Langsung ke konten utama

LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN



 

LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN

BAB I

PENDAHULUAN


1.1    Latar belakang

Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya. Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi, yaitu upaya memanusiakan manusia, maka para pendidik perlu memahami hakikat manusia sebagai salah satu landasannya. Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan berimplikasi terhadap konsep dan praktek pendidikannya.
Ada dua alasan mengapa para pendidik perlu memiliki landasan filosofis pendidikan. Pertama, karena pendidikan bersifat normatif maka dalam rangka pendidikan diperlukan asumsi atau sesuatu titik tolak yang bersifat normatif pula. Asumsi-asumsi pendidikan yang bersifat normatif tersebut antara lain bersumber dari filsafat. Landasan filosofis pendidikan akan memberikan petunjuk tentang yang seharusnya didalam pendidikan atau apa yang dicita-citakan dalam pendidikan. Kedua, bahwa pendidikan tidak cukup dipahami hanya melalui pendekatan ilmiah yang bersifat parsial dan deskriptif saja, melainkan perlu dipandang pula secara holistik. Adapun kajian pendidikan secara holistik (menyeluruh) dapat diwujudkan melalui pendekatan filosofis.


BAB II

PEMBAHASAN 

2.1    Pengertian Landasan Filosofis Pendidikan

Ada dua istilah yang terlebih dahulu perlu kita kaji dalam  rangka memahami pengertian landasan pendidikan, yaitu istilah landasan, filosofis dan istilah pendidikan.
1.         Landasan Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:260) istilah landasan diartikan sebagai alas, dasar, atau tumpuan. Adapun istilah landasan sebagai dasar dikenal pula sebagai fundasi. Mengacu kepada pengertian tersebut, kita dapat memahami bahwa landasan adalah suatu alas atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik tolak dari sesuatu hal; atau suatu fundasi tempat berdirinya sesuatu hal.
2.         Filosofis. Berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas suku kata philein/philos yang artinya cinta dan sophos/Sophia yang artinya kebijaksanaan, hikmah, ilmu, kebenaran. Secara maknawi filsafat dimaknai sebagai suatu pengetahuan yang mencoba untuk memahami hakikat segala sesuatu untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan. Untuk mencapai dan menemukan kebenaran tersebut, masing-masing filosof memiliki karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Demikian pula kajian yang dijadikan obyek telaahan akan berbeda selaras dengan cara pandang terhadap hakikat segala sesuatu.
3.         Sebagaimana telah dikemukakan dalam pendahuluan, hakikat pendidikan tiada lain adalah humanisasi. Tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia ideal atau manusia yang dicita-citakan sesuai nilai-nilai dan normanorma yang dianut. Contoh manusia ideal yang menjadi tujuan pendidikan tersebut antara lain: manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, cerdas, terampil, dst. Sebab itu, pendidikan bersifat normatif dan mesti dapat dipertanggungjawabkan. Mengingat hal di atas, pendidikan tidak boleh dilaksanakan secara sembarang, melainkan harus dilaksanakan secara bijaksana.
Maksudnya, pendidikan harus dilaksanakan secara disadari dengan mengacu kepada suatu landasan yang kokoh, sehingga jelas tujuannya, tepat isi kurikulumnya, serta efisien dan efektif cara-cara pelaksanaannya. Implikasinya, dalam pendidikan, menurut Tatang S (1994) mesti terdapat momen berpikir dan momen bertindak. Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa dalam rangka pendidikan itu (Redja M; 1994), terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan. Momen studi pendidikan yaitu saat berpikir atau saat mempelajari pendidikan dengan tujuan untuk memahami/menghasilkan sistem konsep pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan filosofis pendidikan adalah asumsi filosofis yang dijadikan titik tolak dalam rangka studi dan praktek pendidikan. Sebagaimana telah Anda pahami, dalam pendidikan mesti terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan. Melalui studi pendidikan antara lain kita akan memperoleh pemahaman tentang landasan-landasan pendidikan, yang akan dijadikan titik tolak praktek pendidikan. Dengan demikian, landasan filosofis pendidikan sebagai hasil studi pendidikan tersebut, dapat dijadikan titik tolak dalam rangka studi pendidikan yang bersifat filsafiah, yaitu pendekatan yang lebih komprehensif, spekulatif, dan normatif.

