dharma sudah dijunjung maka adhrama akan kalah. Hal ini disimbolkan dengan nampah babi dan ternak lainnya. Pada sore harinya dipasang sebuah penjor yang melambangkan gunung (gunung agung) atau simbol naga. Setelah menancapkan penjor dilanjutkan dengan natab atau ngayab banten pabyakaonan untuk menyucikan diri dari gangguan bhuta kala. Dalam upacara ini diharapkan bhuta matemahan dewa (bhuta menjadi dewa).   
7.      Hari Raya Galungan
Hari raya galungan dilaksanakan tepat pada Budha Kliwon Dungulan. Karena para bhuta kala telah dapat ditundukkan pada hari Penampahan Galungan, maka kita menyambut hari galungan dengan riang gembira. Hari raya galungan dilakukan dengan pesta-pesta yang meriah dan semarak oleh umat Hindu. Persembahan-persembahan yang utama ditujukan kepada semua manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa. Pelaksanaan hari raya galungan di Bali merupakan satu-satunya hari raya yag disambut ramai dan meriah oleh semua umat Hindu, sehingga hari raya galungan sering juga disebut ”otonan gumi”. Hari raya Galungan akan lebih semarak apabila jatuh tepat saat bulan purnama yang sering disebut dengan ”galungan nadi” dibandingkan dengan hari Galungan biasa, tetapi sebaliknya kalau hari galungan itu bertepatan dengan:
a.       Sasih kepitu dan hari tilem disebut masa kalarau, pada hari itu tidak dibenarkan menghaturkan sajen yang berisi tumpeng.
b.      Sasih kesanga dan kebetulan pula penampahan galungan, dan juga bertepatan dengan tilem, maka pada hari galungan tidak diperkenankan makan daging/ikan berdarah, dan apabila melanggar akan mengakibatkan merajalelanya penyakit hingga bertahun-tahun karena dipastu oleh Sang  Maha Kala Raja, sebab namanya Galungan Nara Mangsa. Demikian pewarah-warah Sang Hyang Widhi Wasa yang bergelar Bhatari Putri di Pura Dalem.
8.      Hari Umanis Galungan
Hari umanis galungan dilaksanakan setiap Wraspati Umanis wuku dungulan. Pada hari ini umat Hindu melaksanakan penyucian diri lahir batin, lalu menghaturkan sesajen kehadapan Sang Hyang Widhi dan segala manifestasinya, mohon keselamatan buana agung dan buana alit. Setelah selesai persembahyangn dilanjutkan dengan mengunjungi sanak saudara.
9.      Hari Pemaridan Guru
Hari pemaridan guru dilaksanakan setiap saniscara pon wuku dungulan. Pada hari ini umat Hindu melaksanakan persembahyangan kehadapan para dewa menghaturkan prama suksma karena berkat anugrah beliau kita dapat merayakan hari raya galungan dengan selamat dan meriah. Pada hari ini para dewa kembali ke kahyangan setelah meninggalkan anugrah berupa kedirgayusan (panjang umur).
10.  Hari Ulihan
Hari ulihan dilaksanakan dilaksanakan setiap redite wage kuningan. Pada hari ini umat melakukan persembahyangan kepada Sang Hyang Widhi dan segala manifestasinya. Pada hari ini pula para dewa ke alam dewa. Umat Hindu mengucap syukur atas karunia yang telah dilimpahkan-Nya.
11.  Hari Pemacekan Agung
Hari pemacekan agung dilaksanakan setiap soma kliwon wuku kuningan. Pada hari ini umat Hindu menghaturkan segehan (labaan) kepada para bhuta kala yaitu kepada Sang Kala Tiga Galungan beserta para pengikutnya agar kembali ke tempatnya masing-masing dan memberi keselamatan bagi umat manusia.
12.  Hari Penampahan Kuningan
Hari penampahan kuningan dilaksanakan setiap sukra wage wuku kuningan. Pada hari ini umat Hindu melakukan menyembelih hewan ternak untuk persiapan hari raya Kuningan. Pada hari ini pula umat Hindu membuat sesajen untuk persiapan persembahyangan pada hari raya Kuningan. 
13.  Hari Raya Kuningan
Hari raya kuningan jatuh pada Saniscara kliwon wuku kuningan. Pada hari ini kita melakukan persembahyangan kepada para dewa, leluhur dengan menghaturkan sesajen berisi ajengan (nasi) yang berwarna kuning sebagai simbolis dari kemakmuran. Karena beliau telah melimpahkan rahmat-Nya untuk dunia ini. Kalau sudah makmur biasanya kita sebagai manusia akan lupa dengan bahaya-bahaya yang mengancam serta tidak kelihatan dan lupa mempersembahkan sesajen kepada Sang Hyang Widhi. Untuk mencegah bahaya yang tidak kelihatan tersebut maka umat memasang tamiang, kolem dan endongan sebagai simbolis menolak mala petaka waktu kita tidur atau terlena dan sebagai persembahan kepada para dewa yang akan pergi ke kahyangan. Waktu akan menghaturkan sesajen nasi kuning hendaknya sebelum tengah hari.
14.  Hari Umanis Kuningan
Hari umanis kuningan dilaksanakan setiap redite umanis wuku kuningan. Pada hari ini umat Hindu mengadakan kunjungan keluarga untuk saling memaafkan sambil berkreasi ke tempat-tempat hiburan bersama keluarga.
15.  Hari Budha Kliwon Pegat Warah/Pegat Wakan
Hari budha kliwon pegat warah/pegat wakan dilaksanakan setiap budha kliwon wuku pahang. Pegat wara berarti diam (mona). Jadi  pada hari ini adalah hari yang sangat baik sekali untuk melaksanakan mona bratha. Pada hari ini umat Hindu mengadakan persembahyangan dengan cara mempersembahkans esajen kehadapan Hyang Widhi dengan segala manifestasinya. Sore harinya penjor Galungan dicabut sebagai pertanda bahwa rangkaian hari raya Galungan telah berakhir.

