GALUNGAN DAN KUNINGAN
OLEH I GEDE DARMAWAN
A. Latar Belakang
Setiap
agama di dunia ini mempunyai hari suci keagamaan. Demikian juga agama Hindu
sebagai salah satu agama yang ada di Indonesia juga mempunyai hari suci yang
sering juga disebut sebagai rerainan. Hari suci atau rerainan adalah hari-hari
tertentu yang istimewa karena diyakini hari tersebut adalah hari yang sangat
baik untuk persembahan (Yajna) serta sujud bakti kepada Sang Hyang Widhi
beserta manifestasi beliau. Kata rerainan berasal dari bahasa Sanskerta dan
dari kata “rai” yang berarti puncak-puncaknya hari dari semua hari yang ada.
Bagi umat
Hindu hari raya merupakan hari yang sangat istimewa. Hari suci hakekatnya
merupakan hari payogan Sang Hyang Widhi dengan segala manifestasinya. Oleh
karena itu hari-hari tersebut merupakan hari-hari yang sangat baik untuk
melaksanakan Yajna. Mengadakan persembahan kepada Sang Hyang Widhi, Dewa dan
Batara pada hari tertentu nilainya sangat tinggi dan mulia dan berbeda pada
hari-hari biasanya. Hal ini diuraikan dengan jelas di dalam Kitab Slokantara
sebagai berikut:
Kalinganya yan purnama
tilem, kala sang
Sadhujana manghanaken, punya
dana tunggal
Mulih sapuluh ika bathara
kunang yan
Chandra grhana surya grhana
kala yan
Kanya galataka sang sadhu
mananghanaken
Punya dana tunggal mulih
satus ika de
Bhatara kunang yan kanya
galataka
Sang sadhu mananghanaken
punya dana
Tunggal ika tunggal mulih
tan pahyangan
Ika de bhatara kengetakene
da sang
Mangusir kapradhanan ika
(Slokantara 2)
Artinya:
Demikianlah jika diwaktu
bulan purnama dan
Mati itu para darmawan
mengadakan dana
Punia (pemberian sedekah)
akan diterima
Kembali balasannya satu
lawan oleh sepuluh
oleh Bhatara (Tuhan). Kalau
waktu gerhana
bulan dan matahari orang
saleh memberikan
dana punia yang satu akan
dikembalikan
seratus oleh Bhatara. Jika
pengorbanan
dilakukan pada hari-hari
pemujaan arwah
leluhur maka balasan yang
satu akan
dikembalikan seribu oleh
Bhatara. Kalau
diakhir jaman Kaliyuga orang
saleh
mengadakan dana
(Persembahan) akan
dikembalikan tidak terhingga
oleh Bhatara.
Hal inilah yang harus
diingat oleh
orang-orang yang ingin
mencapai ketinggian itu.
Dari uraian
diatas dapat diketahui dengan jelas bahwa hari-hari tertentu untuk mengadakan
Yajna akan memberikan manfaat yang besar nilainya, jika dipilih adalah waktu
atau hari-hari yang baik.
Hari-hari
suci bagi umat Hindu cukup banyak jumlahnya dan maknanyapun bermacam-macam. Ada
hari raya suci yang dirayakan bersama oleh seluruh umat, hari raya semacam ini
disebut hari raya rerainan jagat. Ada pula hari raya suci yang dirayakan oleh
beberapa keluarga pada hari-hari tertentu. Diantara sekian banyak hari raya
yang dimaksud, ada beberapa hari raya yang terpenting dan menonjol. Demikian
pula perayaannya dilakukan oleh umat bersama-sama dan serentak dengan segala
tata cara upacara yang disesuaikan dengan desa-kala-patra.
Perayaan ini dilakukan dengan penuh kehikmatan dan kesungguhan sikap batin
sebagai landasan dan perwujudan sembah bhakti terhadap Sang Hyang Widhi Wasa
dengan segala manifestasinya.
