Langsung ke konten utama

Psikologi Pendidikan



PSIKOLOGI PENDIDIKAN AGAMA HINDU

1.        Pengertian psikologi Agama

Psikologi agama menggunakan dua kata yaitu psikologi dan agama. Kedua kata ini memiliki pengertian yang berbeda. Psikologi secara umum diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab. Manusia mungkin saja memanipulasi apa yang dialaminya secara kejiwaan, sehingga dalam sikap dan tingkah laku terlihat berbeda, bahkan mungkin bertentangan dengan keadaannya dengan keadaan sebenarnya. Selanjutnya, agama juga menyangkut masalah yang berhubungan dengan kehidupan batin manusia. Agama sebagai bentuk keyakinan, memang sulit diukur secara tetap dan rinci. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa sangatlah sulit memberi definisi pada agama itu sendiri. Namun di balik hal itu, Harun Nasution mendefinisikan agama berdasarkan asal kata, yaitu al-din, religi (relegere, religare) dan agama. Al-din (semit) berarti undang-undnag atau hukum. Kemudian bahasa Arab, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata religi (latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari kata a= tidak, gam= pergi mengandung arti tidak pergi, tetap di tempat atau diwarisi turun-tumurun (I Made Talib dan I Ketut Mardika: 1-8: 2004).
Psikologi agama juga terdiri dari dua kata psikologi dan agama. Apabila ditinjau dari pengertiannya kedua kata tersebut memberikan pengertian yang berbeda. Psikologi berasal dari  kata “psyche” yang artinya “jiwa” dan kata “logos” yang berarti ilmu atau ilmu pengetahuan. Sehingga psikologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kejiwaan atau ilmu jiwa. Psikologi mencoba meneliti dan mempelajari sikap dan tingkah laku manusia sebagai gambaran dari gejala-gejala kejiwaaan yang berada di belakangnya. Sekalipun jiwa itu sendiri tidak tampak, tetapi dapat dilihat dari sikap dan tingkah laku sebagai gejala-gejala kehidupan kejiwaan. Makna kata Agama menimbulkan banyak “kontroversi” yang sering lebih besar daripada arti penting permasalahannya.  Kita hanya terkait dengan cara dimana kaa tersebut digunakan, tidak ada permasalahan sama sekali mengenai fakta atau nilai yang terkait dengan agama. Dalamhal ini agama sebgai suatu kenyakinan yang sulit diukur secara tepat dsn rinci sehingga menyulitkan para ahli untuk mendefinisakan tentang agama. Ketika