2.2    Konsep Landasan Filosofis Pendidikan

Landasan filosofis pendidikan merupakan seperangkat asumsi tentang pendidikan yang dideduksi atau dijabarkan dari suatu sistem gagasan filsafat umum. Sistem gagasan filsafat umum tersebut yaitu berkenaan dengan hakikat realitas dan hakikat manusia (Metafisika), hakikat pengetahuan (Epistemologi), serta hakikat nilai (Aksiologi) yang dianjurkan oleh suatu aliran filsafat tertentu.
Berdasarkan kedua sumber di atas dapat Anda pahami bahwa terdapat hubungan implikasi antara gagasan-gagasan dalam cabang-cabang filsafat umum terhadap gagasangagasan pendidikan. Hubungan implikasi antara gagasan-gagasan dalam cabang-cabang filsafat umum terhadap gagasan pendidikan tersebut dapat divisualisasikan seperti berikut ini:
Konsep Filsafat Umum                                  Konsep Pendidikan
Hakikat realitas                                              Tujuan pendidikan
Hakikat manusia                                            Kurikulum pendidikan
Hakikat pengetahuan                                     Metode pendidikan
Hakikat nilai                                                   Peranan pendidik & anak dididik
Landasan filosofis pendidikan berisi tentang gagasan-gagasan atau konsep-konsep yang bersifat normatif (preskriptif). Landasan filosofis pendidikan dikatakan bersifat normatif atau preskriptif, sebab landasan filosofis pendidikan tidak berisi konsep-konsep tentang pendidikan apa adanya (faktual), melainkan berisi tentang konsep-konsep pendidikan yang seharusnya atau yang dicita-citakan (ideal), yang disarankan oleh filsuf tertentu untuk dijadikan titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan/atau studi pendidikan.
Sebagaimana halnya di dalam filsafat umum, di dalam landasan filsafat pendidikan juga   terdapat berbagai aliran. Sehubungan dengan ini dikenal adanya landasan filosofis pendidikan Idealisme, landasan filosofis pendidikan Realisme, landasan filosofis pendidikan Pragmatisme, dsb. Namun demikian, kita bangsa indonesia memiliki filsafat pendidikan nasional tersendiri, yaitu filsafat pendidikan yang berdasarkan pancasila. Aliran Landasan Filosofis Idealisme, Realisme dan Pragmatisme
1.    Landasan Idealisme Para filosof ini mengklaim bahwa realitas pada hakikatnya bersifat spiritual. Karena manusia itu adalah makhluk yang berpikir, yang memiliki tujuan hidup, dan yang hidup dalam aturan moral yang jelas.
2.    Landasan Realisme Para filosof realisme, memandang bahwa dunia ini adalah materi yang hadir dengan sendirinya, yang tertata dalam hubungan-hubungan di luar campur tangan manusia. Dan mereka beranggapan bahwa pengetahuan itu diperoleh dari pengalaman dan penggunaan akalnya, sedangkan tingkah laku manusianya diatur oleh hukum alam dan pada taraf yang rendah diatur oleh kebijaksanaan yang teruji.
3.    Landasan Pragmatisme Pada dasarnya, pragmatisme merupakan suatu sikap hidup, suatu metode dan suatu filsafat yang digunakan dalam mempertimbangkan nilai sesuatu ide dan kebenaran sesuatu keyakinan secara praktis.