Perayaan
Galungan dan Kuningan misalnya, bahwa umat Hindu dalam melaksanakannya tentu
dengan dasar kesucian, ketulusan, keikhlasan, kepercayaan dan rasa bhakti agar
dapat mencapai Santa Jagadhita, sukerta,
memperoleh rahayu serta mendapatkan anugrah dirgha ayu dan dirgha janma
manusia. Dalam perayaan galungan juga memiliki beberapa rangkaian pelaksanaan,
seperti misalnya perayaan Pemaridan Guru,
Ulihan dan Pemacekan Agung.
Rangkaian Galungan tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan Sraddha dan bhakti umat Hindu pada Ida Sang Hyang Widhi.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar
belakang diatas dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu sebagai berikut:
1. Apakah Pengertian dan Tujuan Pelaksanaan
Galungan?
2. Bagaimanakah Rangkaian Pelaksanaan hari
Raya Suci Galungan?
3. Apakah Makna Filosofis Hari Raya Suci
Galungan?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun yang
menjadi tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Pengertian Galungan.
2. Untuk dapat mengetahui dan memahami urutan
rangkaian pelaksanaan hari raya suci Galungan.
3. Untuk memahami makna filosofis yang
terkandung dalam pelaksanaan hari raya Galungan.
D.
Metode Penulisan
Metode
penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah kepustakaan yaitu
suatu metode pengumpulan data melalui literatur-literatur.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Tujuan Pelaksanaan Galungan
Galungan
adalah hari raya keagamaan yang berdasarkan wuku, datangnya setiap 210 hari
atau enam bulan sekalidan jatuh pada hari Rabu Wuku Dungulan. Hari raya
Galungan ini juga disebut sebagai hari Pawedalan Jagat mengandung makna untuk
pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena telah menciptakan dunia
dengan segala isinya.
Seperti
disebutkan dalam Bhagawadgita IX.18 sebagai berikut:
Gatir bharta prabhuh saksi
Nivasah saranam suhrt
Prabhavah pralayah sthanam
Nidhanam bijam avyayam
Artinya:
Aku adalah tujuan,
pemelihara, pemilik, saksi,
Tempat kediaman, tempat
perlindungan yang
Paling dekat. Aku
menciptakan dan melebur,
Dasar dari segala-galanya,
tempat berteduh
Dan bibit yang abadi.
(Jelantik, 2009:182)
Dalam sloka
diatas dengan jelas dan rinci memperlihatkan betapa ke-Agungan dan
Kemahakuasaan Sang Hyang Widhi. Semua alam, dari yang tak terhingga kecilnya
sampai yang terhingga besarnya. Beliaulah yang mengadakan, memelihara dan
mengembalikan ke asalnya, bila waktunya sudah tiba. Beliau juga menjadi
sahabat, teman yang paling dekta, tempat perlindungan bagi semua yang ada.
Menurut Lontar Sundari Gama, ada disebutkan
mengenai Galungan sebagai berikut:
”...Bu, Ka, Galungan nga patitis ikang ginana sandi, galang apadang
Maryakena
sarwa byaparaning idep....” artinya Buda Keliwon Galungan adalah mengarahkan
bersatunya kekacauan pemikiran agar menjadi terang dan berkesadaran tinggi,
untuk melenyapkan penyebab kekacauan pemikiran (Midastra dkk, 2007:57)
Hari Raya
Galungan bertujuan untuk memperingati kemenangan dharma melawan adharma.
Berhasilnya kemenangan dharma itu merupakan hari turunnya dharma untuk
ditegakkan kembali.
B.
Rangkaian Pelaksanaan Hari Raya Suci
Galungan
Ada
beberapa rangkaian pelaksanaan hari raya suci Galungan adalah sebagai berikut:
1. Tumpek Bubuh/Tumpek Wariga. Pada hari ini
dipuja Dewa Sangkara sebagai dewanya tumbuh-tumbuhan. Tumpek Wariga
dilaksanakan setiap Saniscara (sabtu) Kliwon wuku Wariga. Pada hari ini umat
Hindu menghaturkan sesajen dengan upakara pokoknya adalah sajen yang berisi
bubur sumsum sebagai lambang kesuburan.
