A.
Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Ilmu Sejarah telah dapat membuktikan
tentang pengungkapan ilmiah manusia yang sangat menonjol di dunia adalah di
zaman Yunani Kuno (abad IV dan V S.M). Bangsa Yunani ditakdirkan Allah sebagai
manusia yang mempunyai akal jernih. Bagi mereka ilmu itu adalah suatu
keterangan rasional tentang sebab-musabab dari segala sesuatu didunia ini.
Dunia adalah kosmos yang teratur dengan aturan kausalitas yang bersifat
rasional. Demikianlah tiga dasar yang menguasai ilmu orang Yunani pada waktu
itu, yaitu: Kosmos, Kausalitas dan Rasional.
Pada hakikatnya kelahiran cara
berfikir ilmiah itu merupakan suatu revolusi besar dalam dunia ilmu
pengetahuan, karena sebelum itu manusia lebih banyak berpikir menurut
gagasan-gagasan magi dan mitologi yang bersifat gaib dan tidak rasional. Dengan berilmu dan berfilsafat manusia ingin mencari hakikat
kebenaran daripada segala sesuatu Dalam berkelana mencari pengetahuan dan
kebenaran itu menusia pada akhirnya tiba pada kebenaran yang absolut atau yang
mutlak yaitu ‘Causa Prima’ daripada segala yang ada yaitu Tuhan Maha Pencipta, Maha Besar, dan
mengetahui. Oleh karena itu kita setuju apabila
disebutkan bahwa manusia itu adalah mahluk pencari kebenaran. Di dalam mencari
kebenaran itu manusia selalu bertanya.
Dalam
kenyataannya makin banyak manusia makin banyaklah pertanyaan yang timbul.
Manusia ingin mengetahui perihal sangkanparannya, asal mula dan tujuannya,
perihal kebebasannya dan kemungkinan-kemungkinannya. Dengan sikap yang demikian
itu manusia sudah menghasilkan pengetahuan yang luas sekali yang secara
sistematis dan metodis telah dikelompokan kedalam berbagai disiplin keilmuwan.
Namun demikian karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sejumlah
besar pertanyaan tetap relevan dan aktual seperti yang muncul pada ribuan tahun
yang lalu, yang tidak terjawab oleh Ilmu pengetahuan seperti antara lain: tentang
asal mula dan tujuan manusia, tentang hidup dan mati, tentang hakikat manusia
sebagainya.
Ketidakmampuan Ilmu pengetahuan
dalam menjawab sejumlah pertanyaan itu, maka Filasafat tempat menampung dan
mengelolahnya. Filsafat adalah ilmu yang tanpa batas, tidak hanya menyelidiki
salah satu bagian dari kenyataan saja, tetapi segala apa yang menarik perhatian
manusia.
B.
Definisi Ilmu Pengetahuan dan
Filsafat
J. Arthur Thompson dalam bukunya” An
Introducation to Science” menuliskan bahwa ilmu adalah diskripsi total dan
konsisten dari fakta-fakta empiri yang dirumuskan secara bertanggung jawab
dalam istilah- istilah yang sederhana mungkin.
Untuk
menjelaskan perbedaan antara Ilmu Pengetahuan dan Filsafat, baiklah dikemukakan
rumusan Filsafat dari filsuf ulung Indonesia Prof. DR. N. Driyarkara S.Y., yang
mengatakan “Filsafat adalah pikiran manusia yang radikal, artinya yang dengan
mengesampingkan pendirian-pendirian dan pendapat- pendapat yang diterima saja,
mencoba memperlihatkan pandangan yang merupakan akar dari lain-lain pandangan
dan sikap praktis. Jika filsafat misalnya bicara tentang masyarakat, hukum,
sisiologi, kesusilaan dan sebagainya, di satu pandangan tidak diarahkan ke
sebab-sebab yang terdekat, melainkan ‘ke’mengapa’ yang terakhir sepanjang
kemungkinan yang ada pada budi manusia berdasarkan kekuatannya itu.
“Filsafat adalah ilmu Pengetahuan
dan Teknologi, filsafat tidak memperlihatkan banyak kemajuan dalam bidang
penyelidikan. Ilmu pengetahuan dan Teknologi bahkan melambung tinggi mencapai
era nuklir dan sudah diambang kemajuan dalam mempengaruhui penciptaan dan
reproduksi manusia itu sendiri dengan revolusi genitika yang bermuara pada bayi
tabung I di Inggris serta diambang kelahiran kurang lebih 100 bayi tabung yang
sudah hamil tua.