2.3    Pancasila sebagai Landasan Filsafat Pendidikan Nasional

Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia. Rumusan Pancasila termaktub dalam “pembukaan” Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Karena pancasila adalah dasar negara indonesia, implikasinya maka pancasila juga adalah dasar pendidikan nasional indonesia. Sejalan dengan ini pasal 2 undang-udang RI No 20 Tahun 2003 tentang “Sistem Pendidikan Nasional” menyatakan bahwa: “pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945”.
Sehubungan dengan hal diatas, bangsa Indonesia memiliki landasan filosofis pendidikan tersendiri dalam sistem pendidikan nasionalnya, yaitu landasan filosofis pendidikan yang berdasarkan pancasila. Kita perlu mengkaji nilai-nilai pancasila untuk dijadikan titik tolak dalam rangka praktek pendidikan maupun studi pendidikan. Berikut ini akan dikemukakan mengenai konsep (sistem gagasan) filsafat umum berdasarkan pancasila dan implikasiya terhadap pendidikan. Adapun uraian tersebut akan menggunakan struktur landasan filosofis seperti telah dijelaskan di muka.
1.    Metafisika :
Hakikat realitas, bangsa Indonesia meyakini bahwa realitas atau alam semesta tidaklah ada  dengan sendirinya, melainkan sebagai ciptaan (makhluk) Tuhan Yang Maha Esa.Tuhan adalah sumber pertama dari segala yang ada, ia adalah sebab pertama dari segala sebab, tetapi Ia tidak disebabkan oleh sebab-sebab yang lainnya; dan Ia juga adalah tujuan akhir segala yang ada.
Di alam semesta bukan hanya realitas fisik atau hanya realitas non fisik yang ada, realitas yang bersifat fisik dan/atau non fisik tampak dalam pluralitas fenomena alam semesta sebagai keseluruhan yang integral. Terdapat alam fana dengan segala isi, nilai, norma atau hukum didalamnya. Alam tersebut adalah tempat dan sahana bagi manusia dalam rangka hidup dan kehidupannya, dalam rangka melaksanakan tugas hidup untuk mencapai tujuan hidupnya.
Dibalik itu, terdapat alam akhir yang abadi dimana setelah mati manusia akan dimintai pertanggung jawaban dan menerima imbalan atas pelaksanaan tugas hidup dari Tuhan YME. Dalam uraian di atas tersurat dan tersirat makna adanya realitas yang bersifat abadi dan realitas yang bersifat fana. Termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa hakikat hidup bangsa Indonesia adalah berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan perjuangan yang didorong oleh keinginan luhur untuk mencapai dan mengisi kemerdekaan. Adapun yang menjadi keinginan luhur tersebut yaitu:
1)        Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur;
2)        Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesi;
3)        Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
4)        Ikut melaksanaan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dari pernyataan diatas dapat dipahami bahwa realitas juga tidak bersifat given (terberi) dan final, melainkan juga “mewujud” sebagaimana kita manusia dan semua anggota alam semesta berpartisipasi “mewujudkannya”.
Hakikat Manusia, manusia adalah makhluk Tuhan YME. Manusia adalah kesatuan badani-rohani yang hidup dalam ruang dan waktu, memiliki kesadaran (consciouness) dan penyadaran diri (self-awareness) mempunyai berbagai kebutuhan, dibekali naluri dan nafsu, serta memiliki tujuan hidup. Manusia dibekali potensi atau (bakat) untuk mampu beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan untuk berbuat baik, namun disamping itu karena hawa nafsunya manusia pun memiliki kemungkinan untuk berbuat jahat. Selain itu, manusia memiliki potensi untuk mampu berpikir (cipta), berperasaan (rasa), berkemauan (karsa), dan berkarya. Adapun dalam eksistensinya manusia berdimensi individualitas atau personalitas, sosialitas, kultural, moralitas, dan religius. Kesemuanya itu menunjukkan dimensi interaksi atau komunikasi (vertikal maupun horisontal), historisitas, dan dinamika.
