Langsung ke konten utama

HALUANG HAPELEK



HALUANG HAPELEK
OLEH I GEDE DARMAWAN

A.      Pengertian Haluang Hapelek
Kata Haluang berasal dari kata luang yang artinya pengantar/perantara atau mengantarkan, dalam hal ini pihak laki-laki berkedudukan sebagai Luang atau pihak pertama dan pengertian haluang dalam hal ini lebih ditekankan pada pekerjaan seseorang pada acara tersebut. Hapelek dari asal kata pelek artinya asal/sumber pesan dalam hal ini yaitu mereka yang mengajukan atau menyaratkan, pihak wanita sebagai pihak Pelek atau pihak kedua. Jadi Haluang Hapelek adalah tata cara penyerahterimaan syarat penerimaan/Jalan Hadat Kawin. Untuk upacara perkawinan dua hari, maka acara Haluang Hapelek dilaksanakan pada malam hari. Sedangkan bila pelaksanaan perkawinan satu hari maka acara Haluang Hapelek dilaksanakan siang hari setibanya rombongan mempelai pria dirumah tersebut.

B.       Sarana Upacara Haluang Hapelek
Sarana yang digunakan dalam upacara Haluang Hapelek yaitu:
1.           Amak purun (tikar kecil yang terbuat dari rotan) di beberkan di tengah/tempat untuk melangsungkan upacara Haluang Hapelek.
2.           Kain yang dibentangkan di tengah ruangan, sebagai pembatas kelompok Luang dan kelompok Pelek.
3.           Darah ayam (Manuk Sakin Pelek).
4.           Pasepan
5.           Botol minyak kelapa
6.           Tampung Tawar
7.           Sangku Pelek yang berisikan beras dan diatas beras tersebut ditancapkan lidi aren sebanyak 21 buah dengan ukuran kurang lebih 15-20 cm.
8.           Telur ayam kampung satu biji mentah
9.           Hampatung Pelek (patung manusia berukuran kecil yang terbuat dari kayu cendana) ada tujuh.
10.     Lapik Luang (kain panjang satu helai untuk alas mangkok/sangku).
11.     Duit perak atau mata uang 7 buah juga ditancapkan di dalam sangku.

C.      Pelaksana Upacara Haluang Hapelek
Sebagai pemimpin upacara Haluang Hapelek adalah seorang tokoh adat/tokoh agama yang disebut kepala Luang (mantir pelek dan mantir manyambut serta dibantu oleh pemangku adat lainnya yang ikut membantu proses upacara tersebut. Ada tujuh orang yang bertugas yakni satu orang mantir pelek dan satu orang sebagai mantir manyambut, kemudian dibantu oleh lima orang luang (yang membantu proses upacara tersebut.