2. Sugi/Sugihan Jawa adalah hari
pemrascitaning (pembersihan) Bhuana Agung (alam semesta). Sugihan Jawa
dilaksanakan setiap Wraspati Wage wuku Sungsang. Upacara selamatan ditujukan
kehadapan Sang Hyang Dharma untuk memohon kesucian alam semesta dan kesucian
Bhuana Alit (umat manusia) agar terhindar dari kesengsaraan.
3. Sugihan Bali
Sugihan Bali dilaksanakan
setiap Sukra Kliwon wuku Sungsang. Pada hari ini umat Hindu melakukan upacara
mohon tirtha pembersihan pada Sang Maha Murni (orang suci) untuk membersihkan
segala papa pataka yang ada pada diri kita sendiri.
4. Hari Penyekeban
Hari penyekeban dilaksanakan
setiap Redite Paing wuku Dungulan. Umat Hindu pada hari ini nyekeb (proses
membuat buah-buah yang belum masak menjadi masak) pisang atau tape untuk
persiapan Hari Raya Galungan. Mulai hari ini Sang Bhuta Dungulan turun ke dunia
untuk mengganggu ketentraman batin manusia. Oleh karena itu, kita harus waspada
dengan cara mengendalikan diri, menguatkan batin agar tidak tergoda oleh
kekuatan negatif dari Sang Bhuta Galungan tersebut. Hari penyekeban ini kenyataannya
nyekeb buah-buahan sebagai simbolis pengekangan diri agar tidak tergoda oleh
Sang Bhuta Galungan.
5. Hari Penyajaan
Hari penyajaan dilaksanakan
setiap Soma Pon wuku Dungulan. Pada hari ini umat Hindu membuat jajan (kue).
Kata jajan berarti secara simbolis adalah mengandung maksud sungguh-sungguh
akan melaksanakan Hari Raya Galungan. Mulai hari ini turun lagi Sang Bhuta Kala
yang disebut Sang Bhuta Dungulan. Oleh karena itu Sang Bhuta bertambah satu
lagi maka godaannya semakin keras, oleh sebab itu kita sebagai umat harus lebih
waspada lagi dengan gangguan-gangguan negatif dari Bhuta Galungan tersebut.
6. Hari Penampahan Galungan
Hari penampahan galungan
dilaksanakan setiap hari Anggara Wage Dungulan. Pada hari ini umat Hindu
kenyataannya adalah menyembelih ternak seperti babi, ayam, itik, atau binatang
lainnya untuk keperluan yajna dan keperluan pesta untuk menyambut Hari Raya
Galungan. Pada hari ini turun lagi Sang Bhuta Kala Amangkurat dengan tujuan
untuk menggoda umat manusia agar batal merayakan Hari Raya Galungan. Sampai
hari Penampahan Galungan bhuta kala yang turun ke dunia ada tiga sehingga
godaannya sangat berat. Oleh karena itu kita harus siap mental menghadapinya.
Kita menghadapinya harus sungguh-sungguh berdasarkan dharma atau kebenaran.
Kalau kita sudah menjunjung tinggi dharma niscaya kita akan menang melawan
adharma. Penampahan berasal dari kata ”tampah” yang berarti junjung. Maksudnya
adalah kalau dharma sudah dijunjung maka adhrama akan kalah. Hal ini disimbolkan dengan nampah babi dan
ternak lainnya. Pada sore harinya dipasang sebuah penjor yang melambangkan
gunung (gunung agung) atau simbol naga. Setelah menancapkan penjor dilanjutkan
dengan natab atau ngayab banten pabyakaonan untuk menyucikan diri dari gangguan
bhuta kala. Dalam upacara ini diharapkan bhuta matemahan dewa (bhuta menjadi
dewa).