2.        Pengertian Psikologi Pendidikan Agama Hindu

Dalam kurikulum pendidikan Agama Hindu tahun 1994, bahwa pendidikan  Agama Hindu adalah usaha sadar yang dilakukan oleh mereka yang memiliki tanggung jawab untuk menyiapkan anak dalam memahami, menyakini, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Hindu sebagai wujud pengamalan pancasila melalui bimbingan pengajaran  dan latihan dengan memperhatikan tuntunan saling hormat menghormati antar umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat, untuk mewujudkan persatuan nasional. Adapun dimaksud bertanggung jawab dalam pengertian  ini adalah orang tua. Sedangkan para guru atau pendidik lainnya adalah merupakan perpanjangantangan para orang tua. Secara rasional dapat digambarkan bahwa kehidupan manusia dewasa ini mengalami perubahan dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam merespon fenomena yang terjadi, pendidikan agama hindu sangat erat kaitannya dengan psikologi Agama dalam menangani berbagai kasus dalam bentuk krisis moral. Dengan demikian kedua ilmu ini akan memberikan kontribusi dalam menanamkan konsep nilai dan norma, serta nilai mental spiritual. Apabila dikaji tentang makna pendidikan mengandung pengertian mengantarkan anak ke tinkat dewasa atau kedewasaan baik jasmani maupun rohani. Dengan demikian orang dikatakan dewasa dalam hal ini  dapat dilihat dari perkembangan jasmani dan perkembangan rohani serta dapat mengambil kesimpulan tehadap masalanya sendiri dan dapat bertanggung jawab terhadap beban hidup yang dihadapi sebagai makluk social dalam masyarakat. Demikian pula dalam agama hindu, masalah pendidikan mendapat perhatian yang khusus, karena melalui pendidikan agama nantinya akan dapat membentuk pribadi manusia yang berbudi pekerti yang luhu, dapat mengendalikan diri di tegah-tengah arus modernisasi dewasa, serta ilmu yang diperolehnya dapat dimanfaatkan dapat dimanfaatkan sesuai dengan ajaranagama yang dipahami. Akhirnya ilmu pengetahuan yang diperoleh lewat pendidikan tersebut bermanfaat untuk dirinya sendiri dan dapat disumbangkan untuk kemajuan bangsa dan Negara. Pedekatan psikologi dalam pendidikan agama hindu telah ada sejak dulu dan mempunyai sejarah yang cukup tua. Hal ini dapat dibuktikan dari naskah-naskah Hindu kuno seperti kitab suci weda, Upanisad, Ramayana, dan Maha Bratha. Selain itu dalam perkembangan hindu di Indonesia masih segar dalam ingatan kita adanya perguruan tinggi agaa Budha di Sriwijaya dimana perguruan ini berdasarkan pada “socio moral” dan “socio religious”. Dalam siste pendidikan ini disusun secara sederhana untuk handala kekeluargaan, dmana siswa belajar dan menuntut ilmu secara tulus ikhlas kepada gurunya. Demikian pula guunya , tidak menganggap muridnya sebagai orang lin, dia sebagai penuntun dan pembimbing anak-anak untuk mengenal tuhan. Kemudian upaya membimbing pengenalan erhadap tuhan da agama dilakukan dengan penuh kasih saying. Dalam agama Hindu manusia sejak dilahirkan telah membawa potensi keberagaman dan potensi ini baru dalam bentuk sederhana yaitu berupa kecenderungan untuk tunduk dan mengabdi kepada sesuatu. Dan didalam Agana Hindu pendidikan dilakukan pada saat  sebelum bayi dilahirkan dan sesudah lahir. Pendidikan sebelum lahir yang memegang peranan penting atau utama adalah seorang ibu yang sedang dalam keadaan  hamil. Pada saat bayi dalam kandungan segala getaran jiwa dan perasaan ibu memberkan rangsangan pada dasar-dasar perwatakan terhadap anak yang akan lahir.
Disini saya mencoba mengkaitkan antara psikologi agama dengan salah satu pembagian daripada Panca Srada yaitu percaya dengan adanya Moksa. Umat Hindu percaya dengan adanya Moksa yaitu kebebasan dengan ikatan keduniawian, dari belenggu Karmapala dan dari Samsara.’’Moksatham jagaditha ya ca iti dharmah  artinya tujuan melaksanakan dharma adalah untuk mencapai kesejahtraan  umat manusia dan pada akhirnya dikemudian hari untuk mencapai moksah atau mukti yang yang manunggal dengan tuhan di shatya loka menikmati kebahagiaan abadi jagaditha disebut “mukti’’jadi agama hindu menuntun kita agar mencapai ‘’bukthi’’ dan ‘’mukti’’ atau jagaditha dan moksa itulah makanya setiap kita memuja Dewa Surya maka mantranya menggandung permohonan “…bhukti mukti warpradam…”. Kata moksa berasal dari kata moha dan kyasa moha artinya kebingungan kita sudah berakhir kapan kebingungan kita sudah berakhir pada saat itu kita memulai perjalanan rohani menuju moksa. Orang yang masih moha/kebingungan tentu tidak bisa mencapai tujuan. Umpama ditengah perjalanan kita kebingungan tidak tahu lagi arah mata angin dalam keadaan seperti itu perjalanan kita akan mondar-mandir kesana kemari dan tidak bisa menemukan tempat yang dicari. Kebanyakan dari kita masih kebingungan bingung terhadap diri sendiri Kebanyakan dari kita beranggapan bahwa tubuh inilah diri kita yang sejati yaitu Atma karena tubuh ini dianggap diri menyebabkan prilaku kita mengutamakan kepentingan tubuh dan amat terkait dengan duniawi lalu mengabaikan kepentingan atma. Padahal dunia ini sebenarnya adalah penjara besar yang penuh dengan penderitaan, karena dunia ini di penuhi dengan berbagai kenikmatan untuk memenuhi nafsu badan, itulah makanya kita terbuai dan terbius menjadi Moha/kebingingan. Orang yang mencari hiburan di tempat-tempat mabuk, di perjudian, komplek wts, pesta sabu-sabu adalah orang yang Moha. Dunia ini diumpamakan sebagai mangkuk, yang penuh berisi madu dan manusia diumpamakan sebagai lebah. Lebah yang serakah dan bodoh akan berenang ditengah manguk minum madu sehingga terperangkap dan akhirnya mati tenggelam di lem oleh madu yang lengket. Tetapi lebah yang lebih cerdik minum madu di pinggir mangkuk setelah kenyang dia bisa terbang bebas kembali ke sarangnya. Artinya kita bisa menikmati isi dunia tetapi seperlunya saja dan hindarilah tepat –tempat yang dilarang oleh agama. Agama mengajarkan kita agar meniru lebah yang cerdik, jangan rakus , ambil seperlunya saja dan berhati-hati. Dunia ini adalah ladang karma untuk berbuat kebaikan sebanyak mungkin agar hutang piutang karma kita yang dulu bisa lunas.
Sifat dari pikiran kita cenderung ingin bersenang-senang di dunia dan dan cepat bosan sehingga dia amat lincah loncat sana loncat sini seperti kera gila. Dia selalu memburu yang dianggapnya lebih baik. Hal ini terus terjadi sampai ia merasa puas. Banyak orang yang tidak menyadari sifat pikiran ini sehingga banyak orang diombang-ambing oleh pikirannya sendiri. Tuhan telah meyediakan jalan kepada semua manusia untuk mencapai moksa dan jalan itu ada pada diri manusia. Tetapi pintu gerbang manusia itu masih dikunci oleh tuhan dan kuncinya di pegang oleh sat guru. Walau pintu gerbang itu ada pada diri semua manusia, akan tetapi manusia tidak dapat membukanya karena kunci dari semua itu tak mudah untuk mendapatkannya.
Jika manusia baik-baik mmpergunakan kesempatan yang ada,dengan cara taat beragama maka tuhan akan memberi yang terbaik lagi yaitu moksa atau manunggal dengan tuhan di satya lokha menikmati kebahagiaan  yang abadi, tdak ada lagi siksaan, sebaliknya jika kita menyia-nyiakan kesempatan ini, maka kelahiran berikutnya belum tentu bisa menjadi manusia.