D.      Tata Cara Upacara Haluang Hapelek
Setelah sarana prasarana lengkap, tikar dihamparkan kemudian mantir pelek (seorang pemimpin kelompok) wakil pihak wanita duduk dengan dua orang luang (yang membantu menyampaikan pernyataan atau apa saja yang dibutuhkan dengan kelompok penyambut). Dinding/gorden dipasang sebagai pembatas kedua kelompok tersebut. Pihak Pelek (pihak wanita) pada acara ini diwakili oleh Mantir Pelek. Sedangkan pihak pria yang disebut Pihak Manyambut diwakili oleh Mantir Manyambut. Bila kedua pihak tersebut sudah siap, mantir pelek mengawali pembicaraan dengan menugaskan luang sebagai penyampai pesan dari mantir pelek kepada mantir manyambut begitu pula sebaliknya dan seterusnya.
1.           Kelompok pihak laki-laki disebut Mantir Manyambut yaitu pihak yang menjawab atau menyanggupi syarat perkawinan (Jalan Hadat) yang diminta oleh pihak wanita melalui mantir pelek saat itu.
2.           Pembicaraan diawali oleh pihak wanita yang diwakili oleh mantir pelek (yang dituakan dalam kelompok pelek), sebagai pertanyaan awal yaitu menanyakan kedatangan rombongan (mempelai pria bersama kerabatnya) berasal dari mana dan apa tujuannya. Pertanyaan dari pihak pelek ini disampaikan oleh perantara (luang) kepada pihak pria dan pihak pria menjawab yang diwakili oleh mantir dan jawaban ini disampaikan melalui perantara/luang dengan cara sambut menyambut memutar seperti arah jarum jam untuk disampaikan kembali kepada mantir pelek.
3.           Setelah mendapat jawaban tersebut, maka mantir pelek menanyakan lagi apakah laki-laki yang akan dinikahkan hari ini tidak terikat janji atau surat dengan wanita lain. Pada saat dikirimnya pesan ini melalui luang, untuk mengecek kebenarannya bahwa tidak ada tanda ikatan dengan wanita lain tentang laki-laki yang bersangkutan dikirim lagi dua orang utusan oleh mantir pelek yang diberi nama luang karundi.
4.           Luang karundi kembali dan menyampaikan hasil penelitiannya kepada mantir pelek bahwa benar laki-laki tersebut tidak ada tanda ikatan atau surat tentang hubungannya dengan wanita lain dan pembicaraan itu dilanjutkan.
5.           Kemudian mantir manyambut mengirim luang karundi pula untuk mengecek keberadaan wanita yang akan dinikahkan itu, benar tidaknya ia bebas dari ikatan janji atau cincin pengikat dengan orang lain. Apabila kebenaran keduanya sama-sama tidak ada hubungan atau ikatan janji dengan orang lain (hubungan perkawinan) maka acara dilanjutkan.
6.           Mantir pelek menugaskan dua orang luangnya untuk menanyakan kesanggupan pihak laki-laki untuk menyiapkan/membayar Jalan Hadat. Kedua luang tersebut mendengarkan jawaban dari mantir manyambut dan disampaikan ke mantir pelek bahwa jawaban dari mantir manyambut menyanggupinya.
7.           Semua luang duduk kembali dan dinding pembatas dibuka, mantir manyambut berkata “tuh ikei manuntut tetek tehes, handang lilis, dahan manuk awi tege janji kangkeret hemben huran jaman ujan karangan, helu bara ujan kawu”, artinya kami ini menuntut janji sumpah yang sudah diucapkan beberapa bulan lalu dihadapan seluruh keluarga besar serta masyarakat umum juga dihadapan Ranying Hatalla (Tuhan Yang Maha Esa)
8.           Mantir Pelek menjawab:
“taluh ije kuan ketun kau uluh bakas ije bawi dia tau hamauh manumbah awi te ikei balaku rakang ijang”, artinya yang ditanyakan oleh kalian (mantir manyambut) itu orang tua si wanita itu tidak bisa menjawabnya karena mulutnya terkunci maka kami minta kunci untuk membukanya.
9.           Seorang luang menyampaikan kepada pihak manyambut bahwa orang tua si wanita katanya tidak bisa membuka mulutnya (terkunci) sehingga tidak bisa  menjawab pertanyaan saudara, maka mantir manyambut menyerahkan kunci dimaksud yang berupa besi beliung melalui luang kepada mantir pelek. Beliung ini dialasi dengan selembar kain panjang yang terlipat untuk diserahkan. Kain ini disebut birang amak (hamparan tikar). Orang tua pihak wanita mengeluarkan sangku pelek dengan perlengkapannya kepada mantir pelek. Lalu mantir pelek mengasapi (manggaru ngamanyan) sangku/mangkok tadi, juga memerciki air yang sudah diharumi (nampung tawar) dan seterusnya.
10.     Mantir pelek berkata:
Adat pangawin tuh mahapan pelek handue uju, huran pelak hantelu uju ilalus awi Raja Uju Hakanduang jete pelek ayun Nyai Endas Bulau Lisan Tingang pangawi dengan Raja Garing Hatungku manumun peteh Ranying Hatalla/sang Hyang Widhi Wasa. Artinya adat perkawinan ini mengacu atau mengikuti adat tata cara pengukuhan dan pengesahan perkawinan dengan 14 pokok permintaan. Persyaratan ini mengacu pada syarat dan pelaksanaan perkawinan Dewi (Nyai) Endas Bulau Lisan Tingang dengan Dewa (Raja) Garing Hatungku dengan persyaratan sebanyak 21 (3 kali 7) pokok persyaratan, yang pernah dilaksanakan oleh tujuh orang suci yang diberi tugas oleh Ranying Hatalla dan tatacara pelaksanaannya sesuai perintahnya.
11.     Selanjutnya Mantir Pelek berkata:
“tuh ikei pihak bawi managih, manuntut katutun auh hadat jujuran ketun ayun si.... (nama mempelai wanita) ije jadi inyanggup awi pihak hatue”, artinya sekarang kami menuntut menagih jalan Hadat (syarat perkawinan) si.... (nama mempelai wanita) yang sudah disanggupi oleh pihak mempelai pria.
12.     Lalu mantir pelek menancapkan tujuh batang lidi kedalam beras yang ditempatkan di mangkok (sangku pelek). Setelah itu maka mantir pelek menekan ujung lidi dengan jarinya satu persatu sambil mengucapkan:
a.       Kalata Padadukan
b.      Duhung Tanjepan Pandung
c.       Rabayang Kawit Kalakai
d.      Gundi Lumpang Tusu
e.       Gahuri Nutup Sangku
f.       Tabasah Sinjang Entang
g.      Ehet peteng Sabangkang, pisau pantun sabangkang
13.     Lalu ditekannya pula kepala patung (hampatung pelek) yang ada didalam sangku tersebut. Dilanjutkan dengan menanam 14 batang lidi aren seperti semula dijejer dengan dua baris. Mantir pelek melakukan yang kedua kalinya (pelek handue uju) sambil menekan masing-masing ujung lidi sambil mengucapkan:
a.       Manuk sakin pelek (satu ekor ayam sebagai kurban)
b.      Jarati lapik sangku (sehelai kain panjang)
c.       Behas timbuk pelek (beras yang dimasukkan ke dalam sangku)
d.      Lamiang turus pelek (manik yang berbentuk panjang berwarna kemerahan satu batang)
e.       Bulau singah pelek (emas/perhiasan)
f.       Duit karambang pelek (uang logam 21 biji dan salah satunya harus duit perak asli)
g.      Garantung kuluk pelek (sebuah gong)
h.      Pinggan pananan pahanjean kuman (seperangkat alat makan)
i.        Timbuk tangga 10-15 kiping emas (piring yang diisi beras dan diatasnya diletakkan beberapa lembar uang, terdiri dari tujuh atau sembilan piring)
j.        Andas ije bata tutup uwan (sepotong kain hitam dengan ukuran minimal 2,5m)
k.      Bulau kandung (biaya pesta pernikahan)
l.        Lapik luang (selembar kain sebagai alas)
m.    Saput 90 kiping emas, pakaian 15 kiping emas
n.      Halamaung batungap akan palaku (sebuah guci untuk syarat sekaligus benda berharga sebagai bukti hubungan perkawinan yang sah yang bisa dilihat oleh anak-anak dan keluarga mereka nantinya)
14.     Berakhirnya pelek handue uju (menyebutkan syarat perkawinan/jalan hadat) mantir menyebutkan bahwa pelek (syarat) perkawinan Nyai (Dewi) dan Raja (Dewa)  menggunakan 21 syarat permintaan, namun kita sebagai manusia biasa (keturunan Raja Bunu) berbeda syaratnya sesuai yang digariskan oleh-Nya.
15.     Mantir pelek mengumpulkan lidi-lidi tersebut. Lidi itu untuk selanjutnya ditaruh dalam piring satu persatu dari 14 macam syarat perkawinan. Piring dan lidi diantar olehluang untuk disampaikan kepada mantir manyambut sambil menyebutkan, misalnya: palaku.
16.     Sampai disana piring tersebut diisi dengan benda atau barang untuk membayar palaku. Perjalan piring dan lidi dengan menyebutkan benda tagihan satu persatu sesuai dengan banyaknya benda penagihan Jalan hadat.
17.     Selesai penyerahan benda tersebut maka mantir pelek mengumpulkannya menjadi satu dibungkus dengan kain menjadi satu bersama sangku pelek sambil mengucapkan mantra dan doa agar perkawinan tersebut bahagia, damai rukun selamanya. Sangku tersebut langsung diasapi diatas pasepan/pedupaan juga diperciki air suci (tampung tawar) serta sarana ritual lainnya yang sudah dipersiapkan.
18.     Barang-barang tersebut diberikan kepada ibu mempelai wanita sambil mengucapkan doa dan harapan bahwa perkawinan anaknya dan kehidupan keluarganya mendapat berkah. Mempelai wanita duduk dekat mantir manyambut. Mantir manyambut memerciki air suci (nampung tawar) dst, dan mempelai pria pun duduk mendekati mantir pelek dan dilakukan hal yang sama.
Menurut Ibas Madjad, apabila pernikahan itu dilaksanakan dua hari, kedatangan rombongan tidak harus pagi karena waktu tidak tergesa-gesa. Rombongan tersebut dipersilahkan istirahat menunggu malam untuk acara Haluang Hapelek, kemudian besok siangnya ritual manyaki panganten dan maningak majar panganten.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEGIATAN PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS KPM, BUMDes, DESAIN DAN RAB