C.    Makna Filosofis Hari Raya Suci Galungan
Makna filosofis Galungan adalah Dharma Wijaya. Kata dharma diartikan kebenaran. Sedangkan wijaya artinya kemenangan kebenaran. Menurut Sri Svami Sivananda (1993:37) bahwa kata dharma berasal dari akar kata dhr yang artinya menyangga dan arti dari asal usul katanya adalah ”yang menyangga” dunia ini. Atau penghuni dunia atau segenap ciptaan dari bhuana alit (kecil) sampai dengan bhuana agung serta merupaka hukum Tuhan Yang Maha Esa yang abadi dari Tuhan. Segenap ciptaan disangga dan dihidupi bersama-sama oleh hukum Tuhan yang sangat berkuasa. Oleh karena itu pelaksanaan dharma artinya pengenalan kembali dari hukum ini dan mematuhinya.
Melakukan persembahan atau yajna yang tulus kepada Hyang Widhi Wasa adalah bentuk pengejawantahan dari pada dharma. Oleh karena itu Tuhan sebagai pelindung, pengendali, pemelihara serta sumber dari pada dharma. Sebagaimana ditegaskan oleh Sivananda (ibid) bahwa yang memberi kesejahteraan pada manusia adalah dharma. Dharma menopang dunia ini dan orang-orangnya didukung oleh dharma. Yang menjamin pemulihan dari makhluk-makhluk adalah dharma. Dharma membawa menuju kebahagiaan abadi dan kekekalan. Yang merupakan dharma, sesungguhnya adalah kebenaran. Dharma termasuk perbuatan-perbuatan luar, demikian pula pemikiran dan latihan mental lainnya yang memberikan peningkatan watak seseorang manusia. Dharma berasal dari Tuhan dan menuntunmu menuju Tuhan. Jadi dharma wijaya adalah kemenangan kebenaran serta kemenangan untuk menyatu dengan Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Ranying Hatalla Langit/Sang Hyang Dewata.
Mengenai keagungan dharma yang tersurat dalam pustaka suci Sarasamuccaya sloka 12 (Kadjeng, dkk., 1999:15) ada ditegaskan berikut ini.
Karmathau lipsamanastu dharmmamevaditascaret,
Nahi dharmmadapetyarthah kamo vapi kadacana.
Yan paramarthanya, yan arthakama sadhyan, dharma juga lekasakena rumuhun, niyata katemwaning arthakama mene tan pamatrha wi katemwaning arthakama deninganasar sakeng dharma.
Artinya:
Pada hakikatnya, jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya dharma hendaknya dilakukan lebih dulu; tak tersangsikan lagi, pasti akan diperoleh artha dan kama itu nanti; tidak akan ada artinya, jika artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari dharma.

Maksud sloka diatas adalah agar dharma itu menjdai prioritas dalam aktivitas umat manusia tanpa kecuali. Lakukan dharma yang pertama, barulah yang lainnya. Pahami makna dharma terlebih dahulu, maka baru pahami makna yang lainnya. Apa yang diinginkan oleh umat manusia, pasti terkabulkan oleh Hyang Widhi Wasa/Ranying Hatalla Langit/Sang Hyang Dewata, jika sudah menunaikan kewajiban menegakkan dharma itu. Tanpa maknalah segala material, artha kekayaan, perhiasan yang serba mahal, jika itu diperoleh atas dasar adharma (ketidakbenaran), maka sia-sialah semuanya itu.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Hari raya suci Galungan merupakan hari pawedalan jagat yang datangnya setiap 210 hari pada wuku Dungulan. Hari Galungan bertujuan untuk memperingati kemenangan Dharma melawan Adharma. Kemenangan Dharma itu wajib ditegakkan kembali.
Rangkaian pelaksanaan hari raya suci Galungan terdiri dari 15 rangkaian yang meliputi:
1.      Tumpek Bubuh/Tumpek Wariga.
2.      Sugi/Sugihan Jawa.
3.      Sugihan Bali
4.      Hari Penyekeban
5.      Hari Penyajaan
6.      Hari Penampahan Galungan
7.      Hari Raya Galungan
8.      Hari Umanis Galungan
9.      Hari Pemaridan Guru
10.  Hari Ulihan
11.  Hari Pemacekan Agung
12.  Hari Penampahan Kuningan
13.  Hari Raya Kuningan
14.  Hari Umanis Kuningan
15.  Hari Budha Kliwon Pegat Warah/Pegat Wakan
Makna filosofis hari raya galungan adalah dharma wijaya. Dharma yang berarti kebenaran dan wijaya berarti kemenangan kebenaran. Jadi dharma wijaya adalah kemenangan kebenaran serta kemenangan untuk menyatu dengan Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Ranying Hatalla Langit/Sang Hyang Dewata/Sang Mahotara.