3.        Ruang Lingkup Kegunaan Psikologi Agama

Sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama memiliki ruang lingkup pembahasannya tersendiri yang dibedakan dari disiplin ilmu yang mempelajari masalah agama yang lainnya. Sebagai contoh, dalam tujuannya psikologi agama dengan perbandingan agama memiliki tujuan yang tidak jauh berbeda yakni mengembangkan pemahaman terhadap agama dengan mengaplikasikan metode-metode penelitian yang bertipe bukan agama dan bukan teologis. Bedanya adalah bila ilmu perbandingan agama cenderung memusatkan perhatiannya pada agama-agama primitif dan eksotis tujuannya adalah untuk mengembangkan pemahaman dengan memperbandingkan satu agama dengan agama lainnya. Sebaliknya psikologi agama, memusatkan kajiannya pada agama yang hidup dalam budaya suatu kelompok atau masyarakat itu sendiri. Kajiannya terpusat pada pemahaman terhadap perilaku keagamaan tersebut dengan menggunakan pendekatan.
Zakiah Daradjat (1970: 12-15) menyampaikan ruang lingkup yang disebut lapangan kajian psikologi agama sebagai berikut:
a.         Bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega dan tentram sehabis sembahyang.
b.         Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individu terhadap Tuhannya, misalnya rasa tentram dan kelegaan hati.
c.         Mempelajari, meneliti dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati (akhirat) pada tiap-tiap orang.
d.        Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah laku dalam kehidupan.
e.         Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci kelegaan batinnya.
Semuanya menurut Zakiah Darajat (1970:15) tercakup dalam kesadaran agama dan pengalaman agama. Yang dimaksud dengan kesadaran agama adalah bagian/segi agama yang hadir (terasa) dalam pikiran yang merupakan aspek mental dari aktifitas beragama. Sedangkan pengalaman beragama adalah unsur perasaan dalam kesadaran beragama, yaitu yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan. Karenanya psikologi agama tidak mencampuri segala bentuk permasalahan yang menyangkut pokok keyakinan suatu agama, termasuk tentang benar salahnya atau masuk akal dan tidaknya keyakinan agama. Tegasnya psikologi agama hanya mempelajari dan meneliti fungsi-fungsi jiwa yang memantul dan memperlihatkan diri dalam prilaku dalam kaitannya dengan kesadaran dan pengalaman agama manusia. Dan dengan demikian pula psikologi agama menurut Prof.Dr. Zakiah Darajat (1970: 15) adalah mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindak agama orang itu dalam hidupnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEGIATAN PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS KPM, BUMDes, DESAIN DAN RAB