Di satu pihak fakta yang tak dapat dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berutang kepada ilmu pengetahuan dan teknologi, berupa penciptaan sarana yang memudahkan pemenuhan kebutuhan manusia untuk hidup sesuai dengan kodratnya. Inilah dampak positifnya disatu pihak sedangkan dipihak lainnya bdampak negatifnya sangat menyedihkan. Bahwa ilmu yang bertujuan menguasai alam, sering melupakan faktor eksitensi manusia, sebagai bagian daripada alam, yang merupakan tujuan pengembangan ilmu itu sendiri kepada siapa manfaat dan kegunaannya dipersembahkan. Kemajuan ilmu teknologi bukan lagi meningkatkan martabat manusia itu, tetapi bahkn harus dibayar dengan kebahagiaannya. Berbagai polusi dan dekadensi dialami peradaban manusia disebabkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu. Dalam usahanya pendidikan keilmuwan bukanlah semata-mata ditujukan untuk menghasilkan ilmuwan yang pandai dan trampil, tetapi juga bermoral tinggi.
Di satu pihak fakta yang tak dapat dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berutang kepada ilmu pengetahuan dan teknologi, berupa penciptaan sarana yang memudahkan pemenuhan kebutuhan manusia untuk hidup sesuai dengan kodratnya. Inilah dampak positifnya disatu pihak sedangkan dipihak lainnya bdampak negatifnya sangat menyedihkan. Bahwa ilmu yang bertujuan menguasai alam, sering melupakan faktor eksitensi manusia, sebagai bagian daripada alam, yang merupakan tujuan pengembangan ilmu itu sendiri kepada siapa manfaat dan kegunaannya dipersembahkan. Kemajuan ilmu teknologi bukan lagi meningkatkan martabat manusia itu, tetapi bahkn harus dibayar dengan kebahagiaannya. Berbagai polusi dan dekadensi dialami peradaban manusia disebabkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu. Dalam usahanya pendidikan keilmuwan bukanlah semata-mata ditujukan untuk menghasilkan ilmuwan yang pandai dan trampil, tetapi juga bermoral tinggi.
C.
Abstraksi
Untuk menerangkan selanjutnya
hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan, baiklah dikemukakan pendapat
Aristoteles tentang abstraksi. Menurut beliau pemekiran manusia melampaui 3
jenis abstraksi (kata Latin ‘abstrahere’ yang berarti menjauhkan diri, mengambil
dari).
Dari setiap jenis abstraksi itu
menghasilkan satu jenis pengetahuan yaitu :
1. pengetahuan fisis
2. pengetahuan matematis,
3. pengetahuan teologis.
4. Pengetahuan Fisis
Dalam
kenyataannya manusia mulai berpikir bila ia mengamati, mengobservasi sesuatu.
Faktor keheranan, kesangsian dan kesadaran akan keterbatasan manusia barulah
timbul setelah pengamatan atau observasi lebih dahulu. Peranan ratio atau akal
budi manusia melepaskan (mengabstrahir) dari pengamatan inderawi suatu
segi-segi tertentu yaitu materi yang dapat dirasakan ratio atau akal budi
manusia bersama dengan materi yang 'abstrak' itu menghasilkan pengetahuan yang
disebut "fisika' (dari kataYunani 'Physos' = alam).
pengetahuan
Matematis atau Matesis Selanjutnya manusia masih mempunyai
kemampuan untuk dapat mengabstrahir atau melepaskan lebih banyak lagi Bahwa
kita dapat melepaskan materi yang kelihatan dari semua perubahan yang terjadi. Hal ini dapat terjadi bila ratio atau akal budi manusia
dapat melepaskan dari materi hanya segi yang dapat dimengerti saja. Dengan
kemampuan abstraksi ini manusia dapatlah menghitung dan mengukur, karena
perbuatan menghitung. dan mengukur itu mungkin lebih dari semua gejala dan semua
perubahan dengan menutup indera mata Adapun jenis pengetahuan yang dihasilkan
oleh abstraksi ini disebut 'matesis' (matematika) (kata Yunani'mathesist =
pengetahuan ilmu).