B.     Saran-Saran
Sebagai umat yang berbakti hendaknya kita memberikan persembahan sebagai wujud dari bakti itu. Persembahan (Yajna) sebaiknya dilakukan pada hari-hari suci seperti Galungan selain Yajna Sesa yang dilaksanakan setiap hari. Dengan melakukan persembahan pada hari suci Galungan maka kita sebagai umat telah melaksanakan makna suci dan tujuan dari pada pelaksanaan galungan itu sendiri.




















DAFTAR PUSTAKA

Kadjeng, I Nyoman dkk. 1999. Sarasamuccaya. Surabaya: Paramitha.
Midastra, I Wayan. 2007. Buku Pelajaran Agama Hindu Untuk SMP kelas VII. Denpasar: Widya Dharma.
Midastra, I Wayan dkk. 2007. Buku Pelajaran Agama Hindu Untuk SMP Kelas IX. Denpasar: Widya Dharma.
Oka, Ida Pedanda Gde Nyoman Jelantik. 2009. Sanatan Hindu Dharma. Denpasar: Widya Dharma.
Pudja, Gde. 2004. Bhagawad Gita. Surabaya: Paramitha.
Sivananda, Sri Svami. 1993. Intisari Ajaran Hindu. Surabaya: Paramitha.
Sudirga, Ida Bagus dkk. 2009. Buku Pelajaran Agama Hindu Untuk SMU Kelas X. Surabaya: Paramitha.

















Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEGIATAN PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS KPM, BUMDes, DESAIN DAN RAB

Kamis 7 Desember 2023 Pemerintah Desa Terusan Makmur dan Pemerintah Desa Terusan Mulya mengadakan kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB. Peserta Pelatihan terdiri dari Perangkat Desa, BUMDes, KPM dan Kader Posyandu. Jumlah Narasumber ada 6 diantaranya:  1. HENDRANO, S.P dan RIJALI RAHMAN, S.Pd.I Judul Materi Pemahaman Administrasi BUMDes  2. YUDIANTO,S.H dan ELISE, S.P Judul Materi Pelatihan KPM dan Posyandu  3. SUYONO, S.T dan TITI YULIANTI, S.Pd.I Judul Pelatihan materi Desain RAB kegiatan pelatihan ini dilaksanakan di Aula Kantor Desa Terusan Makmur.  harapan PLH. Kades Terusan Makmur Bapak Anang Amunddin, S.Pd terhadap seleruh pesesta pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB yaitu  1. dapat menambah pengetahuan dalam bidang masing-masing  2. dapat diterapkannya setelah mengikuti pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB ini.

DEWATA NAWA SANGA

Dewata Nawa Sanga, 9 Dewa Peguasa Mata Angin 1. Definisi Dewata Nawasanga adalah sembilan dewa atau manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang menjaga atau menguasai sembilan penjuru mata angin. Sembilan dewa itu adalah Dewa Wisnu, Sambhu, Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, dan Siwa. 2. Penjelasan Tentang Atribut Dewata Nawasanga a. Dewa Wisnu Arah : Utara/Uttara Pura : Batur Aksara : Ang Senjata : Cakra Warna : Hitam Urip : 4 Panca Wara : Wage Sapta Wara : Soma Sakti : Dewi Sri Wahana : Garuda Fungsi : Pemelihara b. Dewa Sambhu Arah : Timur Laut/Airsanya Pura : Besakih Aksara : Wang Senjata : Trisula Warna : Biru/Abu-Abu Urip : 6 Panca Wara : Sapta Wara : Sukra Sakti : Dewi Mahadewi Wahana : Wilmana c. Dewa Iswara Arah : Timur/Purwa Pura : Lempuyang Aksara : Sang Senjata : Bajra Warna : Putih Urip : 5 Panca Wara : Umanis Sapta Wara : Redite Sakti : Dewi Uma Wahana : Gajah Putih d. Dewa

LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN

  LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN 1.1     Latar belakang Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya. Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi , yaitu upaya memanusiakan manusia, maka para pendidik perlu memahami hakikat manusia sebagai salah satu landasannya. Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan berimplikasi terhadap konsep dan praktek pendidikannya. Ada dua alasan mengapa para pendidik perlu memiliki landasan filosofis pendidikan. Pertama, karena pendidikan bersifat normatif maka dalam rangka pendidikan diperlukan asumsi atau sesuatu titik tolak yang bersifat normatif pula. Asumsi-asumsi pendidikan yang bersifat normatif tersebut an