Kamis 7 Desember 2023 Pemerintah Desa Terusan Makmur dan Pemerintah Desa Terusan Mulya mengadakan kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB. Peserta Pelatihan terdiri dari Perangkat Desa, BUMDes, KPM dan Kader Posyandu. Jumlah Narasumber ada 6 diantaranya:  1. HENDRANO, S.P dan RIJALI RAHMAN, S.Pd.I Judul Materi Pemahaman Administrasi BUMDes  2. YUDIANTO,S.H dan ELISE, S.P Judul Materi Pelatihan KPM dan Posyandu  3. SUYONO, S.T dan TITI YULIANTI, S.Pd.I Judul Pelatihan materi Desain RAB kegiatan pelatihan ini dilaksanakan di Aula Kantor Desa Terusan Makmur.  harapan PLH. Kades Terusan Makmur Bapak Anang Amunddin, S.Pd terhadap seleruh pesesta pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB yaitu  1. dapat menambah pengetahuan dalam bidang masing-masing  2. dapat diterapkannya setelah mengikuti pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB ini.

DEWATA NAWA SANGA

Dewata Nawa Sanga, 9 Dewa Peguasa Mata Angin 1. Definisi Dewata Nawasanga adalah sembilan dewa atau manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang menjaga atau menguasai sembilan penjuru mata angin. Sembilan dewa itu adalah Dewa Wisnu, Sambhu, Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, dan Siwa. 2. Penjelasan Tentang Atribut Dewata Nawasanga a. Dewa Wisnu Arah : Utara/Uttara Pura : Batur Aksara : Ang Senjata : Cakra Warna : Hitam Urip : 4 Panca Wara : Wage Sapta Wara : Soma Sakti : Dewi Sri Wahana : Garuda Fungsi : Pemelihara b. Dewa Sambhu Arah : Timur Laut/Airsanya Pura : Besakih Aksara : Wang Senjata : Trisula Warna : Biru/Abu-Abu Urip : 6 Panca Wara : Sapta Wara : Sukra Sakti : Dewi Mahadewi Wahana : Wilmana c. Dewa Iswara Arah : Timur/Purwa Pura : Lempuyang Aksara : Sang Senjata : Bajra Warna : Putih Urip : 5 Panca Wara : Umanis Sapta Wara : Redite Sakti : Dewi Uma Wahana : Gajah Putih d. Dewa

LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN

  LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN 1.1     Latar belakang Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya. Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi , yaitu upaya memanusiakan manusia, maka para pendidik perlu memahami hakikat manusia sebagai salah satu landasannya. Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan berimplikasi terhadap konsep dan praktek pendidikannya. Ada dua alasan mengapa para pendidik perlu memiliki landasan filosofis pendidikan. Pertama, karena pendidikan bersifat normatif maka dalam rangka pendidikan diperlukan asumsi atau sesuatu titik tolak yang bersifat normatif pula. Asumsi-asumsi pendidikan yang bersifat normatif tersebut an