Pengetahuan
Teologis atau Filsafat Pertama. Pada tahap terakhir manusia juga dapat
mengabstrahir dari semua materi, baik materi yang dapat diamati, maupun yang
dapat diketahui. Apabila manusia berpikir tentang keseluruhan realitas tentang
sangkanparannya (asal mula dan tujuannya), tentang jiwa manusia, tentang cita
dan citranya, tentang realitas yang paling luhur, tentang Tuhan, maka berarti
tidak hanya terbatas pada bidang fisika saja tetapi juga bidang matematika yang
sudah ditinggalkannya. Di sini terbukti bahwa semua jenis pengamatan tidak
berguna. lagi Adapun jenis berpikir ini disebut 'teologi' atau filsafat
pertama, Sesuai dengan tradisi setelah Aristoteles pengetahuan jenis
ketiga ini, disebut 'rnetafisika, bidang yang datang setelah (meta') fisika.
Menurut Aristoteles baik bidang metafisika, bidang matematika maupun bidang fisika,
masih merupakan kesatuan yang keseluruhannya disebut ’filsafat' atau
metafisika.
Pikiran
atau ratio manusia, melalui penalaran analitik dan non-analitik. Dalam pikiran
manusia ini lahirlah pengetahuan yang pertama beberapa ribu tahun yang lalu
yaitu filsafat. Dalam usaha menjawab tantangan hidup manusia maka fase
berikutnya lahirlah Ilmu-ilmu Alam (Natural Philosophy) dan Ilmu-ilmu Sosial
(Moral philosophy). Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan
yang telah teruji kebenarannya secara empiris. Batas penjelajahan ilmu sempit
sekali, hanya sepotong atau sekeping saja dari sekian permasalahan kehidupan
manusia, bahkan dalam batas pengalaman manusia itu, ilmu hanya berwenang
menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Demikian pula tentang baik
buruk, semua itu (termasuk ilmu) berpaling kepada sumber-sumber moral (filsafat
Etika), tentang indah dan jelek (termasuk ilmu) semuanya berpaling kepada pengkajian
filsafat Estetika. Ilmu tanpa (bimbingan moral) agama
adalah buta ”, demi kian kata tokoh Einstein. Kebutuaan moral dari ilmu itu
mungkin membawa kemanusiaan kejurang malapetaka. Relativitas atau kenisbian ilmu
pengetahuan bermuara kepada filsafat dan relativitas atau kenisbian ilmu
pengatahuan serta filsafat bermuara kepada agama.
Filsafat
ialah ’ ilmu istimewa’ yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat
dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa karena masalah-masalah itu berada di luar
atau di atas jangkauan ilmu pengetahuan biasa. Filsafat adalah hasil daya upaya
manusia dengan akal budinya untuk dapat memahami dan mendalami secara radikal
integral daripada segala sesuatu yang ada mengenai :
1. Hakikat Tuhan
2. Hakikat alam semesta, dan
3. Hakikat manusia termasuk sikap
manusia terhadap hal tersebut sebagai konsekuensi logis daripada pahamnya tersebut.
Adapun
titik perbedaanya adalah sebagai berikut :
a. Ilmu dan filsafat adalah hasil dari
sumber yang sama yaitu : ra’yu (akal, budi, ratio, reason, nous, rede, ver
nunft) manusia. Sedangkan agama bersumber dari Wahyu Tuhan.
b. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan
jalan penyeledikan, pengalaman (empiri) dan percobaan (eksperimen) sebagai batu
ujian.
Filsafat
menghampiri kebenaran dengan cara mengelanakan atau mengembarakan akal budi
secara redikal (mengakar), dan integral (menyeluruh) serta universal (mengalam),tidak
merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali ikatan tangannya sendiri yang
disebut ’logika’ Manusia dalam mencari dan menemukan kebenaran dengan dan dalam
agama dengan jalan mempertanyakan pelbagi masalah asasi dari suatu kepada kitab
Suci, kondifikasi Firman Allah untuk manusia di permukaan planet bumi ini. Kebenaran ilmu pengetahuan ialah kebenaran positif,
kebenaran filsafat ialah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan
secara empiri, riset, eksperimen). Kebenaran ilmu pengetahuan dan filsafat
keduanya nisbi (relatif). Dengan demikian terungkaplah bahwa
manusia adalah mahluk pencari kebenaran. Di dalam mencari, menghampiri dan
menemukan kebenaran itu terdapat tiga buah jalan yang ditempuh manusia yang
sekaligus merupakan institut kebenaran yaitu : Ilmu, filsafat dan Agama.
Komentar
Posting Komentar