Langsung ke konten utama

FILSAFAT



PEMIKIRAN TENTANG FILSAFAT

Membahas tentang filsafat barat, kita tidak lepas dari berbagai macam persoalan dan pemikiran yang timbul dan berkembang dari masing-masing zamannya.  Oleh karena itu untuk mengetahui sacara terperinci persoalan dan pemikiran kefilsafatan pada zaman dan secara lengkap, maka berikut ini dapat diketahui bahwa sejarah filsafat barat itu dapat dibagi menjadi empat periode yaitu :
a.         Filsafat yunani terbagi atas.
1)        Zaman Para Sokrates
2)        Zaman Klasik
3)        Zaman Helenika Romawi
b.        Filsafat abad pertengahan terbagi atas.
1)        Zaman Patristik
2)        Zaman Skolastik
c.         Filsafat modern terbagi atas.
1)        Zaman Renaisance
2)        Zaman Pencerahan
3)        Zaman Romantik
d.        Filsafat dewasa dibagi atas.
1)        Filsafat Barat abad ke-19
2)        Filsafat Barat abad ke-20
Atas dasar tersebut diatas maka berikut ini dapat diuraikan secara garis besar ciri masing-masing periode filsafat barat.
2.1.            Ciri – ciri filsafat yunani
Pada zaman para – Sokrates, sebagai awal pemikiran kefilsafatan di barat yang dimulai di yunani pada kira-kira abad ke-6 sebelum masehi.
Persoalan yang pertaman yang dikemukakan dan yang ingin diselesaikan adalah pertanyaan tentang “Ontologi” atau asal juga “arche” dari segala sesuatu.  Jawaban atas pertanyaan ini ada bermacam-macam.
Filsof pertama yang menjawab pertanyaan terhadap arche segala sesuatu ialah Thales kutang lebih (±624-550 SM) yang berpendapat bahwa prinsif yang pertaman atau arche adalah air.
Yang penting dalam jawabannya sesungguhnya ialah bahwa Thales tidsk menjawab secara teradisional dengan jalan menciptakan mitos, melaikan ia menujuk sesuatu dalam hal ini air, untuk memberikan jawaban.  Air itu bukan sekedar air, tapi air itu berjiwa.
Kemudian bagi Anaximander, arche dari segala sesuatu adalah sesuatu yang tidak terbatas, yang abadi, yang tidak tergantung pada apapun.  Menurut Anaximander arche itu adalah udara yang merupakan bentuk sempurna dan realitas, karena udara mengalami proses padat dan renggang: semua hal pada hakikatnya berasal dari udara termasuk jiwa manusia.
Sedangkan Phythagoras sebagai pencetus Tarekat Agama yang bersifat mistik dan matafisis, mengatakan bahwa arche dari segala sesuatu adalah bilangan.
Pada zaman Klasik merupakan puncak kejayaan dan perkembangan filsafat atau, zaman keemasan filsafat yunani.  Problema-problema filsafat yang ada pada zaman ini semula sudah pernah terjawab, sementara persoalan masa lalu berlangsung timbul masalah lain yang belum terpecahkan.  Pada zaman ini juga ditandai dengan menjadikan manusia menjadi objek utamanya.
Sedangkan pada zaman Helenika Romawi mempunyai ciri-ciri khusus yaitu filsafat menjadi ajaran hidup dan menjurus ke etika, yang kemudian pada periode selanjutnya bercorak keagamaan.
Pada periode etis ini ada tiga aliran :
a.         Stoisme dipelopori oleh Zeno (340-264 SM) kata Stoa berarti tiang-tiang sebuah beguanan yang athena, tempat diberkannya ajaran Zeno.
b.         Epikurisme didirikan oleh Epikuros (341-270 SM) Epikuros mendirikan sebuah  perguruan dan mengajarkan bahwa segala sesuatu itu bergerak, karena terdiri atas atomos-atomos, maka manusia tidak perlu takut pada apapun, termasuk takut pada dewa-dewa, dewa-dewa itu mempunyai dunia lain dan tidak tidak berpengaruh pada kehidupan manusia.
c.         Skeptisisme dipelopori oleh Pyrrho (365-270 SM), karena itu aliran ini disebut Pyrroisme alairan ini timbul karena manusia tidak merasa puas terhadap filsafat selama ini, karena tidak pernah memberikan penyelesaian dengan pasti.
2.2.            Ciri – ciri Filsafat Abad Pertengahan
Filsafat pada abad pertengahan ini diawali zaman Patristik, sesuai dengan namanya ( berasal dari kata latin prates bapak gereja ) ahli agama kristen yang merintis jalan mengembangkan agama kristen.