Pancasila mengajarkan bahwa eksistensi manusia bersifat momo-pluralis tetapi bersifat integral, artinya bahwa manusia yang seba dimensi itu hakikatnya adalah satu kesatuan utuh. Pancasila menganut asas Ketuhanan Yang Maha Esa: manusia diyakini sebagai makhluk Tuhan YME, mendapat panggilan tugas darinya, dan harus mempertanggung jawabkan segala amal pelaksana tugasnya terhadap Tuhan YME (aspek religius); asas mono dualisme; manusia adalah kesatuan badani-ruhani, ia adalah pribadi atau individual tetapi sekaligus insan sosial); asas mono-pluralisme: meyakini keragaman manusia, baik suku bangsa, budaya, dsb., tetapi adalah satu kesatuan sebagai bangsa Indonesia (Bhineka Tunggal Ika); asas nasionalisme: dalam eksistensinya manusia terikat oleh ruang dan waktu, maka ia mempunyai relasi dengan daerah, jaman, dan sejarahnya yang diungkapkan dengan sikapnya mencintai tanah air, nusa, dan bangsa; asas internasionalisme: manusia Indonesia tidak meniadakan eksistensi manusia lain baik sebagai pribadi, kelompok, atau bangsa lain; asas demokrasi: dalam mencapai tujuan kesejahteraan bersama, kesamaan hak dan kewajiban menjadi dasar hubungan antar warga negara, dan hubungan antara warga negara dan negara dan sebaliknya; asas keadilan sosial: dalam merealisasikan diri manusia harus senantiasa menjunjung tinggi tujuan kepentingan bersama dalam membagi hasil pembudayaannya (BP-7 Pusat, 1995).
2.    Epistemologi
Hakikat Pengetahuan, Segala pengetahuan hakikatnya bersumber dari sumber pertama yaitu Tuhan YME. Tuhan telah menurunkan pengetahuan baik melalui utusannya (berupa wahyu) maupun melalui berbagai hal yang digelarkannya di alam semesta. Manusia dapat memperoleh pengetahuan melalui keimanan/kepercayaan, berpikir, pengalaman empiris, penghayatan, dan intuisi.
Kebenaran pengetahuan: ada kebenaran pengetahuan yang bersifat mutlak (seperti dalam pengetahuan keagamaan/revealet knowledge yang diimani) tetapi ada pula yang bersifat relatif (seperti dalam pengetahuan ilmiah sebagai hasil upaya manusia melalui riset, dsb).
Pengetahuan yang bersifat mutlak ( ajara agama/wahyu Tuhan) diykini mutlak kebenarannya atas dasar keimanan kepada Tuhan YME. Pengetahuan yang bersifat relatif (filsafat, sains, dll) diuji kebenarannya melalui uji konsistensi logis ide-idenya, kesesuaiannya dengan data atau fakta empiris, dan nilai kegunaan praktisnya bagi kesejahteraan manusia dengan mengacu kepada kebenaran dan nilai-nilai yang bersifat mutlak.
3.    Aksiologi
Hakikat Nilai, Sumber pertama segala nilai hakikatnya adalah Tuhan YME. Karena manusia adalah makhluk Tuhan, pribadi/individual dan sekaligus insan sosial, maka hakikat nilai diturunkan dari Tuhan YME, masyarakat dan individu.
1)        Implikasi terhadap Pendidikan dan Pendidikan, Konsep tentang hakikat realitas, hakikat manusia, hakikat pengetahuan dan hakikat nilai memberikan imlikasi terhadap tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan, metode atau cara-cara pendidikan, peranan pendidik dan peranan peserta didik.
2)        Tujuan Pendidikan, Pendidikan nasional seyogyanyabertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yng demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam konteks pendidikan, tujuan pendidikan tersebut hendaknya kita sadari betul, sehingga pendidikan yang kita selenggarakan bukan hanya untuk mengembangka salah satu potensi peserta didik agar menjadi manusia yang pandai membaca, menulis dan berhitung saja; bukan untuk mengembangkan anak didik agar berilmu saja; bukan hanya untuk memperoleh keterampilan saja, dsb,. Melainkan demi berkembangnya seluruh potensi peserta didik dalam konteks keseluruhan dimensi kehidupannya: baik dimensi individualitas, sosialitas, kultural, moralitas, dan keberagamaannya.
4.    Metode Pendidikan
Berbagai metode pendidikan yang ada merupakan alternatif untuk diaplikasikan. Sebab, tidak ada satu metode mengajar pun yang terbaik dibanding metode lainnya dalam segala konteks praktek pendidikan. Pemilihan dan aplikasi metode pendidikan hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan tujuan pendidikan yang hendak dicapai, hakikat manusia atau anak didik, karakteristik isi/materi pendidikan, dan fasilitas alat bantu pendidikan yang tersedia. Penggunaan metode pendidikan diharapkan mengacu kepada pada prinsip cara belajar siswa aktif (CBSA) dan sebaiknya bersifat multi metode.