Kamis 7 Desember 2023 Pemerintah Desa Terusan Makmur dan Pemerintah Desa Terusan Mulya mengadakan kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB. Peserta Pelatihan terdiri dari Perangkat Desa, BUMDes, KPM dan Kader Posyandu. Jumlah Narasumber ada 6 diantaranya:  1. HENDRANO, S.P dan RIJALI RAHMAN, S.Pd.I Judul Materi Pemahaman Administrasi BUMDes  2. YUDIANTO,S.H dan ELISE, S.P Judul Materi Pelatihan KPM dan Posyandu  3. SUYONO, S.T dan TITI YULIANTI, S.Pd.I Judul Pelatihan materi Desain RAB kegiatan pelatihan ini dilaksanakan di Aula Kantor Desa Terusan Makmur.  harapan PLH. Kades Terusan Makmur Bapak Anang Amunddin, S.Pd terhadap seleruh pesesta pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB yaitu  1. dapat menambah pengetahuan dalam bidang masing-masing  2. dapat diterapkannya setelah mengikuti pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB ini.

DEWATA NAWA SANGA

Dewata Nawa Sanga, 9 Dewa Peguasa Mata Angin 1. Definisi Dewata Nawasanga adalah sembilan dewa atau manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang menjaga atau menguasai sembilan penjuru mata angin. Sembilan dewa itu adalah Dewa Wisnu, Sambhu, Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, dan Siwa. 2. Penjelasan Tentang Atribut Dewata Nawasanga a. Dewa Wisnu Arah : Utara/Uttara Pura : Batur Aksara : Ang Senjata : Cakra Warna : Hitam Urip : 4 Panca Wara : Wage Sapta Wara : Soma Sakti : Dewi Sri Wahana : Garuda Fungsi : Pemelihara b. Dewa Sambhu Arah : Timur Laut/Airsanya Pura : Besakih Aksara : Wang Senjata : Trisula Warna : Biru/Abu-Abu Urip : 6 Panca Wara : Sapta Wara : Sukra Sakti : Dewi Mahadewi Wahana : Wilmana c. Dewa Iswara Arah : Timur/Purwa Pura : Lempuyang Aksara : Sang Senjata : Bajra Warna : Putih Urip : 5 Panca Wara : Umanis Sapta Wara : Redite Sakti : Dewi Uma Wahana : Gajah Putih d. Dewa

LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN

  LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN 1.1     Latar belakang Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya. Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi , yaitu upaya memanusiakan manusia, maka para pendidik perlu memahami hakikat manusia sebagai salah satu landasannya. Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan berimplikasi terhadap konsep dan praktek pendidikannya. Ada dua alasan mengapa para pendidik perlu memiliki landasan filosofis pendidikan. Pertama, karena pendidikan bersifat normatif maka dalam rangka pendidikan diperlukan asumsi atau sesuatu titik tolak yang bersifat normatif pula. Asumsi-asumsi pendidikan yang bersifat normatif tersebut an