Filsof yang terkenal pada zaman ini adalah Agustinus (354-430 SM), filsafat dan agama menjadi satu, yang berdasarkan pengalaman pribadi.  Ajarannya dikenal dengan sebutan alaminasi yaitu bahwa dalam berpikir manusia itu dapat mendapatkan kebenaran yang abadi, karena akal manusia mengambil bagian dalam rasio Tuhan yang menerangi roh akal manusia dengan kebenarannya.  Karena segala sesuatu itu diciptakan Tuhan, maka manusia harus berpartisipasi secara aktif dengan Tuhan dengan jalan mengenal Tuhan dengan cinta kasih.  Perbedaan pokok antara pencipta dan yang diciptakan ialah, bahwa pencipta itu kekal dan abadi, sedangkan yang dicipta bersifat sementara.
Pada zaman Skolastik awal mula dua kutub yang saling bertentangan yaitu persoalan tentang Universalia dan Individualia.
Penganut Universalia mengatakan, bahwa yang nyata itu adalah umum, yang universal.  Sedangkan penganut Individualia menyatakan sebaliknya, yaitu bahwa yang khususlah yang individualia, yang nyata.  Kedua persoalan inidicoba dicarikan jalan tengah oleh Abelardus dengan mengatakan bahwa pengertian itu ada dalam bendanya sendiri.
Filsafat Skolastik mencapai puncaknya pada Thomas Aquinas (1225-1274) karyanya banyak, yang terpenting ialah Summa Theologia.  Thomas membedakan tugas antara pengetahuan dan kepercayaan, tetapi diantara keduanya tidak ada pertentangan.  Pengetahuan dan pengertian harus melalui indera dulu, baru dioleh dengan akal.
Hal yang bersifat agamawi harus diselesaikan dengan kepercayaan.  Sejauh kenyataan dapat dipahami oleh akal, pengetahuan dan filsafat harus pempertahankan dalil agama.
Thomas mengatakan bahwa Tuahn dapat dikenal melalui lima jalan.
1.             Melaui gerak, Tuhan adalah penggerak utama
2.             Sebab akibat, Tuhan adalah sebab yang pertama
3.             Yang mutlak dan yang niscaya, adanya keharusan dalam ketidakabadian.  Tuhan adalah yang abadi.
4.             Melalui tingkatan dalam alam semesta, Tuhan adalah ada pada tingkat yang tertinggi.
5.             Bersifat teologis, segalabsesuatu menuju ke suatu yang tertentuyaitu Tuhan.
Tentang manusia menurut Thomas bahwa jiwa itu bentuk murni dan tidak tergantung pada jesmani dan karena itu abadi.  Mengenai etika, Thomas mendasarkan tiada kebebasan kehendak.  Manusia harus tau tiga hal untuk bahagia.  Yaitu tahu apa yang dipercaya, tahu apa yang di kehendaki dan tahu yang harus dikerjakan.  Manusia yang baik adalah yang mempunyai kehendak baik.
2.3.            Ciri – ciri Filsafat Modern
Ciri filsafat modern diawali dengan zaman Renaissance sebagai gerakan kelehiran kembali sebagai manusia yang bebas menggunakan akalnya, manusia kembali kesumber murni dan pengetahuan sebagai akibat memudahkan filsafat abad pertengahan.
Tujuan gerakan ini adalah untuk menemukan diri sendiri, dan mengembangkan fikiran tanpa pengaruh agama.
Nikolus Kopernikus (1473-1543), ia melihat bahwa bumi bergerak pada porosnya sendiri dan sekaligus mengelilingi matahari, bumi juga bukan lagi menjadi pusat alam semesta.
Johnnes Kepler (1571-1630), dia menemukan hukum gerak planet yang mengelilingi matahari, yaitu gerak yang elips, dengan matahari sebagai titik apinya, garis yang menghubungkan pusat planet dengan matahari akan membentuk bidang yang sama pada waktu yang sama ; kuadrat periode planet mengelilingi matahari sebanding dengan pakat tiga jaraknya dengan matahari.
Galileo Galilei (1564-1642) menemukan hukum benda yang jatuh, juga menemukan akselerasi, yaitu perubahan kecepatan dalam besar dan arah, dalam dinamika.