BAB III

PENUTUP

3.1    Kesimpulan

Landasan adalah suatu alas atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik tolak dari sesuatu hal; atau suatu fundasi tempat berdirinya sesuatu hal. Filosofis adalah suatu pengetahuan yang mencoba untuk memahami hakikat segala sesuatu untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan bangsa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMBUKAAN KEGIATAN PELATIHAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

  Selasa tanggal 3 Oktober tahun 2023 telah dilaksanakan Acara pembukaan kegiatan pelatihan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) yang di selenggarakan oleh Balai Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Banjarmasin. Dalam acara pembukaan tersebut dihadirin oleh Kepala Balai Pelatihan Banjarmasin, Perwakilan dari Dinas PMD Kabupaten Kapuas, Panitia Pelaksana, Tim Pelatih, dan seluruh Peserta Pelatihan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa ( BUM Desa). Seluruh jumlah peserta pelatihan terdiri dari 60 peserta terbagi kedalam keterwakilan 20 Desa yang ada di Kabupaten Kapuas, yaitu: 1. Desa Saka Tamiang 2. Desa Penda Ketapi 3. Desa Anjir Membulau Barat 4. Desa Tamban Baru Mekar 5. Desa Harapan Jaya 6. Desa Kalumpang 7. Desa Beranggau 8. Desa Bina Karya 9. Desa Terusan Makmur 10. Desa Petak Petuah 11. Desa Naning 12. Desa Warna Sari 13. Desa Tamban Jaya 14. Desa Anjir Serapat Baru 15. Desa Anjir Serapat Barat 16. Desa Saka Batur 17. Desa Rawa Subu

DEWATA NAWA SANGA

Dewata Nawa Sanga, 9 Dewa Peguasa Mata Angin 1. Definisi Dewata Nawasanga adalah sembilan dewa atau manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang menjaga atau menguasai sembilan penjuru mata angin. Sembilan dewa itu adalah Dewa Wisnu, Sambhu, Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, dan Siwa. 2. Penjelasan Tentang Atribut Dewata Nawasanga a. Dewa Wisnu Arah : Utara/Uttara Pura : Batur Aksara : Ang Senjata : Cakra Warna : Hitam Urip : 4 Panca Wara : Wage Sapta Wara : Soma Sakti : Dewi Sri Wahana : Garuda Fungsi : Pemelihara b. Dewa Sambhu Arah : Timur Laut/Airsanya Pura : Besakih Aksara : Wang Senjata : Trisula Warna : Biru/Abu-Abu Urip : 6 Panca Wara : Sapta Wara : Sukra Sakti : Dewi Mahadewi Wahana : Wilmana c. Dewa Iswara Arah : Timur/Purwa Pura : Lempuyang Aksara : Sang Senjata : Bajra Warna : Putih Urip : 5 Panca Wara : Umanis Sapta Wara : Redite Sakti : Dewi Uma Wahana : Gajah Putih d. Dewa

KEGIATAN PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS KPM, BUMDes, DESAIN DAN RAB

Kamis 7 Desember 2023 Pemerintah Desa Terusan Makmur dan Pemerintah Desa Terusan Mulya mengadakan kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB. Peserta Pelatihan terdiri dari Perangkat Desa, BUMDes, KPM dan Kader Posyandu. Jumlah Narasumber ada 6 diantaranya:  1. HENDRANO, S.P dan RIJALI RAHMAN, S.Pd.I Judul Materi Pemahaman Administrasi BUMDes  2. YUDIANTO,S.H dan ELISE, S.P Judul Materi Pelatihan KPM dan Posyandu  3. SUYONO, S.T dan TITI YULIANTI, S.Pd.I Judul Pelatihan materi Desain RAB kegiatan pelatihan ini dilaksanakan di Aula Kantor Desa Terusan Makmur.  harapan PLH. Kades Terusan Makmur Bapak Anang Amunddin, S.Pd terhadap seleruh pesesta pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB yaitu  1. dapat menambah pengetahuan dalam bidang masing-masing  2. dapat diterapkannya setelah mengikuti pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB ini.