7. Hari Raya Galungan
Hari raya galungan
dilaksanakan tepat pada Budha Kliwon Dungulan. Karena para bhuta kala telah
dapat ditundukkan pada hari Penampahan Galungan, maka kita menyambut hari
galungan dengan riang gembira. Hari raya galungan dilakukan dengan pesta-pesta
yang meriah dan semarak oleh umat Hindu. Persembahan-persembahan yang utama
ditujukan kepada semua manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa. Pelaksanaan hari raya
galungan di Bali merupakan satu-satunya hari raya yag disambut ramai dan meriah
oleh semua umat Hindu, sehingga hari raya galungan sering juga disebut ”otonan
gumi”. Hari raya Galungan akan lebih semarak apabila jatuh tepat saat bulan
purnama yang sering disebut dengan ”galungan nadi” dibandingkan dengan hari
Galungan biasa, tetapi sebaliknya kalau hari galungan itu bertepatan dengan:
a. Sasih kepitu dan hari tilem disebut masa
kalarau, pada hari itu tidak dibenarkan menghaturkan sajen yang berisi tumpeng.
b. Sasih kesanga dan kebetulan pula
penampahan galungan, dan juga bertepatan dengan tilem, maka pada hari galungan
tidak diperkenankan makan daging/ikan berdarah, dan apabila melanggar akan
mengakibatkan merajalelanya penyakit hingga bertahun-tahun karena dipastu oleh
Sang Maha Kala Raja, sebab namanya
Galungan Nara Mangsa. Demikian pewarah-warah Sang Hyang Widhi Wasa yang
bergelar Bhatari Putri di Pura Dalem.
8. Hari Umanis Galungan
Hari umanis galungan
dilaksanakan setiap Wraspati Umanis wuku dungulan. Pada hari ini umat Hindu
melaksanakan penyucian diri lahir batin, lalu menghaturkan sesajen kehadapan
Sang Hyang Widhi dan segala manifestasinya, mohon keselamatan buana agung dan
buana alit. Setelah selesai persembahyangn dilanjutkan dengan mengunjungi sanak
saudara.
9. Hari Pemaridan Guru
Hari pemaridan guru
dilaksanakan setiap saniscara pon wuku dungulan. Pada hari ini umat Hindu
melaksanakan persembahyangan kehadapan para dewa menghaturkan prama suksma
karena berkat anugrah beliau kita dapat merayakan hari raya galungan dengan
selamat dan meriah. Pada hari ini para dewa kembali ke kahyangan setelah meninggalkan
anugrah berupa kedirgayusan (panjang umur).
10. Hari Ulihan
Hari ulihan dilaksanakan
dilaksanakan setiap redite wage kuningan. Pada hari ini umat melakukan
persembahyangan kepada Sang Hyang Widhi dan segala manifestasinya. Pada hari
ini pula para dewa ke alam dewa. Umat Hindu mengucap syukur atas karunia yang
telah dilimpahkan-Nya.
11. Hari Pemacekan Agung
Hari pemacekan agung
dilaksanakan setiap soma kliwon wuku kuningan. Pada hari ini umat Hindu
menghaturkan segehan (labaan) kepada para bhuta kala yaitu kepada Sang Kala
Tiga Galungan beserta para pengikutnya agar kembali ke tempatnya masing-masing
dan memberi keselamatan bagi umat manusia.
12. Hari Penampahan Kuningan
Hari penampahan kuningan
dilaksanakan setiap sukra wage wuku kuningan. Pada hari ini umat Hindu
melakukan menyembelih hewan ternak untuk persiapan hari raya Kuningan. Pada
hari ini pula umat Hindu membuat sesajen untuk persiapan persembahyangan pada
hari raya Kuningan.