Pada periode atau zaman pencerahan ini, ada suatu gerakan baru yang dinamakan Aujklarung, pencerahan yang bersemboyan Sapere aude ( beranilah menggunakan akal sendiri ).  Hal ini disebabkan oleh sebelumnya manusia tidak heran, mengeluarkan pikirannya, karena merasa belum dewasa.  Gerakan ini mempunyai kecendrungan untuk tidak terlibat dengan agama dan hanya mengandalkan rasio.  Salah satu ciri gerakan ini di Inggris ialah Deisme, yang mengatakan bahwa Tuhan itu ada, tetapi Tuhan tidak memelihara dunia.  Tokoh-tokohnya pada zaman ini ialah David Hume, Piere Bayle, Para Einsklopedis dan para meterialisdan salah seorang filsuf Jerman yang terkenal dan dikatakan menyempurnakan filsafat pada masa pencerahan adalah Immanuel Kant.
Pada zaman Romantik ini sebagai zaman yang ditandai oleh reaksi terhadap filsafat Kant ; terutama reaksi yang diberikan oleh Fichti, Schelling dan Hegel, Friedrich Wilben Joseph Schelling (1775-1854) masuk kedalam galongan idelisme absolut bagi Schelling, filsafat ialah ilmu yang mutlak yang hanya dapat dipahami dengan penglihatan intelektual, yaitu suatu kemampuan untuk menemukan yang abadi dan diri sendari.
Ahli filsafat penganut idielisme absolut adalah George Wilhem Priedrich hegel.  Pada Hegellah latak puncak filsafat idealisme Jerman.  Pada dasarnya filsafat Hegel ingin menaikan filsafat ke jenjang ilmu pengetahuan dan pengertian yang murni.  Untuk itu ia menampilakan penyesuaiannya tentang semua persoalan dalam filsafat yaitu: memahami dunia dala hubungan kesatuan sebagai perkembangan yang mutlak dari jiwa ketuhanan.
2.4.            Ciri – ciri Filsfat Dewasa
1.             Filsafat Barat Abad ke-19
Pada zaman ni dikenal lahirnya aliran positifisme yang dipelopori Ausguste Comte yang berpedoman mengatahui untuk dapat melihat kemasa depan.  Kata positif dalam aliran potisivisme berarti : nyata, dapat berarti berguna dan dapat bertai sunguh-sunguh tertentu.  Jadi sebagai aliran filsafat yang berpakal dari hal-hal yang nyata, hal yang positif yang dapat dialami manusia.  Hal yang diluar pengalaman adalah spikulasi saja.
Menurut Comte ada tiga tahap dalam perkembangan akal manusia.  Pertama akal dalam tahap teologis, kedua tahap dalam metafisis dan ketiga, akal dalam tahap positif.  Suatu reaksi dalam hubungan ini timbul reaksi dalam idealisme yang sama sekali berlainan sama sekali dengan positivisme dan materi alisme datang dari Soren Kierkegaard (1813-1855) seorang berkebangsaan Denmark yang berpendapat bahwa filsafat adalah ekspresi individual. Ekpresi dalam bentuk eksistenyan terbagi menjadi tiga bentuk yaitu : estetis, etis, dan religius.
Dalam bentuk estesis, manusia mempunyai perhatian pada segala sesuatu di luar dirinya, hidup dalam masyarakat dan menikmati hidupnya, namun hidunya dapat dikatakan kosong.
Dalam bentuk etis, manusia tidak mempunyai ukuran moral yang umum dan tidak ada kepercayaan keagamaan,karena manusia hanya mengingikan menikmati pengalaman yang ada, pengalaman emosi atau nafsu.
Dala bentuk religius, manusia mulai sadar akan dosa-dosanya dan ia perpindah dari eksistensi sebelumnya ke eksistensi religius dengan iman.
2.             Filsafat Barat Abad ke-20
Pada abad ke- 20 ini terdapat bermacam aliran filsafat yaitu Paragmatisme, filsafat hidup, Fenomenologi dan Eksistensialisme yang masing- masing berdiri sendiri.
Paragmatisme dengan tokohnya William James ( 1842 – 1910 ).  Aliran ini menpunyai patokan, bahwa filsafat harus bermanfaat bagi hidup paraktis.
Aliranyang lainnya adalah aliran yang Fenomenologiyang dikemukakan Edmund Husarel ( 1859-1938 ) dan disebarluaskan Oleh Marx Scheler ( 1874-1928 ) ada besama-sama pada abad ke- 20 ini. Fenomena berati genjala, bukan kenyataan, hanya semu, atau bukan bendanya sendiri.
Eksistensilialisme dengan tokohnya Martin Heidegger dan J.P. Sartre mengartikan dalam dua macam,yaitu berada dalam diri  dan berada untuk diri sendiri.  Filsafat berpangkal pada realitas yang ada, karena itulah yang harus dihadapi, eksistensi ini hanya untuk manusia, karena manusia berada dengan sadar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEGIATAN PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS KPM, BUMDes, DESAIN DAN RAB

Kamis 7 Desember 2023 Pemerintah Desa Terusan Makmur dan Pemerintah Desa Terusan Mulya mengadakan kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB. Peserta Pelatihan terdiri dari Perangkat Desa, BUMDes, KPM dan Kader Posyandu. Jumlah Narasumber ada 6 diantaranya:  1. HENDRANO, S.P dan RIJALI RAHMAN, S.Pd.I Judul Materi Pemahaman Administrasi BUMDes  2. YUDIANTO,S.H dan ELISE, S.P Judul Materi Pelatihan KPM dan Posyandu  3. SUYONO, S.T dan TITI YULIANTI, S.Pd.I Judul Pelatihan materi Desain RAB kegiatan pelatihan ini dilaksanakan di Aula Kantor Desa Terusan Makmur.  harapan PLH. Kades Terusan Makmur Bapak Anang Amunddin, S.Pd terhadap seleruh pesesta pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB yaitu  1. dapat menambah pengetahuan dalam bidang masing-masing  2. dapat diterapkannya setelah mengikuti pelatihan Peningkatan Kapasitas KPM, BUMDes, Desain dan RAB ini.

DEWATA NAWA SANGA

Dewata Nawa Sanga, 9 Dewa Peguasa Mata Angin 1. Definisi Dewata Nawasanga adalah sembilan dewa atau manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang menjaga atau menguasai sembilan penjuru mata angin. Sembilan dewa itu adalah Dewa Wisnu, Sambhu, Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, dan Siwa. 2. Penjelasan Tentang Atribut Dewata Nawasanga a. Dewa Wisnu Arah : Utara/Uttara Pura : Batur Aksara : Ang Senjata : Cakra Warna : Hitam Urip : 4 Panca Wara : Wage Sapta Wara : Soma Sakti : Dewi Sri Wahana : Garuda Fungsi : Pemelihara b. Dewa Sambhu Arah : Timur Laut/Airsanya Pura : Besakih Aksara : Wang Senjata : Trisula Warna : Biru/Abu-Abu Urip : 6 Panca Wara : Sapta Wara : Sukra Sakti : Dewi Mahadewi Wahana : Wilmana c. Dewa Iswara Arah : Timur/Purwa Pura : Lempuyang Aksara : Sang Senjata : Bajra Warna : Putih Urip : 5 Panca Wara : Umanis Sapta Wara : Redite Sakti : Dewi Uma Wahana : Gajah Putih d. Dewa

LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN

  LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN 1.1     Latar belakang Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya. Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi , yaitu upaya memanusiakan manusia, maka para pendidik perlu memahami hakikat manusia sebagai salah satu landasannya. Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan berimplikasi terhadap konsep dan praktek pendidikannya. Ada dua alasan mengapa para pendidik perlu memiliki landasan filosofis pendidikan. Pertama, karena pendidikan bersifat normatif maka dalam rangka pendidikan diperlukan asumsi atau sesuatu titik tolak yang bersifat normatif pula. Asumsi-asumsi pendidikan yang bersifat normatif tersebut an