13. Hari Raya Kuningan
Hari raya kuningan jatuh pada
Saniscara kliwon wuku kuningan. Pada hari ini kita melakukan persembahyangan
kepada para dewa, leluhur dengan menghaturkan sesajen berisi ajengan (nasi)
yang berwarna kuning sebagai simbolis dari kemakmuran. Karena beliau telah
melimpahkan rahmat-Nya untuk dunia ini. Kalau sudah makmur biasanya kita sebagai
manusia akan lupa dengan bahaya-bahaya yang mengancam serta tidak kelihatan dan
lupa mempersembahkan sesajen kepada Sang Hyang Widhi. Untuk mencegah bahaya
yang tidak kelihatan tersebut maka umat memasang tamiang, kolem dan endongan
sebagai simbolis menolak mala petaka waktu kita tidur atau terlena dan sebagai
persembahan kepada para dewa yang akan pergi ke kahyangan. Waktu akan
menghaturkan sesajen nasi kuning hendaknya sebelum tengah hari.
14. Hari Umanis Kuningan
Hari umanis kuningan
dilaksanakan setiap redite umanis wuku kuningan. Pada hari ini umat Hindu
mengadakan kunjungan keluarga untuk saling memaafkan sambil berkreasi ke
tempat-tempat hiburan bersama keluarga.
15. Hari Budha Kliwon Pegat Warah/Pegat Wakan
Hari budha kliwon pegat
warah/pegat wakan dilaksanakan setiap budha kliwon wuku pahang. Pegat wara
berarti diam (mona). Jadi pada hari ini
adalah hari yang sangat baik sekali untuk melaksanakan mona bratha. Pada hari
ini umat Hindu mengadakan persembahyangan dengan cara mempersembahkans esajen
kehadapan Hyang Widhi dengan segala manifestasinya. Sore harinya penjor
Galungan dicabut sebagai pertanda bahwa rangkaian hari raya Galungan telah
berakhir.
C.
Makna Filosofis Hari Raya Suci Galungan
Makna
filosofis Galungan adalah Dharma Wijaya.
Kata dharma diartikan kebenaran.
Sedangkan wijaya artinya kemenangan
kebenaran. Menurut Sri Svami Sivananda (1993:37) bahwa kata dharma berasal dari akar kata dhr yang artinya menyangga dan arti dari
asal usul katanya adalah ”yang menyangga”
dunia ini. Atau penghuni dunia atau segenap ciptaan dari bhuana alit (kecil) sampai dengan bhuana agung serta merupaka hukum Tuhan Yang Maha Esa yang abadi
dari Tuhan. Segenap ciptaan disangga dan dihidupi bersama-sama oleh hukum Tuhan
yang sangat berkuasa. Oleh
karena itu pelaksanaan dharma artinya
pengenalan kembali dari hukum ini dan mematuhinya.
Melakukan
persembahan atau yajna yang tulus kepada Hyang Widhi Wasa adalah bentuk
pengejawantahan dari pada dharma. Oleh karena itu Tuhan sebagai pelindung,
pengendali, pemelihara serta sumber dari pada dharma. Sebagaimana ditegaskan
oleh Sivananda (ibid) bahwa yang memberi kesejahteraan pada manusia adalah
dharma. Dharma menopang dunia ini dan orang-orangnya didukung oleh dharma. Yang
menjamin pemulihan dari makhluk-makhluk adalah dharma. Dharma membawa menuju
kebahagiaan abadi dan kekekalan. Yang merupakan dharma, sesungguhnya adalah
kebenaran. Dharma termasuk perbuatan-perbuatan luar, demikian pula pemikiran
dan latihan mental lainnya yang memberikan peningkatan watak seseorang manusia.
Dharma berasal dari Tuhan dan menuntunmu menuju Tuhan. Jadi dharma wijaya
adalah kemenangan kebenaran serta kemenangan untuk menyatu dengan Tuhan/Ida
Sang Hyang Widhi Wasa/Ranying Hatalla Langit/Sang Hyang Dewata.
Mengenai
keagungan dharma yang tersurat dalam pustaka suci Sarasamuccaya sloka 12
(Kadjeng, dkk., 1999:15) ada ditegaskan berikut ini.
Karmathau lipsamanastu dharmmamevaditascaret,
Nahi dharmmadapetyarthah kamo vapi kadacana.
Yan
paramarthanya, yan arthakama sadhyan, dharma juga lekasakena rumuhun, niyata
katemwaning arthakama mene tan pamatrha wi katemwaning arthakama deninganasar
sakeng dharma.
Artinya:
Pada
hakikatnya, jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya dharma hendaknya
dilakukan lebih dulu; tak tersangsikan lagi, pasti akan diperoleh artha dan
kama itu nanti; tidak akan ada artinya, jika artha dan kama itu diperoleh
menyimpang dari dharma.
Maksud
sloka diatas adalah agar dharma itu menjdai prioritas dalam aktivitas umat
manusia tanpa kecuali. Lakukan dharma yang pertama, barulah yang lainnya.
Pahami makna dharma terlebih dahulu, maka baru pahami makna yang lainnya. Apa
yang diinginkan oleh umat manusia, pasti terkabulkan oleh Hyang Widhi Wasa/Ranying Hatalla Langit/Sang Hyang Dewata, jika
sudah menunaikan kewajiban menegakkan dharma itu. Tanpa maknalah segala
material, artha kekayaan, perhiasan yang serba mahal, jika itu diperoleh atas
dasar adharma (ketidakbenaran), maka
sia-sialah semuanya itu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hari raya
suci Galungan merupakan hari pawedalan jagat yang datangnya setiap 210 hari
pada wuku Dungulan. Hari Galungan bertujuan untuk memperingati kemenangan
Dharma melawan Adharma. Kemenangan Dharma itu wajib ditegakkan kembali.
Rangkaian
pelaksanaan hari raya suci Galungan terdiri dari 15 rangkaian yang meliputi:
1. Tumpek Bubuh/Tumpek Wariga.
2. Sugi/Sugihan Jawa.
3. Sugihan Bali
4. Hari Penyekeban
5. Hari Penyajaan
6. Hari Penampahan Galungan
7. Hari Raya Galungan
8. Hari Umanis Galungan
9. Hari Pemaridan Guru
10. Hari Ulihan
11. Hari Pemacekan Agung
12. Hari Penampahan Kuningan
13. Hari Raya Kuningan
14. Hari Umanis Kuningan
15. Hari Budha Kliwon Pegat Warah/Pegat Wakan
Makna
filosofis hari raya galungan adalah dharma
wijaya. Dharma yang berarti kebenaran dan wijaya
berarti kemenangan kebenaran. Jadi dharma wijaya adalah kemenangan kebenaran
serta kemenangan untuk menyatu dengan Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Ranying
Hatalla Langit/Sang Hyang Dewata/Sang Mahotara.
B.
Saran-Saran
Sebagai
umat yang berbakti hendaknya kita memberikan persembahan sebagai wujud dari
bakti itu. Persembahan (Yajna) sebaiknya dilakukan pada hari-hari suci seperti
Galungan selain Yajna Sesa yang dilaksanakan setiap hari. Dengan melakukan
persembahan pada hari suci Galungan maka kita sebagai umat telah melaksanakan
makna suci dan tujuan dari pada pelaksanaan galungan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Kadjeng, I Nyoman dkk. 1999. Sarasamuccaya. Surabaya: Paramitha.
Midastra,
I Wayan. 2007. Buku Pelajaran Agama Hindu
Untuk SMP kelas VII. Denpasar: Widya Dharma.
Midastra,
I Wayan dkk. 2007. Buku Pelajaran Agama
Hindu Untuk SMP Kelas IX. Denpasar: Widya Dharma.
Oka, Ida
Pedanda Gde Nyoman Jelantik. 2009. Sanatan
Hindu Dharma. Denpasar: Widya Dharma.
Pudja, Gde. 2004. Bhagawad Gita. Surabaya: Paramitha.
Sivananda, Sri Svami. 1993. Intisari Ajaran Hindu. Surabaya: Paramitha.
Sudirga,
Ida Bagus dkk. 2009. Buku Pelajaran Agama Hindu Untuk SMU Kelas
X. Surabaya: Paramitha.
Komentar
Posting Komentar